NTANSI PEMERINTBAB I
SISTEM AKUAH PUSAT
Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, menyatakan bahwa agar informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas, perlu diselenggarakan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) yang terdiri dari Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga
A. Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan Pemerintah Pusat.
1. Kerangka Umum SAPP
Berdasarkan PMK Nomor 172/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, SAPP memiliki 2 (dua) subsistem, yaitu Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN) dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI). SA-BUN dilaksanakan oleh Departemen Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Selanjutnya, SA-BUN memiliki beberapa subsistem, yaitu Sistem Akuntansi Pusat (SiAP), Sistem Akuntansi Utang Pemerintah dan Hibah (SAUP & H), Sistem Akuntansi Transfer ke Daerah (SA-TD), Sistem Akuntansi Penerusan Pinjaman (SA-PP), Sistem Akuntansi Investasi Pemerintah (SA-IP), Sistem Akuntansi Transaksi Khusus (SA-TK), Sistem Akuntansi Subsidi dan Belanja Lainnya (SA-BSBL), dan Sistem Akuntansi Badan lainnya (SA-BL). SA-BUN dilaksanakan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (Chief Financial Officer [CFO]).
SAI memiliki 2 (dua) subsistem, yaitu Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN). SAI dilaksanakan oleh Menteri/Ketua Lembaga Teknis selaku Chief Operational Officer (COO).
Secara skematis SAPP dapat digambarkan sebagai berikut:
Peraga 1. Skema Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
SA-BUN adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulaii dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisii keuangan dan operasi keuangan pada Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Laporan Keuangan yang dihasilkan berupa Laporan Realisasii Anggaran termasuk pembiayaan, Neraca, Laporan Arus Kas serta dilengkapi dengan Catatan atas Laporan Keuangan.
Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga.. Kementerian negara/lembaga melakukan pemrosesan data untuk menghasilkan Laporan Keuangan berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan.
SAK digunakan untuk memproses transaksi anggaran dan realisasinya, sehingga menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran. Sedangkan SIMAK-BMN memproses transaksi perolehan, perubahan dan penghapusan BMN untuk mendukung SAK dalam rangka menghasilkan Laporan Neraca. Di samping itu, SIMAK-BMN menghasilkan berbagai laporan, buku-buku, serta kartu-kartu yang memberikan informasi manajerial dalam pengelolaan BMN.
2. Tujuan SAPP
Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan, baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik. Sistem Akuntansi Pemerintahan Pusat (SAPP) bertujuan untuk :
1. Menjaga aset Pemerintah Pusat dan instansi-instansinya melalui pencatatan, pemprosesan dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten sesuai dengan standar dan praktek akuntansi yan diterima secara umum;
2. Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran dan kegiatan keuangan Pemerintah Pusat, baik secara nasional maupun instansi yang berguna sebagai dasar penilaian kinerja, untuk menentukan ketaatan terhadap otorisasi anggaran dan untuk tujuan akuntabilitas;
3. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan suatu instansi dan Pemerintah Pusat secara keseluruhan;
4. Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan, pengelolaan dan pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintah secara efisien.
3. Ciri-ciri Pokok SAPP
a. Basis Akuntansi
Cash toward Accrual. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam neraca. Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
b. Sistem Pembukuan Berpasangan
Sistem Pembukuan Berpasangan didasarkan atas persamaan dasar akuntansi yaitu : Aset = Kewajiban + Ekuitas Dana. Setiap transaksi dibukukan dengan mendebet sebuah perkiraan dan mengkredit perkiraan yang terkait.
c. Dana Tunggal
Kegiatan akuntansi yang mengacu kepada UU-APBN sebagai landasan operasional. Dana tunggal ini merupakan tempat dimana Pendapatan dan Belanja Pemerintah dipertanggungjawabkan sebagai kesatuan tunggal.
d. Desentralisasi Pelaksanaan Akuntansi
Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan di instansi dilaksanakan secara berjenjang oleh unit-unit akuntansi baik di kantor pusat instansi maupun di daerah.
e. Bagan Akun Standar
SAPP menggunakan perkiraan standar yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku untuk tujuan penganggaran maupun akuntansi. BAS adalah daftar perkiraan buku besar yang ditetapkan dan disusun secara sistematis untuk memudahkan perencanaan dan pelaksanaan anggaran, serta pembukuan dan pelaporan keuangan pemerintah.
f. Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)
SAPP mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) dalam melakukan pengakuan, penilaian, pencatatan, penyajian, dan pengungkapan terhadap transaksi keuangan dalam rangka penyusunan laporan keuangan. SAP adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah.
Laporan keuangan pemerintah pusat terdiri dari:
a. Laporan Realisasi Anggaran
Laporan Realisasi Anggaran adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.
b. Neraca Pemerintah
Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah yaitu aset, utang dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.
c. Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas adalah laporan yang menyajikan informasi arus masuk dan keluar kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset non keuangan, pembiayaan, dan non anggaran.Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat merupakan konsolidasi Laporan Arus Kas. dari seluruh Kanwil Ditjen PBN.
d. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan adalah laporan yang menyajikan penjelasan rinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas dalam rangka pengungkapan yang memadai.
4. Ruang Lingkup SAPP
Sistem akuntansi ini berlaku untuk seluruh unit organisasi Pemerintah Pusat dan unit akuntansi pada Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan/atau Tugas Pembantuan serta pelaksanaan Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan.
Tidak termasuk dalam ruang lingkup Peraturan Menteri Keuangan ini adalah :
1. Pemerintah Daerah (sumber dananya berasal dari APBD)
2. Badan Usaha Milik Negara / Badan Usaha Milik Daerah yang terdiri dari :
a. Perusahaan Perseroan, dan
b. Perusahaan Umum.
3. Bank Pemerintah dan Lembaga Keuangan Milik Pemerintah.
Dalam Modul ini, ruang lingkup pembahasan hanya mengenai Sistem Akuntansi Keuangan yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara/Lembaga.
B. Sistem Akuntansi Keuangan
Sistem Akuntansi Keuangan merupakan bagian SAI yang digunakan untuk memproses transaksi anggaran dan realisasinya, sehingga menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran.
SAK dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga. Berdasarkan PMK Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Perdirjen Nomor Per 24/PB/2006 tentang Pelaksanaan Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan SAK kementerian negara/lembaga membentuk dan menunjuk unit akuntansi di dalam organisasinya, yang terdiri dari :
• UAPA pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga;
• UAPPA-E1 pada tingkat Eselon I;
• UAPPA-W pada tingkat wilayah;
• UAKPA pada tingkat satuan kerja.
Peraga 1. Skema Sistem Akuntansi Instansi
Unit-unit akuntansi instansi tersebut melaksanakan fungsi akuntansi dan pelaporan keuangan atas pelaksanaan anggaran sesuai dengan tingkat organisasinya. Laporan keuangan yang dihasilkan merupakan bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran oleh unit-unit akuntansi, baik sebagai entitas akuntansi maupun entitas pelaporan. Laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang dihasilkan unit akuntansi instansi tersebut terdiri dari:
a. Laporan Realisasi Anggaran
Laporan Realisasi Anggaran menyajikan informasi realisasi pendapatan dan belanja, yang masing-masing dibandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.
b. Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas akuntansi dan entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, ekuitas dana per tanggal tertentu.
c. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan, daftar rinci, dan analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca.
Kementerian negara/lembaga yang menggunakan Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan, disamping wajib menyusun laporan keuangan atas bagian anggarannya sendiri, juga wajib menyusun Laporan Keuangan Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan secara terpisah.
Atas Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang dilimpahkan/dialokasikan oleh kementerian negara/lembaga kepada pemerintah daerah, laporan keuangannya merupakan satu kesatuan/tidak terpisah dari laporan keuangan kementerian negara/lembaga.
Data akuntansi dan laporan keuangan secara berkala disampaikan kepada unit akuntansi di atasnya (asas desentralisasi). Data akuntansi dan laporan keuangan dimaksud dihasilkan oleh sistem akuntansi keuangan (SAK) dan sistem akuntansi barang milik negara (SIMAK-BMN) yang dikompilasi.
D. Rekonsiliasi
Rekonsiliasi adalah proses pencocokan informasi berupa laporan keuangan yang dihasilkan dari dokumen yang sama yang diproses oleh dua unit pemroses data yang berbeda. Unit pemroses tersebut adalah Menteri Keuangan yang bertindak selaku Chief Financial Officer (CFO) dengan Kementerian Negara/Lembaga sebagai Chief Operation Officer (COO). Berdasarkan PMK Nomor 171/PMK.06/2007 rekonsiliasi dilakukan terhadap data keuangan dan data BMN. Proses rekonsiliasi untuk data keuangan dimulai pada level unit akuntansi terbawah yaitu satuan kerja sampai dengan level akuntansi teratas yaitu tingkat Kementerian Negara/Lembaga.
Rekonsiliasi data Keuangan. Proses rekonsiliasi data keuangan ini diwajibkan terhadap semua level akuntansi untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dihasilkan oleh CFO dan COO menghasilkan angka yang sama. Terhadap COO yang tidak melakukan rekonsiliasi dengan CFO dapat dikenakan sanksi. Ketentuan sanksi ini dimulai pada level satuan kerja.
Proses rekonsiliasi untuk data keuangan sudah dilakukan sejak diterbitkan PMK Nomor 59/PMK.05/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. Rekonsiliasi mulai dilakukan antara satuan kerja (UAKPA) dengan KPPN. Sejak dimulainya proses rekonsilasi ditingkat satker, perkembangan ketaatan satuan kerja menyusun laporan keuangan meningkat cukup tajam. Sehingga dapat dikatakan hampir seluruh satuan kerja sudah menyusun laporan keuangan dengan tingkat kesempurnaan yang berbeda-beda. Diharapkan dengan berjalannya waktu laporan keuangan yang dihasilkan akan lebih sempurna.
Ketentuan Sanksi
• Bagi Satuan kerja yang tidak melakukan rekonsiliasi dengan KPPN akan dikenakan sanksi berupa penundaan pencairan dana atas SPM – UP dan SPM-LS Bendahara. Laporan Keuangan yang direkonsiliasi berupa LRA Belanja, LRA Pendapatan, dan Neraca.
• Pada tingkat Wilayah, UAPPA-W yang tidak melaksanakan rekonsiliasi data dengan Kantor Wilayah Dirjen Perbendaharaan c.q Bidang Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (Bidang Aklap) dapat dikenakan sanksi yang akan ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan.
• Untuk Level UAPPA-E1 dan UAPA belum diatur sanksi terhadap kelalaian melakukan rekonsiliasi dengan pihak CFO.
Rekonsiliasi data BMN. Rekonsiliasi data BMN ditetapkan dalam PMK Nomor 171/PMK.05/2007. Rekonsiliasi dilakukan antara Kementerian Negara/Lembaga dengan Menteri Keuangan. Demikian juga rekonsiliasi dilakukan antara Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara baik ditingkat satuan kerja (KPPN dengan KPKNL), tingkat wilayah (Kanwil DJPBN dengan Kanwil DJKN) dan tingkat Pusat (Kantor Pusat DJPBN dengan Kantor Pusat DJKN).
Rekonsiliasi yang dilakukan antara satuan kerja dengan KPPN terkait dengan BMN adalah memastikan bahwa nilai aset yang tercantum dalam neraca sudah sesuai dengan rincian aset yang dibukukan dalam SIMAK-BMN. KPPN juga harus memiliki saldo awal aset seluruh satker yang berada diwilayah kerjanya. Sehingga setiap mutasi perubahan BMN pada satker juga dicatat oleh KPPN. KPPN juga harus secara cermat menganalisa realisasi Belanja Modal yang telah dilakukan satuan kerja terkait dengan jumlah kenaikan saldo BMN pada Neraca.
Satuan kerja (UAKPB) setiap semester melakukan rekonsiliasi dan pemuktahiran data BMN dengan KPKNL selaku kuasa Pengelola Barang. KPKNL harus memonitor perkembangan BMN dan menjaga saldo awal BMN yang telah ditetapkan tidak mengalami perubahan. KPKNL akan meneruskan perolehan data BMN ini kepada Kanwil DJKN sebagai bahan menyusun laporan BMN tingkat Wilayah.
Rekonsiliasi antara KPPN dengan KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) dilakukan setiap semester dan tahunan untuk memastikan bahwa laporan BMN yang disampaikan oleh satuan kerja sudah sesuai dengan nilai BMN pada laporan Neraca.
E. Dekonsentrasi
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah pusat melalui kementerian negara/lembaga kepada gubernur selaku wakil pemerintah. Dana Dekonsentrasi merupakan dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. Dana Dekonsentrasi merupakan bagian dari anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja kementerian negara/lembaga dan dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan Gubernur. Gubernur memberitahukan kepada DPRD tentang kegiatan Dekonsentrasi.
1. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Dekonsentrasi
a. Penganggaran Pelaksanaan Dekonsentrasi
1. Penganggaran pelaksanaan Dekonsentrasi dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN. Ketentuan lebih lanjut ditetapkan dengan keputusan Kenteri Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan Menteri teknis terkait.
Dalam pelaksanaan dekonsentrasi, Gubernur wajib mengusulkan daftar SKPD yang mendapatkan alokasi dana dekonsentrasi kepada kementerian negara/lembaga yang memberikan alokasi dana, untuk ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang. Apabila Gubernur tidak menyampaikan usulan daftar SKPD, kementerian negara/lembaga dapat meninjau kembali pengalokasian dana dekonsentrasi.
2. Anggaran pelaksanaan Dekonsentrasi merupakan bagian dari anggaran Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bersangkutan.
b. Penyaluran Dana dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Dekonsentrasi
1. Penyaluran dana pelaksanaan Dekonsentrasi dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku bagi APBN, ketentuan lebih lanjut ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
2. Dalam hal pelaksanaan Dekonsentrasi menghasilkan penerimaan, maka penerimaan tersebut merupakan penerimaan APBN. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemungutan dan penyetoran penerimaan disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi APBN.
3. Semua kegiatan pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh Gubernur dalam pelaksanaan Dekonsentrasi diselenggarakan secara terpisah dari kegiatan pengelolaan keuangan untuk pelaksanaan Desentralisasi dan Tugas Pembantuan.
4. Tata cara pelaksanaan kegiatan pengelolaan keuangan oleh Gubernur dalam pelaksanaan Dekonsentrasi mengacu kepada peraturan perundang-undangan tentang tata cara pelaksanaan kegiatan pengelolaan keuangan APBN yang berlaku.
5. Dalam hal terdapat saldo anggaran pelaksanaan Dekonsentrasi, maka saldo tersebut disetor ke Kas Negara.
6. Gubernur menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan atas pelaksanaan Dekonsentrasi kepada Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bersangkutan.
c. Pelaporan Pelaksanaan Dekonsentrasi
1. Pelaporan pelaksanaan Dekonsentrasi dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN.
2. Ketentuan lebih lanjut pelaporan pelaksanaan Dekonsentrasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan memperhatikan pertim-bangan Menteri teknis terkait.
3. Berdasarkan PMK Nomor 171/PMK.05/2007, SKPD yang mendapatkan Dana Dekonsentrasi merupakan UAKPA/UAKPB Dekonsentrasi dengan penanggungjawabnya adalah Kepala SKPD, sedangkan Propinsi yang menerima pelimpahan wewenang dekonsentrasi merupakan Koordinator UAPPA-W/UAPPB-W Dekonsentrasi dengan penanggungjawabnya adalah Gubernur. Yang bertidak selaku UAPPA-W Dekonsentrai adalah Kepala Dinas Propinsi.
F. Dana Tugas Pembantuan
Dana Tugas Pembantuan merupakan dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. Dana Tugas Pembantuan merupakan bagian dari anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja kementerian negara/lembaga dan dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan oleh Gubernur, Bupati, atau Walikota. Tugas Pembantuan adalah penugasan pemerintah kepada daerah dan/atau desa atau sebutan lain, dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
Dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan, Kepala Daerah wajib mengusulkan daftar SKPD yang mendapatkan alokasi dana Tugas Pembantuan kepada kementerian negara/lembaga yang memberikan alokasi dana, untuk ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang. Apabila Kepala Daerah tidak menyampaikan usulan daftar SKPD, kementerian negara/lembaga dapat meninjau kembali pengalokasian Dana Tugas Pembantuan. Pemerintah Daerah memberitahukan adanya Tugas Pembantuan kepada DPRD.
1. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Tugas Pembantuan
a. Penganggaran Pelaksanaan Tugas Pembantuan
1. Penganggaran pelaksanaan Tugas Pembantuan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN. Ketentuan lebih lanjut ditetapkan dengan keputusan Kenteri Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan Menteri teknis terkait
2. Anggaran pelaksanaan Tugas Pembantuan merupakan bagian dari anggaran Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen yang menugaskannya.
b. Penyaluran Dana dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan
Tugas Pembantuan
1. Penyaluran dana pelaksanaan Tugas Pembantuan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyaluran dana ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
2. Dalam hal pelaksanaan Tugas Pembantuan menghasilkan penerimaan, maka penerimaan tersebut merupakan penerimaan APBN. Ketentuan mengenai pemungutan dan penyetoran penerimaan diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi APBN.
3. Semua kegiatan pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh Daerah dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan diselenggarakan secara terpisah dari kegiatan pengelolaan keuangan untuk pelaksanaan Desentralisasi dan Dekonsentrasi.
4. Tata cara pelaksanaan kegiatan pengelolaan keuangan oleh Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan mengacu kepada peraturan perundang-undangan tentang tata cara pelaksanaan kegiatan pengelolaan keuangan APBN yang berlaku.
5. Dalam hal terdapat saldo anggaran pelaksanaan Tugas Pembantuan, maka saldo tersebut disetor ke Kas Negara.
6. Pemerintah Daerah menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan atas pelaksanaan Tugas Pembantuan kepada Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen yang menugaskannya.
c. Pelaporan Pelaksanaan Tugas Pembantuan
1. Pelaporan pelaksanaan Tugas Pembantuan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan Menteri teknis terkait. Berdasarkan PMK Nomor 172/PMK.05/2007 pasal 27, SKPD yang mendapatkan Dana Tugas Pembantuan merupakan UAKPA/UAKPB Tugas Pembantuan dengan penanggungjawabnya adalah Kepala SKPD, sedangkan provinsi/Kabupaten/kota yang menerima pelimpahan wewenang Dana Tugas Pembantuan merupakan Koordinator UAPPA-W/UAPPB-W Tugas Pembantuan dengan penanggungjawabnya adalah Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota). Sedangkan yang bertindak selaku UAPPA-W Tugas Pembantuan adalah Kepada Dinas provinsi/Kabupaten/kota yang membawahi SKPD penerima dana Tugas Pembantuan
G. Badan Layanan Umum
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja dilingkungan pemerintah. Dengan Pasal 68 dan 69 dari Undang-Undang tersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas. Instansi demikian, dengan sebutan umum sebagai Badan Layanan Umum (BLU), diharapkan menjadi contoh kongkrit yang menonjol dari penerapan manajemen keuangan berbasis pada hasil (kinerja).
Sistem Akuntansi yang diterapkan pada satuan kerja berstatus BLU menggunakan Standar Akuntasi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, akan tetapi untuk tujuan konsolidasi Laporan Keuangan tingkat Kementerian Negara/Lembaga BLU harus menggunakan Standar Akuntasi Pemerintahan.
BLU dapat mengembangkan sistem akuntansi yang mendukung penyusunan laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan dan penyusunan laporan keuangan untuk diintegrasikan dalam laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan.
H. Dokumen Sumber
Dokumen sumber yang digunakan di tingkat satuan kerja adalah :
1. Dokumen penerimaan yang terdiri dari :
• Estimasi Pendapatan yang dialokasikan: (DIPA PNBP, tidak termasuk estimasi Pengembalian Belanja dan Pembetulan Pembukuan);
• Realisasi Pendapatan: BPN (Bukti Penerimaan Negara) yang didukung oleh dokumen penerimaan seperti SSBP, SSPB, SSP, SSBC, dokumen lain yang dipersamakan.
2. Dokumen pengeluaran yang terdiri dari :
• Alokasi Anggaran DIPA, SKO dan dokumen lain yang dipersamakan;
• Realisasi Pengeluaran : SPM dan SP2D, dan dokumen lain yang dipersamakan.
3. Dokumen Piutang.
4. Dokumen Persediaan.
5. Dokumen Konstruksi dalam Pengerjaan.
6. Dokumen lainnya.
I. Surat Kuasa Pengguna Anggaran (SKPA)
Selain DIPA, dokumen lain yang dapat digunakan dalam pelaksanaan anggaran pada satuan kerja adalah Surat Kuasa Penggunaan Anggaran (SKPA).
1. Definisi
Pola SKPA dengan sistem ini diperuntukkan bagi Departemen/lembaga yang melaksanakan SKPA dalam satu unit organisasi terhadap unit vertikal dibawahnya
2. Pelaksanaan
• SKPA menambah Pagu DIPA Satuan Kerja penerima SKPA, dan mengurangi Pagu DIPA Satuan Kerja Pemberi SKPA
• KPPN dalam hal ini hanya melakukan pengurangan Pagu anggaran untuk kegiatan yang di SKPAkan oleh Satker pemberi SKPA sebesar anggaran yang di SKPA-kan
• KPPN penerima SKPA menambah Pagu anggaran Satker Penerima untuk kegiatan yang di SKPAkan dan wajib memonitor laporan realisasi SKPA (SPM, dan SP2D) yang dilaksanakan oleh Satker Penerima SKPA
• SPM yang diterbitkan oleh KPA penerima SKPA menggunakan kode Satker Penerima SKPA, sehingga tanggungjawab pelaksanaan anggaran dan penyusunan Laporan Keuangan dilaksanakan oleh KPA penerima SKPA
• SKPA menjadi dasar untuk Revisi alokasi anggaran.
BAB II
N E R A C A
Neraca adalah salah satu komponen laporan keuangan yang menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan pada tanggal tertentu. Yang dimaksud dengan posisi keuangan adalah posisi aset, kewajiban dan ekuitas dana.
Aset adalah sumber daya yang dapat memberikan manfaat ekonomi dan/atau sosial yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah dan dapat diukur dalam satuan uang.
Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah.
Ekuitas dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah.
Neraca mencerminkan persamaan akuntansi yang biasa dikenal yaitu:
Aset = Kewajiban + Ekuitas Dana
Ekuitas pemerintah disebut ekuitas dana. Ekuitas dana pemerintah merupakan selisih aset dengan kewajiban, sehingga persamaan akuntansinya menjadi:
Aset – Kewajiban = Ekuitas Dana
Akun-akun neraca dikembangkan secara berpasangan. Akun-akun aset dan kewajiban berpasangan dengan akun-akun yang ada dalam ekuitas dana. Contohnya Piutang berpasangan dengan Cadangan Piutang, Aset Tetap berpasangan dengan Diinvestasikan Dalam Aset Tetap.
A. Struktur Neraca.
B. Neraca menyajikan menyajikan posisi aset, kewajiban dan ekuitas dana. Aset diklasifikasikan menjadi aset lancar dan aset nonlancar. Aset lancar sendiri terdiri dari kas atau aset lainnya yang dapat diuangkan atau dapat dipakai habis dalam waktu 12 bulan mendatang. Aset nonlancar terdiri dari investasi jangka panjang, aset tetap dan aset lainnya.
Kewajiban dikelompokkan ke dalam kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang. Kewajiban jangka pendek adalah kewajiban yang akan jatuh tempo dalam waktu kurang dari atau sama dengan 12 bulan setelah tanggal pelaporan, sedangkan kewajiban jangka panjang akan jatuh tempo dalan jangka waktu lebih dari 12 bulan.
Sedangkan ekuitas dana diklasifikasikan menjadi ekuitas dana lancar dan ekuitas dana investasi.
NERACA
TINGKATKEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
PER 31 DESEMBER 200X
ASET
ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Penerimaan
Kas di BLU
Piutang
Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran
Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi
Piutang Lainnya
Persediaan
Uang Muka Belanja
Belanja yang Dibayar Dimuka
INVESTASI JANGKA PANJANG
Investasi Nonpermanen
Dana Bergulir
ASET TETAP
Tanah
Peralatan dan Mesin
Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Aset Tetap Lainnya
Konstruksi Dalam Pengerjaan
ASET LAINNYA
Tagihan Penjualan Angsuran
Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi
Kemitraan Dengan Pihak Ketiga
Aset Tak Berwujud
Aset Lain-lain
KEWAJIBAN
KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
Uang Muka dari Rekening Khusus
Uang Muka dari BUN
Uang Muka dari KPPN
Pendapatan yang Ditangguhkan
Belanja yang Masih Harus Dibayar
EKUITAS DANA
EKUITAS DANA LANCAR
Cadangan Piutang
Cadangan Pesediaan
Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek
Saldo Dana Lancar
EKUITAS DANA INVESTASI
Diinvestasikan Dalam Investasi Jangka Panjang
Diinvestasikan Dalam Aset Tetap
Diinvestasikan Dalam Aset Lainnya
B. Aset Lancar
Aset adalah sumber daya ekonmi yang dikuasi dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang.
Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar apabila :
• diharapkan segera dapat direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam waktu dua belas bulan sejak tanggal pelaporan, atau
• berupa kas atau setara kas
1. Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Pengeluaran merupakan kas yang dikuasi, dikelola, dan di bawah tanggung jawab Bendahara Pengeluaran yang berasal dari sisa Uang Persediaan (UP) yang belum dipertanggungjawabkan atau disetorkan kembali ke Kas Negara per tanggal neraca. Kas di Bendahara Pengeluaran mencakup seluruh saldo rekening bendahara pengeluaran, uang logam, uang kertas dan lain-lain kas termasuk bukti pengeluaran yang belum dipertanggungjawabkan yang sumbernya berasal dari dana kas kecil UP yang belum disetor kembali ke Kas Negara per tanggal neraca. Apabila terdapat bukti-bukti pengeluaran yang belum dipertanggungjawabkab, maka hal ini harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Kas di Bendahara Pengeluaran disajikan sebesar nilai rupiahnya. Apabila terdapat kas dalam valuta asing dikonversi menjadi rupiah menggunakan kurs tengah bank sentral/ Bank Indonesia pada tanggal neraca.
Jurnal untuk mencatat Kas di Bendahara Pengeluaran adalah sebagai berikut:
Kas di Bendahara Pengeluaran xxx
Uang Muka dari Kas Umum Negara xxx
2. Kas di Bendahara Penerimaan.
Kas di Bendahara Penerimaan mencakup seluruh kas, baik itu saldo rekening di bank maupun saldo uang tunai, yang berada di bawah tanggung jawab bendahara penerimaan yang sumbernya berasal dari pelaksanaan tugas pemerintahan (penerimaan Negara Bukan Pajak). Saldo kas ini mencerminkan saldo yang berasal dari pungutan yang sudah diterima oleh bendahara penerimaan selaku wajib pungut yang belum disetorkan ke kas negara. Akun Kas di Bendahara Penerimaan yang disajikan dalam neraca harus mencerminkan kas yang benar-benar ada pada tanggal neraca. Kas di Bendahara Penerimaan disajikan sebesar nilai rupiahnya. Apabila terdapat kas dalam valuta asing dikonversi menjadi rupiah menggunakan kurs tengah bank sentral/Bank Indonesia pada tanggal neraca.
Saldo Kas di Bendahara Penerimaan diperoleh dari Laporan Keadaan Kas (LKK) bendahara penerimaan yan dilampiri bukti penerimaan kas dari wajib pungut. Menurut peraturan perundangan yang berlaku, pada akhir tahun tidak boleh ada kas di bendahara penerimaan, tetapi apabila memang ada harus dilaporkan dalam neraca.
Jurnal untuk mencatat Kas di Bendahara Penerimaan adalah sebagai berikut:
Kas di Bendahara Penerimaan xxx
Pendapatan yang Ditangguhkan xxx
3. Kas di BLU
Kas di BLU merupakan saldo kas yang berada pada BLU yang dipergunakan untuk mebiayai kegiatan operasional BLU. Perkiraan Kas di BLU dihasilkan dari selisih pendapatan BLU yang diterima secara tunai dengan belanja BLU yang dibayarkan secara tunai. BLU dapat melakukan belanja-belanja dari Pendapatan yang diterima atas hasil penjualan barang atau penyerahan jasa kepada masyarakat tanpa harus terlebih dahulu disetor ke kas negara.
4. Piutang
Piutang adalah hak pemerintah untuk menerima pembayaran dari entitas lain termasuk wajib pajak/bayar. Piutang dikelompokkan menjadi Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran, Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi, Piutang Pajak, Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Piutang Bukan Pajak Lainnya, dan piutang Lainnya.
5. Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran
Pemerintah seringkali melakukan penjualan aset tetap yang tidak dipisahkan pengelolaannya, misalnya lelang kendaraan roda empat atau penjualan angsuran rumah dinas. Biasanya penjualan dilakukan kepada pegawai dengan cara mengangsur. Penjualan aset yang tidak dipisahkan pengelolaannyadan biasanya diangsur lebih dari dua belas bulan disebut sebagai Tagihan Penjualan Angsuran. Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran merupakan reklasifikasi tagihan penjualan angsuran jangka panjang ke dalam piutang jangka pendek. Reklasifikasi in dilakukan karena adanya tagihan angsuran jangka panjang yang jatuh tempo pada satu tahun berikutnya sesudah tanggal neraca. Reklasifikasi ini mengurangi akun Tagihan Penjualan Angsuran. Seluruh tagihan penjualan angsuran yang jatuh tempo dalam kurun waktu satu tahun atau kurang diakui sebagai Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran. Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran dicatat sebesar nilai nominal yaitu sejumlah tagihan penjualan angsuran yang harus diterima dalam waktu satu tahun.
Untuk mendapatkan saldo Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran, perlu dihitung berapa bagian dari Tagihan Penjualan Angsuran yang akan jatuh tempo dalam tahun depan.
Jurnal untuk mencatat Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran adalah sebagai berikut:
Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran xxx
Cadangan Piutang xxx
6. Bagian Lancar Tuntutan Perbandaharaan/Tuntutan Ganti Rugi
Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pihak lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau lalai yang mengakibatkan kerugian keuangan negara, wajib mengganti kerugian tersebut. Kewajiban untuk mengganti kerugian yang dikenakan kepada bendahara dikenal dengan istilah Tuntutan Perbendaharaan (TP), dan kewajiban untuk mengganti kerugian yang dikenakan kepada non bendahara dikenal dengan istilah Tuntutan Ganti Rugi (TGR). Biasanya TP/TGR ini diselesaikan pembayarannya selambat-lambatnya dua puluh empat bulan (dua tahun) sehingga di neraca termasuk dalan ASET LAINNYA.
Bagian Lancar TP/TGR merupakan reklasifikasi aset yang berupa TP/TGR ke dalam aset lancar disebabkan adanya TP/TGr jangka panjang yang jatuh tempo tahun berikutnya. Reklasifikasi ini dilakukan hanya untuk tujuan penyusunan neraca karena penerimaan kembali TP/TGR akan mengurangi akun Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi bukan Akun Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi. Bagian lancar Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi dicatat sebesar nilai nominal yaitu sejumlah rupiah Tuntutan Ganti Rugi yang akan diterima dalam waktu satu tahun.
Jurnal untuk mencatat saldo Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi adalah sebagai berikut:
Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi xxx
Cadangan Piutang xxx
7. Piutang Pajak
Basis kas menuju akrual menghendaki adanya pengakuan akun-akun akrual antara lain utang dan piutang. Oleh karena itu, Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang sampai pada tanggal neraca belum dibayar oleh wajib pajak harus dilaporkan sebagai Piutang Pajak dalam neraca.
Piutang Pajak dicatat sebesar nilai nominal seluruh SKP yang belum dibayar oleh wajib pajak pada tanggal neraca.
Jurnal untuk mencatat saldo Piutang Pajak adalah sebagai berikut:
Piutang Pajak xxx
Cadangan Piutang xxx
Jenis-jenis piutang pajak dan bea dan cukai antara lain :
Kode Perk. Uraian
113111 Piutang PPh Minyak Bumi
113112 Piutang PPh Gas Alam
113119 Piutang PPh Migas Lainnya
113114
113121 Piutang PPh Pasal 21
113122 Piutang PPh Pasal 22
113123 Piutang PPh Pasal 22 Impor
113124 Piutang PPh Pasal 23
113125 Piutang PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi
113126 Piutang PPh Pasal 25/29 Badan
113127 Piutang PPh Pasal 26
113128 Piutang PPh Final dan Fiskal Luar Negeri
113129 Piutang PPh Fiskal Luar Negeri
113131 Piutang PPN Dalam Negeri
113132 Piutang PPN Impor
113139 Piutang PPN Lainnya
113141 Piutang PPnBM dalam Negeri
113142 Piutang PPnBM Impor
113149 Piutang PPnBM Lainnya
113151 Piutang PBB Pedesaan
113152 Piutang PBB Perkotaan
113153 Piutang PBB Perkebunan
113154 Piutang PBB Kehutanan
113155 Piutang PBB Pertambangan
113156 Piutang BPHTB
113159 Piutang PBB Lainnya
113161 Piutang Cukai Hasil Tembakau
113162 Piutang Cukai Ethyl Alkohol
113163 Piutang Cukai Minuman mengandung Ethyl Alkohol
113164 Piutang Pendapatan Denda Administrasi Cukai
113166 Piutang Bea Meterai
113169 Piutang Pendapatan Cukai Lainnya
113171 Piutang Pendapatan dari Penjualan Benda Materai
113172 Piutang Pajak Tidak Langsung Lainnya
113173 Piutang Bunga Penagihan PPh
113174 Piutang Bunga Penagihan PPN
113175 Piutang Bunga Penagihan PPnBM
113176 Piutang Bunga Penagihan PTLL
113181 Piutang Bea masuk
113182 Piutang Bea Masuk ditanggung Pemerintah atas Hibah (SPM Nihil)
113183 Piutang Pendapatan Denda Administrasi Pabean
113184 Piutang Pendapatan Pabean Lainnya
113185 Piutang Pajak/pungutan ekspor
8. Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Basis kas menuju akrual menghendaki adanya pengakuan akun-akun akrual antara lain utang dan piutang. Oleh sebab itu, Surat Penagihan (SPN)dan/atau Surat Pemindahan Penagihan Piutang Negara (SP3N) PNBP yang sampai pada tanggal neraca belum dibayar oleh wajib bayar harus dilaporkan di neraca sebagai Piutang PNBP. Piutang PNBP dicatat sebesar nilai nominal seluruh tagihan yan belum dibayar oleh wajib bayar pada tanggal neraca.
Jurnal untuk mencatat saldo Piutang PNBP adalah sebagai berikut:
Piutang PNBP xxx
Cadangan Piutang xxx
Kode Perk. Uraian
113211 Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak
113212 Piutang Lainnya
9. Uang Muka Belanja
Akun Uang Muka Belanja digunakan untuk mencatat transaksi yang berkaitan dengan pemberian uang muka belanja kepada pihak yang akan melaksanakan kewajiban sesuai dengan jenis belanja yang dikeluarkan. Uang Muka Belanja dicatat sebesar nilai nominal yaitu sebesar nilai rupiah yang telah dilunasi.
Jurnal untuk mencatat Piutang Lainnya adalah sebagai berikut:
Uang Muka Belanja xxx
Cadangan Piutang xxx
10. Persediaan
Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan (supplies) yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Persediaan dicatat sebesar biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian, biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri dan nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan.
Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk digunakan, misalnya barang habis pakai seperti alat tulis kantor, barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti komponen bekas.
Persediaan dapat meliputi barang konsumsi, amunisi, bahan untuk pemeliharaan, suku cadang, persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga, pita cukai dan leges, bahan baku, barang dalam proses/setengah jadi, tanah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.
Persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga antara lain berupa cadangan energi (misalnya minyak) atau cadangan pangan (misalnya beras).
Jurnal untuk mencatat Persediaan adalah ebagai berikut:
Persediaan xxx
Cadangan Persediaan xxx
Persediaan diakui pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah. Pada akhir periode akuntansi, persediaan dicatat berdasarkan hasil inventarisasi fisik.
Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki dan akan dipakai dalam pekerjaan pembangunan fisik yang dikerjakan secara swakelola, dimasukkan sebagai perkiraan aset untuk kontruksi dalam pengerjaan, dan tidak dimasukkan sebagai persediaan.
Persediaan disajikan sebesar:
(1) Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian. Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang serupa mengurangi biaya perolehan. Nilai pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan yang terakhir diperoleh.
(2) Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri. Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya overhead tetap dan variabel yang dialokasikan secara sistematis, yang terjadi dalam proses konversi bahan menjadi persediaan.
(3) Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan.
Persediaan disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam catatan atas laporan keuangan harus diungkapkan pula:
1. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan;
2. Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan yang digunakan dalam pelayanan masyarakat, barang atau perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang masih dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat
3. Kondisi persediaan;
4. Hal-hal lain yang perlu diungkapkan berkaitan dengan persediaan, misalnya persediaan yang diperoleh melalui hibah atau rampasan.
5. Persediaan dengan kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam neraca, tetapi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Daftar perkiraan persediaan sebagaimana pada tabel di bawah ini
Kode Perk. Neraca Uraian Kode Perk. SABMN Uraian
1151 Persediaan 4 Persediaan
11511 Persediaan untuk Bahan Operasional
115111 Barang Konsumsi 4.01.03.01 Alat Tulis Kantor
4.01.03.02 Kertas dan Cover
4.01.03.03 Bahan Cetak
4.01.03.04 Bahan Komputer
4.01.03.06 Alat Listrik
115112 Amunisi 4.01.01.03 Bahan Peledak
115113 Bahan untuk Pemeliharaan 4.01.03.05 Perabot Kantor
115114 Suku Cadang 4.01.02.00 Suku Cadang
11512 Persediaan untuk dijual/diserahkan kepada Masyarakat
115121 Pita Cukai, Materai dan Leges
115122 Tanah Bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada Masyarakat
115123 Hewan dan Tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada Masyarakat
11513 Persediaan Bahan untuk Proses Produksi
115131 Bahan Baku 4.01.01.01 Bahan Bangunan dan Konstruksi
4.01.01.02 Bahan Kimia
4.01.01.04 Bahan Bakar dan Pelumas
4.01.01.05 Bahan Baku
4.01.01.06 Bahan Kimia Nuklir
115132 Barang dalam Proses Belum diatur dalam SK Menkeu No.18/KMK.018/1999
11519 Persediaan Bahan Lainnya
115191 Persediaan untuk tujuan strategis/ berjaga-jaga
115192 Persediaan Barang Hasil Sitaan
115192 Persediaan Lainnya 4.02.01.00 Komponen
4.02.02.00 Pipa
4.03.01.00 Komponen Bekas dan Pipa Bekas
C. Investasi Jangka Panjang
Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih dari dua belas bulan. Investasi jangka panjang dibagi menurut sifat penanaman investasinya, yaitu nonpermanen dan permanen.
Investasi nonpermanen adal investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. Investasi jenis ini diharapkan akan berakhir dalam jangka waktu tertentu seperti investasi dalam bentuk dana bergulir.
1. Dana Bergulir
Dana bergulir adalah dana yang dipinjamkan kepada sekelompok masyarakat, perusahaan negara/daerah, untuk ditarik kembali setelah jangka waktu tertentu, dan kemudian disalurkan kembali.
Nilai investasi dalam bentuk dana bergulir dinilai sejumlah nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value), yaitu sebesar nilai kas yang dipegang unit pengelola ditambah jumlah yang diharapkan dapat tertagih.
Dana bergulir dapat diperoleh pada unit yang diserahi tugas untuk menyalurkannya. Unit penyalur dana bergulir antara lain adalah Departemen Keuangan, Kementerian Negara Koperasi dan UKM.
Jurnal untuk mencatat Dana Bergulir adalah sebagai berikut:
Dana Bergulir xxx
Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang xxx
D. Aset Tetap
Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
Aset tetap terdiri dari:
1. Tanah;
2. Peralatan dan Mesin;
3. Gedung dan Bangunan;
4. Jalan, Irigasi, dan Jaringan;
5. Aset Tetap Lainnya;
6. Konstruksi Dalam Pengerjaan.
Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai ast tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.
1. Tanah
Tanah yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah tanah yang dimiliki atau diperoleh dengan maksud untuk digunakan dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap digunakan. Tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh instansi pemerintah di luar negeri, misalnya tanah yang digunakan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, hanya diakui bila kepemilikan tersebut berdasarkan isi perjanjian penguasaan dan hukum serta perundang-undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik Indonesia berada bersifat permanen.
a. Pengakuan
Kepemilikan atas Tanah ditunjukkan dengan adanya bukti bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum seperti sertifikat tanah. Apabila perolehan tanah belum didukung dengan bukti secara hukum maka tanah tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaannya telah berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas sertifikat tanah atas nama pemilik sebelumnya.
b. Pengukuran
Tanah dinilai dengan biaya perolehan. Biaya perolehan mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan, pengukuran, penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan sampai tanah tersebut siap pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang terletak pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua tersebut dimaksudkan untuk dimusnahkan.
Apabila penilaian tanah dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai tanah didasarkan pada nilai wajar/harga taksiran pada saat perolehan.
c. Pengungkapan
Tanah disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam catatan atas laporan keuangan harus diungkapkan pula:
1. Dasar penilaian yang digunakan
2. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode menurut jenis tanah yang menunjukkan:
• Penambahan;
• Pelepasan;
• Mutasi Tanah lainnya.
Jurnal untuk mencatat Tanah adalah sebagai berikut:
Tanah xxx
Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx
2. Gedung dan Bagunan
Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang dibeli atau dibangun dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. Termasuk dalam kategori Gedung dan Bangunan adalah BMN yang berupa Bangunan Gedung, Monumen, Bangunan Menara, Rambu-rambu, serta Tugu Titik Kontrol.
a. Pengakuan
Gedung dan Bangunan yang diperoleh bukan dari donasi diakui pada periode akuntansi ketika asset tersebut siap digunakan berdasarkan jumlah belanja modal yang diakui untuk aset tersebut.
Gedung dan Bangunan yang diperoleh dari donasi diakui pada saat Gedung dan Bangunan tersebut diterima dan hak kepemilikannya berpindah.
Pengakuan atas Gedung dan Bangunan ditentukan jenis transaksinya meliputi: penambahan, pengembangan, dan pengurangan. Penambahan adalah peningkatan nilai Gedung dan Bangunan yang disebabkan pengadaan baru, diperluas atau diperbesar. Biaya penambahan dikapitalisasi dan ditambahkan pada harga perolehan Gedung dan Bangunan tersebut.
Pengembangan adalah peningkatan nilai Gedung dan Bangunan karena peningkatan manfaat yang berakibat pada: durasi masa manfaat, peningkatan efisiensiensi dan penurunan biaya pengoperasian.
Pengurangan adalah penurunan nilai Gedung dan Bangunan dikarenakan berkurangnya kuantitas aset tersebut.
b. Pengukuran
Gedung dan Bangunan dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian Gedung dan Bangunan dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar/taksiran pada saat perolehan.
Biaya perolehan Gedung dan Bangunan yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut.
Jika Gedung dan Bangunan diperoleh melalui kontrak, biaya perolehan meliputi nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, serta jasa konsultan.
c. Pengungkapan
Gedung dan Bangunan disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya.
Selain itu di dalam catatan atas laporan keuangan diungkapkan pula:
(1) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai.
(2) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
• Penambahan;
• Pengembangan; dan
• Penghapusan;
• Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Gedung dan Bangunan;
Jurnal untuk mencatat Gedung dan Bangunan adalah sebagai berikut:
Gedung dan Bangunan xxx
Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx
3. Peralatan dan Mesin
Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor, alat elektronik, dan seluruh inventaris kantor yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai. Wujud fisik Peralatan dan Mesin bisa meliputi: Alat Besar, Alat Angkutan, Alat Bengkel dan Alat Ukur, Alat Pertanian, Alat Kantor dan Rumah Tangga, Alat Studio, Komunikasi dan Pemancar, Alat Kedokteran dan Kesehatan, Alat Laboratorium, Alat Persenjataan, Komputer, Alat Eksplorasi, Alat Pemboran, Alat Produksi, Pengolahan dan Pemurnian, Alat Bantu Eksplorasi, Alat Keselamatan Kerja, Alat Peraga, serta Unit Proses/Produksi.
a. Pengakuan.
Peralatan dan Mesin yang diperoleh bukan dari donasi diakui pada periode akuntansi ketika aset tersebut siap digunakan berdasarkan jumlah belanja modal yang diakui untuk aset tersebut.
Peralatan dan Mesin yang diperoleh dari donasi diakui pada saat Peralatan dan Mesin tersebut diterima dan hak kepemilikannya berpindah.
Pengakuan atas Peralatan dan Mesin ditentukan jenis transaksinya meliputi: penambahan, pengembangan, dan pengurangan. Penambahan adalah peningkatan nilai Peralatan dan Mesin yang disebabkan pengadaan baru, diperluas atau diperbesar. Biaya penambahan dikapitalisasi dan ditambahkan pada harga perolehan Peralatan dan Mesin tersebut.
Pengembangan adalah peningkatan nilai Peralatan dan Mesin karena peningkatan manfaat yang berakibat pada: durasi masa manfaat, peningkatan efisiensiensi dan penurunan biaya pengoperasian.
Pengurangan adalah penurunan nilai Peralatan dan Mesin dikarenakan berkurangnya kuantitas aset tersebut.
b. Pengukuran
Biaya perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah pengeluaran yang telah dilakukan untuk memperoleh peralatan dan mesin tersebut sampai siap pakai. Biaya perolehan atas Peralatan dan Mesin yang berasal dari pembelian meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan.
Biaya perolehan Peralatan dan Mesin yang diperoleh melalui kontrak meliputi nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan dan jasa konsultan.
Biaya perolehan Peralatan dan Mesin yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan Peralatan dan Mesin tersebut.
c. Pengungkapan
Peralatan dan Mesin disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam catatan atas laporan keuangan diungkapkan pula:
(1) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai.
(2) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
• Penambahan;
• Pengembangan; dan
• Penghapusan;
(3) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Peralatan dan Mesin.
Jurnal untuk mencatat Peralatan dan Mesin adalah sebagai berikut:
Peralatan dan Mesin xxx
Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx
4. Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh pemerintah serta dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. BMN yang termasuk dalam kategori aset ini adalah Jalan dan Jembatan, Bangunan Air, Instalasi, dan Jaringan.
a. Pengakuan
Jalan, Irigasi dan Jaringan yang diperoleh bukan dari donasi diakui pada periode akuntansi ketika aset tersebut siap digunakan berdasarkan jumlah belanja modal yang diakui untuk aset tersebut.
Jalan, Irigasi dan Jaringan yang diperoleh dari donasi diakui pada saat Jalan, Irigasi dan Jaringan tersebut diterima dan hak kepemilikannya berpindah.
Pengakuan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan ditentukan jenis transaksinya meliputi: penambahan, pengembangan, dan pengurangan. Penambahan adalah peningkatan nilai Jalan, Irigasi dan Jaringan yang disebabkan pengadaan baru, diperluas atau diperbesar. Biaya penambahan dikapitalisasi dan ditambahkan pada harga perolehan Jalan, Irigasi dan Jaringan tersebut.
Pengembangan adalah peningkatan nilai Jalan, Irigasi dan Jaringan karena peningkatan manfaat yang berakibat pada: durasi masa manfaat, peningkatan efisiensiensi dan penurunan biaya pengoperasian.
Pengurangan adalah penurunan nilai Jalan, Irigasi dan Jaringan dikarenakan berkurangnya kuantitas aset tersebut.
b. Pengukuran
Biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi, dan jaringan sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai.
Biaya perolehan untuk jalan, irigasi dan jaringan yang diperoleh melalui kontrak meliputi biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, jasa konsultan, biaya pengosongan, dan pembongkaran bangunan lama.
Biaya perolehan untuk jalan, irigasi dan jaringan yang dibangun secara swakelola meliputi biaya langsung dan tidak langsung, yang terdiri dari meliputi biaya bahan baku, tenaga kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, biaya pengosongan dan pembongkaran bangunan lama.
c. Pengungkapan
Jalan, Irigasi dan Jaringan disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam catatan atas laporan keuangan diungkapkan pula:
1. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai.
2. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
• Penambahan;
• Pengembangan; dan
• Penghapusan;
3. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Jalan, Irigasi dan Jaringan.
Jurnal untuk mencatat Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah sebagai berikut:
Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx
Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx
5. Aset Tetap Lainnya
Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok Tanah; Peralatan dan Mesin; Gedung dan Bangunan; Jalan, Irigasi dan Jaringan, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. BMN yang termasuk dalam kategori aset ini adalah Koleksi Perpustakaan/ Buku, Barang Bercorak Kesenian/Kebudayaa/Olah Raga, Hewan, Ikan dan Tanaman.
a. Pengakuan
Aset Tetap Lainnya yang diperoleh bukan dari donasi diakui pada periode akuntansi ketika aset tersebut siap digunakan berdasarkan jumlah belanja modal yang diakui untuk aset tersebut.
Aset Tetap Lainnya yang diperoleh dari donasi diakui pada saat Aset Tetap Lainnya tersebut diterima dan hak kepemilikannya berpindah.
Pengakuan atas Aset Tetap Lainnya ditentukan jenis transaksinya meliputi: penambahan dan pengurangan. Penambahan adalah peningkatan nilai Aset Tetap Lainnya yang disebabkan pengadaan baru, diperluas atau diperbesar. Biaya penambahan dikapitalisasi dan ditambahkan pada harga perolehan Aset Tetap Lainnya tersebut.
Pengurangan adalah penurunan nilai Aset Tetap Lainnya dikarenakan berkurangnya kuantitas asset tersebut.
b. Pengukuran
Biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut sampai siap pakai.
Biaya perolehan aset tetap lainnya yang diperoleh melalui kontrak meliputi pengeluaran nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan, serta biaya perizinan.
Biaya perolehan asset tetap lainnya yang diadakan melalui swakelola meliputi biaya langsung dan tidak langsung, yang terdiri dari biaya bahan baku, tenaga kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, dan jasa konsultan.
c. Pengungkapan
Aset Tetap Lainnya disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam catatan atas laporan keuangan diungkapkan pula:
1. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai.
2. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan Penambahan dan Penghapusan;
3. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Aset Tetap Lainnya.
Jurnal untuk mencatat Aset Tetap Lainnya adalah sebagai berikut:
Aset Tetap Lainnya xxx
Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx
6. Konstruksi Dalam Pengerjaan
Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses pembangunan pada tanggal laporan keuangan. Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu periode waktu tertentu dan belum selesai. Karena Konstruksi Dalam Pengerjaan belum diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 18/KMK.018/1999 tanggal 14 Januari 1999 tentang Klasifikasi dan Kodefikasi Barang Inventaris Milik/Kekayaan Negara, maka Konstruksi Dalam Pengerjaan belum diproses dalam SABMN sehingga langsung dibukukan oleh Unit Akuntansi Keuangan dan hanya disajikan dalam Neraca. Konstruksi Dalam Pengerjaan belum dicatat dalam buku inventaris namun telah tercatat dalam Perkiraan Buku Besar dalam Sistem Akuntansi Pemerintah.
a. Pengakuan
Konstruksi Dalam Pengerjaan merupakan aset yang dimaksudkan untuk digunakan dalam operasional pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat dalam jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan dalam aset tetap.
Suatu aset berwujud harus diakui sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan jika biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal dan masih dalam proses pengerjaan.
Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke aset tetap yang bersangkutan setelah pekerjaan konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya.
b. Pengukuran
Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat sebesar biaya perolehan.
Biaya perolehan konstruksi yang dikerjakan secara swakelola meliputi:
• Biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi yang mencakup biaya pekerja lapangan termasuk penyelia; biaya bahan; pemindahan sarana, peralatan dan bahan-bahan dari dan ke lokasi konstruksi; penyewaan sarana dan peralatan; serta biaya rancangan dan bantuan teknis yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi.
• Biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut mencakup biaya asuransi; Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung berhubungan dengan konstruksi tertentu; dan biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi yang bersangkutan seperti biaya inspeksi.
• Biaya perolehan konstruksi yang dikerjakan kontrak konstruksi meliputi:
• Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan tingkat penyelesaian pekerjaan;
• Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan dengan pelaksanaan kontrak konstruksi.
c. Pengungkapan
Konstruksi dalam pengerjaan disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam catatan atas laporan keuangan diungkapkan pula:
1. Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya;
2. Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaanya;
3. Jumlah biaya yang telah dikeluarkan;
4. Uang muka kerja yang diberikan;
5. Retensi.
Jurnal untuk mencatat Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah sebagai berikut:
Konstruksi Dalam Pengerjaan xxx
Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx
7. Perolehan Secara Gabungan
Biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang diperoleh secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang bersangkutan.
E. Aset Renovasi
Aset Renovasi adalah gedung atau bangunan yang dibangun pada aset tetap yang bukan miliknya. Hal ini dapat terjadi apabila suatu satker melakukan kegiatan membangun suatu bangunan diatas lokasi bangunan yang bukan miliknya. Misalkan Satker Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menempati bangunan milik Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Untuk meningkatkan mutu bangunan dan kenyamanan, BC melakukan renovasi atas bangunan yang memenuhi kriteria kapitalisasi. Atas pengeluaran tersebut, BC harus mencatat sebagai Aset Renovasi. Dengan jurnal sbb :
Aset Renovasi xxxx
Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxxx
F. Aset Bersejarah (Heritage Assets)
Aset bersejarah (heritage assets) tidak disajikan di neraca namun aset tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Contoh dari aset bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala (archaeological sites) seperti candi, dan karya seni (works of art). Karakteristik-karakteristik di bawah ini sering dianggap sebagai ciri khas dari suatu aset bersejarah,
1. Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar;
2. Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat pelepasannya untuk dijual;
3. Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun;
4. Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus dapat mencapai ratusan tahun.
Aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam waktu yang tak terbatas. Aset bersejarah dibuktikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemerintah mungkin mempunyai banyak aset bersejarah yang diperoleh selama bertahun-tahun dan dengan cara perolehan beragam termasuk pembelian, donasi, warisan, rampasan, ataupun sitaan. Aset bersejarah dicatat dalam kuantitasnya tanpa nilai, misalnya jumlah unit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen.
Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi harus dibebankan sebagai belanja tahun terjadinya pengeluaran tersebut. Biaya tersebut termasuk seluruh biaya yang berlangsung untuk menjadikan aset bersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang ada pada periode berjalan.
Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat lainnya kepada pemerintah selain nilai sejarahnya, sebagai contoh bangunan bersejarah digunakan untuk ruang perkantoran. Untuk kasus tersebut, aset ini akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset tetap lainnya.
G. Aset Lainnya
Aset lainnya adalah aset pemerintah selain aset lancar, investasi jangka panjang, aset tetap dan dana cadangan.
Aset lainnya antara lain terdiri dari:
1. Aset Tak Berwujud
2. Tagihan Penjualan Angsuran
3. Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR)
4. Kemitraan dengan Pihak Ketiga
5. Aset Lain-lain
1. Aset Tak Berwujud
Aset Tak berwujud adalah aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual.
Aset tak berwujud meliputi:
1. Software komputer
2. Lisensi dan franchise
3. Hak cipta (copyright), paten, dan hak lainnya
4. Hasil kajian/penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang paten kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu paten yang diberi perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau meperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor (penemu) atas hasil invensi (temuan) di bidang teknologi., yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Hasil kajian/penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang adalah suatu kajian atau penelitian yang memberikan manfaat ekonomis dan/atau sosial di masa yang akan datang yang dapat diidentfikasi sebagai aset. Apabila hasil kajian tidak dapat diidentifikasi dan tidak memberikan manfaat ekonomis dan/atau sosial sosial maka tidak dapat dikapitalisasi sebagai aset tak berwujud.
Aset tak berwujud dinilai sebesar pengeluaran yang terjadi dengan SPM belanja modal non fisik yang melekat pada aset tersebut.
Dokuman sumber yang dapat digunakan untuk menentukan nilai aset tak berwujud adalah SPM untuk belanja modal non fisik (setelah dikurangi dengan biaya-biaya lain yang tidak dapat dikapitalisir).
Jurnal untuk mencatat Aset Tak Berwujud adalah sebagai berikut:
Aset Tak Berwujud xxx
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya xxx
2. Tagihan Penjualan Angsuran
Tagihan Penjualan Angsuran menggambarkan jumlah yang dapat diterima dari penjualan aset pemerintah secara angsuran kepada pegawai pemerintah. Contoh tagihan penjualan angsuran adalah penjualan rumah dinas dan penjualan kendaraan dinas.
Tagihan penjualan angsuran dinilai sebesar nilai nominal dari kontrak/berita acara penjualan aset yang bersangkutan setelah dikurangi dengan angsuran yang telah dibayarkan oleh pegawai ke kas negara.
Dokumen sumber yang dapat digunakan untuk menentukan nilai tagihan penjualan angsuran adalah daftar saldo tagihan penjualan angsuran yang nilainya menggambarkan nilai yang ditetapkan dalam berita acara penjualan aset setelah dikurangi dengan angsuran yang telah dibayarkan oleh pegawai ke kas negara. Dokumen mengenai tagihan penjualan angsuran dapat diperoleh di biro/bagian keuangan yang mengelola tagihan penjualan angsuran.
Jurnal untuk mencatat Tagihan Penjualan Angsuran adalah sebagai berikut:
Tagihan Penjualan Angsuran xxx
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya xxx
3. Tuntutan Perbendaharaan (TP) dan Tuntutan Ganti Rugi (TGR)
Tuntutan Perbendaharaan merupakan suatu proses yang dilakukan terhadap bendahara dengan tujuan untuk menuntut penggantian atas suatu kerugian yang diderita oleh negara sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh bendahara atau kelalaian dalam pelaksanaan tugas kewajibannya.
Tuntutan perbendaharaan dinilai sebesar nilai nominal dalam Surat Keputusan Pembebanan setelah dikurangi dengan setoran yan telah dilakukan oleh bendahara yang bersangkutan ke kas negara.
Dokumen sumber yang dapat digunakan untuk menentukan nilai tuntutan perbendaharaan adalah Surat Keputusan Pembebanan dan surat tanda setoran (SSBP atau STS lainnya). Dokumen mengenai TP dan TGR dapat diperoleh di biro/bagian keuangan yang mengelola TP dan TGR dimaksud.
Tuntutan ganti rugi merupakan suatu proses yang dilakukan terhadap pegawai negeri bukan bendahara dengan tujuan untuk menuntut penggantian atas suatu kerugian yang diderita oleh negara sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatatn melanggar hukum yang dilakukan oleh pegawai tersebut atau kelalaian dalam pelaksanaan tugas kewajibannya.
Tuntutan ganti rugi dinilai sebesar nilai nominal dalam Surat Keterangan Tanggungjawab Mutlak (SKTM) setelah dikurangi dengan setoran yang telah dilakukan oleh pegawai yang bersangkutan ke kas negara.
Dokumen sumber yang dapat digunakan untuk menentukan nilai tuntutan ganti rugi adalah Surat Keterangan Tanggungjawab Mutlak dan bukti setor berupa STS atau SSBP.
Jurnal untuk mencatat saldo awal Tuntutan Perbendaharaan/ Tuntutan Ganti Rugi adalah sebagai berikut:
Tuntutan Perbendaharaan/ Tuntutan Ganti Rugi xxx
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya xxx
4. Kemitraan Dengan Pihak Ketiga
Kemitraan Dengan Pihak Ketiga adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang mempunyai komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama dengan menggunakan aset dan/atau hak usaha yang dimiliki.
Dokumen sumber yang dapat digunakan untuk membukukan kemitraan dengan pihak ketiga adalah kontrak kerjasama dengan pihak ketiga yang bersangkutan.
Bentuk kemitraan tersebut anatara lain berupa Bangun, Kelola, Serah (BKS) dan Bangun, Serah, Kelola (BSK).
BKS adalah suatu bentuk kerjasama berupa pemanfaatan aset pemerintah oleh pihak ketiga/investor, dengan cara pihak ketiga/investor tersebut mendirikan bangunan dan/atau sarana lain berikut fasilitasnya serta mendayagunakannya dalam jangka waktu tertentu, untuk kemudian menyerahkan kembali bangunan dan atau sarana lain berikut fasilitasnya kepada pemerintah setelah berakhirnya jangka waktu yang disepakati (masa konsensi). Dalam perjanjian ini pencatatannya dilakukan terpisah oleh masing-masing pihak.
BKS dicatat sebesar nilai aset yang diserahkan oleh pemerintah kepada pihak ketiga/investor untuk membangun aset BKS tersebut. Aset dalam BKS ini disajikan terpisah dari Aset Tetap.
BSK adalah pemanfaatan aset pemerintah oleh pihak ketiga/investor, dengan cara pihak ketiga/investor tersebut mendirikan bangunan dan/atau sarana lain berikut fasilitasnya kemudian menyerahkan aset yang dibangun tersebut kepada pemerintah untuk dikelola sesuai dengan tujuan pembangunan aset tersebut. Penyerahan aset oleh pihak ketiga/investor kepada pemerintah disertai dengan kewajiban pemerintah untuk melakukan pembayaran kepada pihak ketiga/investor. Pembayaran oleh pemerintah ini dapat juga dilakukan secara bagi hasil.
BSK dicatat sebesar nilai perolehan aset yang dibangun yaitu sebesar nilai aset yang diserahkan pemerintah ditambah dengan jumlah aset yang dikeluarkan oleh pihak ketiga/investor untuk membangun aset tersebut.
Jurnal untuk mencatat Kemitraan dengan Pihak Ketiga adalah sebagai berikut:
Kemitraan dengan Pihak Ketiga xxx
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya xxx
H. Aset Lain-lain
Pos Aset Lain-lain digunakan untuk mencatat aset lainnya yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam Aset Tak Berwujud, Tagihan Penjualan Angsuran, Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi serta Kemitraan dengan Pihak Ketiga. Contoh aset lain-lain adalah aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah.
Jurnal untuk mencatat Aset Lain-lain adalah sebagai berikut:
Aset Lain-lain xxx
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya xxx
I. Kewajiban Jangka Pendek
Kewajiban jangka pendek merupakan kewajiban yang diharapkan akan dibayar kembali atau jatuh tempo dalam waktu dua belas bulan setelah tanggal neraca.
1. Belanja Yang Masih Harus Dibayar
Utang ini berasal dari kontrak atau perolehan barang/jasa yang belum dibayar sampai dengan tanggal neraca. Akun ini pada umumnya muncul di satuan kerja pengguna anggaran karena pengguna anggaran yang melakukan kegiatan perolehan barang/jasa.
Jurnal untuk mencatat Belanja Yang Masih Harus Dibayar adalah sebagi berikut:
Dana yang harus Disediakan untuk Pembayaran
Utang Jangka Pendek xxx
Belanja Yang Masih Harus Dibayar xxx
2. Uang Muka dari KUN
Uang Muka dari KUN merupakan utang yang timbul akibat bendahara Kementerian Negara/Lembaga belum menyetor sisa UYHD/UP sampai dengan tanggal neraca.
Nilai yang dicantumkan dalam neraca untuk akun ini adalah sebesar saldo uang muka yang belum disetorkan ke kas negara pada tanggal neraca.
Jurnal untuk Uang Muka KUN adalah sebagi berikut:
Kas di Bendahara Pengeluaran xxx
Uang Muka dari Kas Umum Negara xxx
J. Ekuitas Dana
Ekuitas dana merupakan pos pada neraca pemerintah yang menampung selisih antara aset dan kewajiban pemerintah. Pos Ekuitas Dana terdiri dari:
1. Ekuitas Dana Lancar
2. Ekuitas Dana Investasi
3. Ekuitas Dana Cadangan
1. Ekuitas Dana Lancar
Ekuitas Dana Lancar merupakan selisih antara aset lancar dengan kewajiban jangka pendek/lancar. Ekuitas Dana Lancar antara lain adalah Pendapatan yang ditangguhkan, Cadangan Piutang, Cadangan Persediaan dan Dana yang Harus Disediakan Untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang.
Pendapatan yang ditangguhkan merupakan akun lawan untuk menampung kas di bendahara penerima, cadangan piutang adalah akun lawan yang dimaksudkan untuk menampung piutang lancar, sedangkan cadangan persediaan adalah akun lawan dari aset lancar yang berupa persediaan.
2. Ekuitas Dana Investasi
Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah yang tertanam dalam investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset lainnya, dikurangi dengan kewajiban jangka panjang. Pos ini terdiri dari:
a. Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang, yang merupakan akun lawan dari Investasi Jangka Panjang
b. Diinvestasikan dalam Aset Tetap, yang merupakan akun lawan dari Aset Tetap
c. Diinvestasikan dalan Aset Lainnya, yang merupakan akun lawan Aset Lainnya
3. Ekuitas Dana Cadangan
Ekuitas Dana Cadangan mencerminkan kekayaan pemerintah yang dicadangkan untuk tujuan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Akun ini merupakan akun lawan dari Dana Cadangan.
K. Telaah Akun Neraca
1. Kas di Bendahara Pengeluaran
Saldo normal untuk akun Kas di Bendahara Pengeluaran adalah debit. Pada saat terjadi penambahan Kas di Bendaharawan Pengeluaran, maka akun ini dicatat di debit sebesar penambahannya. Sebaliknya, ketika terjadi pengurangan, maka akun ini dikredit sebesar pengurangannya. Akun Kas di Bendahara Pengeluaran disajikan di Neraca sebagai bagian dari pos Aset Lancar. Penyeimbang akun Kas di Bendahara Pengeluaran adalah akun Uang Muka dari KPPN yang disajikan di Neraca sebagai bagian dari pos Kewajiban Jangka Pendek.
Berikut adalah ikhtisar yang menunjukkan Mata Anggaran Pengeluaran (MAK) dan Mata Anggaran Penerimaan (MAP) yang berpengaruh pada akun Kas di Bendahara Pengeluaran:
111411—Kas di Bendahara Pengeluaran
Kode
MAK (MAP) Uraian MAK (MAP) Debit Kredit
825111 Pengeluaran Uang Persediaan Dana Rupiah -
825112 Pengeluaran Uang Persediaan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri -
825113 Pengeluaran Uang Persediaan Pengguna PNBP (Swadana) -
(815111) (Penerimaan Pengembalian Uang Persediaan Dana Rupiah) -
(815112) (Penerimaan Pengembalian Uang Persediaan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri) -
(815113) (Penerimaan Pengembalian Uang Persediaan Pengguna PNBP (Swadana)) -
(815114) (Penerimaan Pengembalian Uang Persediaan Tahun Anggaran yang Lalu) -
Pengeluaran uang persediaan dengan MAK 825111, 825112, dan 825113 dibukukan dari SPM/SP2D DUP dan TUP pada kolom pengeluaran. Penerimaan pengembalian uang persediaan dengan MAP 815111, 815112, dan 815113 dicatat dari SPM/SP2D pada kolom potongan atau dari SSBP yang digunakan untuk menyetor pengembalian uang persediaan. Penerimaan pengembalian uang persediaan dengan MAP 815114 dicatat dari SSBP yang digunakan untuk menyetor sisa Uang Persediaan tahun anggaran yang lalu.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam telaah atas akun Kas di Bendahara Pengeluaran pada akhir periode:
a. Jika akun Kas di Bendahara Pengeluaran memiliki nilai positif:
Tanyakan kepada bendahara pengeluaran, apakah secara aktual jumlah tersebut memang masih ada?
• Jika jawabannya ya, berarti akun Kas di Bendahara Pengeluaran sudah menyajikan nilai sesuai dengan kenyataannya. Pastikan bahwa saldo kas tersebut telah disetorkan pada bulan Januari tahun anggaran berikutnya dan tidak diperhitungkan dengan UP tahun anggaran berikutnya yang dibuktikan dengan bukti setoran berupa SSBP.
• Jika jawabannya tidak, dalam arti secara aktual sudah tidak ada lagi kas di bendahara pengeluaran, maka ada kemungkinan masih terdapat SPM/SP2D GU Nihil atau SSBP Pengembalian Uang Persediaan yang belum dibukukan. Karenanya, pastikan kembali SPM/SP2D GU Nihil serta SSBP penyetoran kembali uang persediaan telah direkam dan diposting tanpa terkecuali. Pengujian hasil posting dapat dilihat dari cetakan buku besar Kas di Bendahara Pengeluaran.
b. Jika akun Kas di Bendahara Pengeluaran memiliki nilai negatif:
Tanyakan kepada bendahara pengeluaran, berapa saldo kas di bendahara pengeluaran yang secara aktual masih ada?
• Jika jawabannya adalah 0, dalam arti sudah tidak ada lagi, maka pastikan kembali bahwa SPM/SP2D Dana Uang Persediaan serta Tambahan Uang Persediaan sudah direkam dan diposting secara keseluruhan tanpa terkecuali.
• Jika jawabannya adalah masih ada dengan nilai positif, maka perlu dipastikan kembali kelengkapan SPM/SP2D yang berkaitan dengan uang persediaan dan merekam serta memosting SPM/SP2D uang persediaan yang terlewat.
• Ada kemungkinan lain, bendahara pengeluaran melakukan penyetoran kembali uang persediaan melalui SSBP yang jumlahnya lebih besar dari sisa uang persediaan pada akhir periode.
2. Aset Tetap
Saldo normal untuk akun-akun pada pos Aset Tetap adalah debit. Pada saat terjadi penambahan nilai akun-akun pada pos Aset Tetap, maka akun-akun ini didebit sebesar penambahannya. Sebaliknya, ketika terjadi pengurangan, maka akun-akun ini dikredit sebesar pengurangannya. Penyeimbang nilai total akun-akun Aset Tetap adalah akun Diinvestasikan dalam Aset yang disajikan di Neraca sebagai bagian dari pos Ekuitas Dana Investasi.
Berikut adalah akun-akun (baik yang final maupun sementara) yang tercakup dalam pos Aset Tetap:
Kode
Akun Uraian Akun
131111 Tanah
131211 Tanah Sebelum Disesuaikan
131311 Peralatan dan Mesin
131411 Peralatan dan Mesin Sebelum Disesuaikan
131511 Gedung dan Bangunan
131611 Gedung dan Bangunan Sebelum Disesuaikan
131711 Jalan, Irigasi, dan Jaringan
131811 Jalan, Irigasi, dan Jaringan Sebelum Disesuaikan
131911 Aset Tetap Lainnya
132111 Konstruksi Dalam Pengerjaan
Akun-akun aset tetap dengan kata-kata ”sebelum disesuikan“ merupakan akun sementara yang merupakan hasil penjurnalan setiap kali terjadi belanja modal. Akun sementara ini tidak boleh muncul dalam penyajian neraca pada akhir periode akuntansi. Jika pada tanggal neraca masih terdapat saldo akun ini, maka harus direklasifikasi ke dalam akun aset tetap yang bersesuaian, meliputi: Tanah; Peralatan dan Mesin; Gedung dan Bangunan; Jalan, irigasi, dan jaringan; Aset Tetap Lainnya; atau Konstuksi dalam Pengerjaan.
MAK-MAK belanja modal yang menimbulkan akun-akun sebelum disesuaikan:
Mata Anggaran
Pengeluaran
Akun-akun Neraca
yang ditimbulkan
Kode Uraian Kode Uraian
531111 Belanja Modal Tanah 131211 Tanah Sebelum Disesuaikan
532111 Belanja Modal Peralatan dan Mesin 131411 Peralatan dan Mesin Sebelum Disesuaikan
533111 Belanja Modal Gedung dan Bangunan 131611 Gedung dan Bangunan Sebelum Disesuaikan
5341 Belanja Modal Jalan Irigasi dan Jaringan 131811 Jalan, Irigasi, dan Jaringan Sebelum Disesuaikan
534111 Belanja Modal Jalan dan Jembatan
534112 Belanja Modal Irigasi
534113 Belanja Modal Jaringan
Akun-akun sebelum disesuaikan akan dibalik secara sistemik melalui jurnal balik yang ditimbulkan oleh proses penerimaan ADK dari UAKPB. Tentu saja ini bisa terjadi jika KPB sudah menggunakan aplikasi SABMN dan melakukan prosedur pengiriman dengan benar. Jika hal ini telah dilakukan, tetapi pada akhir periode masih tetap ada akun sebelum guna dalam penyajian neraca.
Sebagai contoh, selama tahun anggaran 200X, Satuan Kerja KLM melakukan belanja modal:
• Gedung dan bangunan (MAK 533111) sebesar Rp500.000.000.
• Peralatan dan mesin (MAK 532111) sebesar Rp200.000.000.
Selama 200X, UAKPA telah melakukan proses penerimaan ADK SABMN secara rutin tiap akhir bulan. Namun demikian pada Neraca per 31 Desember 200X, masih terdapat akun Gedung dan Bangunan Sebelum Disesuaikan sebesar Rp500.000.000.
Langkah telaah yang dilakukan:
1. Cetaklah buku besar untuk akun ”Gedung dan Bangunan Sebelum Disesuaikan”, cermatilah apakah terdapat pengkreditan sebesar Rp500.000.000 dengan jenis dokumen ”JRNBMN”?
2. Jika jawaban untuk poin 1 adalah tidak, tanyakanlah kepada petugas akuntansi SABMN apakah selama tahun 200X telah terjadi serah terima pekerjaan selesai atas pembangunan Gedung dan Bangunan dari pemborong?
3. Jika jawaban poin 2 adalah sudah, maka mintalah petugas akuntansi SABMN merekam perolehan Gedung dan Bangunan dengan bukti pendukung semua SPM/SP2D yang terkait dengan perolehan Gedung dan Bangunan tersebut. Kemudian dilakukan proses pengiriman ulang ke UAKPA, terima di SAKPA dan posting ulang.
4. Jika jawaban untuk poin 2 adalah belum, lakukan jurnal reklasifiksi dari Gedung dan Bangunan Sebelum Disesuaikan menjadi Konstruksi Dalam Pengerjaan melalui jurnal aset, dan lakukan proses posting.
BAB III
LAPORAN REALISASI ANGGARAN
L
aporan Realisasi Anggaran adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.
Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode.
Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yan menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.
Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.
Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan bagi hasil.
Surplus/defisit adalah selisih lebi/kurang antara pendaptan dan belanja selama satu periode pelaporan.
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
A. Akuntansi Anggaran
Akuntansi anggaran merupakan teknik pertanggungjawaban dan pengendalian manajemen yang digunakan untuk membantu pengelolaan pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan. Akuntansi Anggaran diselenggarakan pada saat anggaran disahkan dan anggaran dialokasikan.
Akuntansi anggaran diselenggarakan sesuai dengan struktur anggaran yang terdiri dari anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Anggaran pendapatan meliputi estimasi pendapatan yang dijabarkan menjadi alokasi estimasi pendapatan. Anggaran belanja terdiri dari apropriasi yang dijabarkan menjadi otorisasi kredit anggaran (allotment). Anggaran pembiayaan terdiri adri penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Apropriasi merupakan anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan mandat yang diberikan kepada presiden/gubernur/bupati/walikota untuk melakuakn pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan.
Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah guna membiayai pengeluran-pengeluran selama periode otorisasi tersebut.
B. Akuntansi Pendapatan
Pendapatan diakui saat diterima pada Rekening Umum Negara/Daerah.
Pendapatan diklasifikasikan menurut jenis pendapatan. Pendapatan dibagi menjadi:
1. Pendapatan Pajak
2. Pendapatan Negara Bukan Pajak
3. Hibah.
Akuntansi pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). Pengembalian atas pendapatan yang sifatnya normal dan berulang (recurring) atas penerimaan pendapatan pada periode penerimaan maupun pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang sama. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-recuring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang sama. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang ekuitas dana lancar pada periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut. Berdasarkan Bagan Akun Standar tidak terdapat Mata Anggaran khusus untuk pengembalian pendapatan, apabila terjadi pengembalian pendapatan maka menggunakan Mata Anggaran yang sama pada saat melakukan membukukan pendapatan.
C. Akuntansi Belanja
Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/ Daerah. Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan.
Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja), organisasi, dan fungsi. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja yang didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas. Klasifikasi ekonomi untuk pemerintah pusat yaitu belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.
Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari pemerintah pusat yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja operasi antara lain meliputi belanja pegawai, belanja barang, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial.
Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, dan aset tak berwujud.
Belanja lain-lain/tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penangulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat.
Klasifikasi belanja menurut ekonomi (jenis belanja) adalah sebagai berikut :
- belanja operasi
o belanja pegawai
o belanja barang
o bunga
o subsidi
o hibah
o bantuan sosial
- belanja modal:
o belanja aset tetap
o balanja aset lainnya
- belanja lain-lain/takterduga
Klasifikasi menurut organisasi yaitu klasifikasi berdasarkan unit organisasi pengguna anggaran. Klasifikasi belanja menurut organisasi di lingkungan pemerintahm pusat antara lain belanja per kementerian negara/lembaga berserta unit organisasi di bawahnya.
Klasifikasi menurut fungsi adalah klasifikasi yang didasarkan pada fungsi-fungsi utama pemerintah pusat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Klasifikasi belanja menurut fungsi adalah sebagai berikut:
1. Pelayanan Umum
2. Pertahan
3. Ketertiban dan Keamanan
4. Ekonomi
5. Perrlindungan Lingkungan Hidup
6. Perumahan dan Pemukiman
7. Kesehatan
8. Pariwisata dan Budaya
9. Agama
10. Perlindungan Sosial
Realisasi anggaran belanja dilaporkan sesuai dengan klasifikasi yang di tetapkan dalam dokumen anggaran.
Koreksi atas pengeluaran belanja (penerimaan kembali belanja) yang terjadi pada periode pengeluaran belanja dibukukan sebagai pengurang belanja pada periode yang sama. Apabila diterima pada periode berikutnya, koreksi atas pengeluaran belanja dibukukan dalam pendapatan lain-lain.
D. Telaah Akun Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Laporan Realisasi Pengembalian Pendapatan
Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.
Pendapatan ada tiga kelompok :
1. Pendapatan Pajak (41XXXX)
2. Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) (42XXXX)
3. Hibah (43XXXX)
Akuntansi pendapatan:
1. Pendapatan diakui berdasarkan prinsip basis kas dalam akuntansi pemerintahan. Pendapatan diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Umum Negara/Daerah;
2. Pendapatan diklasifikasikan menurut jenis pendapataan;
3. Akuntansi pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).
Pendapatan dilaporkan dalam laporan Realisasi Anggaran Pendapatan. Laporan Realisasi Pendapatan merupakan laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan yang diperbamndingkan dengan anggarannya dalam satu Periode.
Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan terdiri dari:
1. Laporan Realisasi Pendapatan: Menurut Mata Anggaran
2. Laporan Realisasi Pendapatan: Menurut Program-Kegiatan
Laporan realisasi pendapatan merupakan laporan yang berisi data dari dokumen sumber yang berupa SSBP, SSP, SSBC, dan SSPB yang telah memiliki Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). Apabila formulir tersebut belum memiliki NTPN, maka belum bisa diakui sebagai penerimaan negara.
Langkah-langkah telaah laporan realisasi anggaran pendapatan dan laporan realisasi pengembalian pendapataan
Secara garis besar cara membaca maupun menganalisis laporan realisasi pendapataan berbeda dengan laporan realisasi anggaran belanja. Karena laporan realisasi pendapatan tidak melihat apakah realisasi yang terjadi pada anggarannya atau tidak maka yang lebih di tekankan disini adalah apakah pendapatan suatu kementerian negara/lembaga merupakan pendapataan yang wajar diterima.
1. Analisis Pendapataan Pajak
a. Pendapatan pajak dengan mata anggaran 41111X, 41112X, 41121X, 41122X, 41131X,41141X, 41161X, 41162X (SSP) masuk Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan Ditjen Pajak, Departemen Keuangan (015.04).
b. Pendapatan bea dan cukai dengan mata anggaran 411151, 41211X, 41221X, 41231X, 41232X (SSBC) masuk Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan Ditjen Bea dan Cukai, Departemen Keuangan (015.05).
Daftar Mata Anggaran untuk Pendapatan Pajak sbb:
KELOMPOK PENDAPATAN PERPAJAKAN
41 Penerimaan Perpajakan
411 Pendapatan Pajak Dalam Negeri
4111 Pendapatan Pajak Penghasilan
41111 Pendapatan PPh Migas
411111 Pendapatan PPh Minyak Bumi
411112 Pendapatan PPh Gas Alam
411113 Pendapatan PPh Lainnya dari Minyak Bumi
411119 Pendapatan PPh Migas Lainnya
41112 Pendapatan PPh Non-Migas
411121 Pendapatan PPh Pasal 21
411122 Pendapatan PPh Pasal 22
411123 Pendapatan PPh Pasal 22 Impor
411124 Pendapatan PPh Pasal 23
411125 Pendapatan PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi
411126 Pendapatan PPh Pasal 25/29 Badan
411127 Pendapatan PPh Pasal 26
411128 Pendapatan PPh Final dan Fiskal Luar Negeri
411129 Pendapatan PPh Nonmigas Lainnya
4112 Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai
41121 Pendapatan PPN
411211 Pendapatan PPN Dalam Negeri
411212 Pendapatan PPN Impor
411219 Pendapatan PPN Lainnya
41122 Pendapatan PPnBM
411221 Pendapatan PPnBM dalam Negeri
411222 Pendapatan PPnBM Impor
411229 Pendapatan PPnBM Lainnya
4113 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan
41131 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan
411311 Pendapatan PBB Pedesaan
411312 Pendapatan PBB Perkotaan
411313 Pendapatan PBB Perkebunan
411314 Pendapatan PBB Kehutanan
411315 Pendapatan PBB Pertambangan
411319 Pendapatan PBB Lainnya
4114 Pendapatan BPHTB
41141 Pendapatan BPHTB
411411 Pendapatan BPHTB
4115 Pendapatan Cukai
41151 Pendapatan Cukai
411511 Pendapatan Cukai Hasil Tembakau
411512 Pendapatan Cukai Ethyl Alkohol
411513 Pendapatan Cukai Minuman mengandung Ethyl Alkohol
411514 Pendapatan Denda Administrasi Cukai
411519 Pendapatan Cukai Lainnya
4116 Pendapatan Pajak Lainnya
41161 Pendapatan Pajak Lainnya
411611 Pendapatan Bea Meterai
411612 Pendapatan dari Penjualan Benda Materai
411619 Pendapatan Pajak Tidak Langsung Lainnya
41162 Pendapatan Bunga Penagihan Pajak
411621 Pendapatan Bunga Penagihan PPh
411622 Pendapatan Bunga Penagihan PPN
411623 Pendapatan Bunga Penagihan PPnBM
411624 Pendapatan Bunga Penagihan PTLL
412 Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional
4121 Pendapatan Bea Masuk
41211 Pendapatan Bea Masuk
412111 Pendapatan Bea Masuk
412112 Pendapatan Bea Masuk ditanggung Pemerintah atas Hibah (SPM Nihil)
412113 Pendapatan Denda Administrasi Pabean
412114 Pendapatan Bea Masuk dalam rangka Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE)
412119 Pendapatan Pabean Lainnya
4122 Pendapatan Pajak/pungutan ekspor
41221 Pendapatan Pajak/pungutan ekspor
412211 Pendapatan Pajak/pungutan ekspor
2. Analisa PNBP
Sesuai dengan PP no. 22 tahun 1997, PNBP dibagi menjadi dua bagian:
a. PNBP Umum
PNBP ini merupakan PNBP yan pelaksanaan pemungutannya ada di seluruh Kementerian Negara/Lembaga. PNBP ini terdiri dari:
1. Penerimaan kembali belanja TAYL.
Penerimaan kembali belanja yang diterima pada periode berikutnya dengan mata anggaran 42391X (pendapatan Lain-lain).
2. Penerimaan hasil penjualan barang /kekayaan negara.
3. Penerimaan hasil penyewaan barang /kekayaan negara.
4. Penerimaan hasil penyimpanan uang negara (jasa giro).
5. Penerimaan ganti rugi atas kerugian negara (Tuntutan Ganti Rugi dan Tuntutan Perbendaharaan).
6. Penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah.
7. Penerimaan dari hasil penjualan dokumen lelang.
b. PNBP Khusus
PNBP khusus adalah PNBP yang pelaksanaan pemungutannya hanya dilakukan oleh satu kementerian negara/lembaga tertentu yang mengacu kepada tugas pokok dan fungsi masing-masing kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.
Untuk melakukan telaah terhadap Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan perlu diperhatikan PNBP khusus, karena tidak boleh PNBP khusus ini diterima oleh kementerian negara/lembaga yang tidak berhak. Sebagian dari PNBP khusus yang terdapat pada Kementerian Negara/Lembaga dapat dicontohkan sebagai berikut, antara lain:
1. Departemen Keuangan (015.06) yaitu MAP 421111 Pendapatan minyak bumi, 421211 Pendapatan bagian pemerintah dan penjualan gas alam, 422111 Pendapatan laba BUMN perbankan, 422121 Pendapatan laba BUMN non perbankan.
2. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (020) yaitu MAP 421211 Pendapatan Iuran Tetap, 421312 Pendapatan royalti batubara, 423113 Pendapatan penjualan hasil tambang.
3. Departemen Kehutanan (029) yaitu Pendapatan Kehutanan (mata anggaran 4214XXX) dan MAP 423142 Pendapatan Tempat Hiburan/Taman/Museum dan Pungutan Usaha Pariwisata Alam (PUPA).
4. Departemen Kelautan dan Perikanan (032) yaitu Pendapatan perikanan (mata anggaran 4215XX).
5. Departemen Pertanian (018) yaitu MAP 423112 Pendapatan Penjualan Hasil Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan, 423112 Pendapatan Penjualan Hasil Peternakan dan Perikanan; Pendapatan dari Pendaftaran Pestisida, Royalti Hasil Penelitian dan Pembuatan Label Obat-obtan pertanian/Peternakan; MAP 423145 Pendapatan Sensor/ karantina, pengawasan/periksaan untuk pendapatan sensor/karantina, pengawasan, pemeriksaan.
6. Kejaksaan Agung (006) yaitu MAP 423114 Pendapatan penjualan hasil sitaan/rampasan dan harta peninggalan.
7. Departemen Pekerjaan Umum (033) yaitu MAP 423123 Pendapatan penjualan sewa beli.
8. Departemen Pendidikan Nasional (023) yaitu MAP 423142 Pendapatan tempat hiburan/taman/museum dan pungutan usaha pariwisata alam (PUPA); MAP 423145 Pendapatan sensor/karantina, pengawasan/pemeriksaan untuk pendapatan sensor/karantina, pengawasan, pemeriksaan.
9. LIPI (079) yaitu MAP 423142 Pendapatan tempat hiburan /taman/museum dan pungutan usaha pariwisata alam (PUPA).
10. Departemen Hukum dan HAM (013) yaitu MAP 423143 Pendapatan surat keterangan, visa, paspor, SIM, STNK, dam BPKB; MAP 423144 Pendapatan hak dan perijinan untu pendapatan dari permintaan hak paten, hak cipta maupun perpanjangan merek; MAP 423156 Pendapatan uang pewarganegaraan.
11. Departemen Perindustrian/Perdagangan (019 dan/atau 090) yaitu Pendapatan wajib daftar perusahaan, pengujian mutu barang dan sertifikasi mutu barang; MAP 423145 Pendapatan sensor/karantina, pengawasan/pemeriksaan untuk pendapatan sensor/karantina, pengawasan, pemeriksaan.
12. Departemen Perhubungan (022) yaitu biaya hak penggunaan frekuensi radio, biaya ijin amatir radio, MAP 423148 Pendapatan jasa bandar udara, kepelabuhan, dan kenavigasian, 423152 Pendapatan jasa telekomunikasi.
13. Departemen Tenaga Kerja (026) yaitu Pendapatan hak dan perijinan tenaga kerja.
14. BPN (056) yaitu Pendapatan hak dan perijinan pertanahan.
15. Departemen Kesehatan (024) yaitu MAP 423145 Pendapatan sensor/karantina, pengawasan/pemeriksaan untuk pendapatan sensor/karantina, pengawasan, pemeriksaan di berbagai departemen (018, 019, 023, 024).
16. pendapatan sesuai dengan tugas dan fungsi di seluruh departemen yaitu MAP 423146 Pendapatan jasa tenaga, pekerjaan, informasi,pelatihan, teknologi, pendapatan BPN, pendapatan DJBC. Pendapatan tersebut meliputi pendapatan jasa teknologi sesuai dengan tugas dan fungsi di seluruh departemen. Pendapatan BPN (pelayanan pendaftaran tanah yang meliputi: pengukuran dan pemetaan tanah untuk pertama kali, pemeliharaan data pendaftaran tanah, pelayanan konsulidasi tanah secara swadaya, pelayanan redistribusi tanah, pelayanan periksaan tanah, pelayanan informasi pertanahan); jasa pekerjaan yang berasal dari cukai dan kepabeanan.
17. Departemen Agama (025) yaitu MAP 423147 Pendapatan jasa Kantor Urusan Agama .
18. Departemen Sosial (027) yaitu MAP 423153 Pendapatan iauran lelang untuk fakir miskin.
19. Departemen Dalam Negeri (011) yaitu Map 4223154 Pendapatan jasa catatan sipil.
20. Departemen Keuangan (015) yaitu map 423155 Pendapatan biaya penagihan pajak negara dengan surat paksa, MAP 423157 Pendapatan bea lelang, MAP 423158 Pendapatan biaya pengurusan piutang dan lelang negara.
21. Departemen Luar Negeri (011) yaitu Map 423161 Pendapatan dari pemberian surat perjalanan RI, 423162 Pendapatan dari jasa pengurusan dokumen konsuler.
3. Analisis Pendapatan Hibah
Pendapatan hibah dapat berasal dari hibah dalam negeri dan hibah luar negeri. Pendapatan hibah terdapat di seluruh kementerian negara/lembaga akan tetapi yang melakukan pencatatan adalah Menteri Keuangan yang mempunyai fungsi sebagai Bendahara Umum Negara. Pendapatan hibah harus dikaitkan dengan belanja hibah yang ada di kementerian negara/lembaga. Hibah dapat berupa hibah barang, jasa maupun hibah uang dan dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan serta diungkapkan pada CaLK.
4. Analisis Laporan Realisasi Pengembalian Pendapatan
Dalam Laporan Realisasi Pengembalian Pendapatan akan berlaku prinsip:
a. Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang (recurring) atas penerimaan pendapatan pada periode penerimaan maupun pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan.
b. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang sama;
c. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang ekuitas dana lancar pada periode ditemukanyna koreksi dan pengembalian tersebut.
E. Telaah Akun Laporan Realisasi Anggaran Belanja dan Laporan Realisasi Pengembalian Belanja
Laporan Realisasi Anggaran Belanja (LRAB) menggambarkan jumlah realisasi atau jumlah belanja yang dilaksanakan/direalisasi oleh entitas akuntansi dalam satu periode pelaporan. Realisasi belanja di LRAB disajikan menurut Mata Anggaran (MA), meliputi belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, dan belanja bantuan sosial.
Klasifikasi Mata Anggaran Pengeluaran. Mata Anggaran Pengeluaran diklasifikasikan menurut jenis belanja, yaitu sebagai berikut:
1. Belanja Pegawai (51)
Belanja pegawai meliputi Belanja Gaji dan Tunjangan (511) yang digunakan untuk pembayaran gaji dan tunjangan PNS dan TNI/Polri; Belanja Honorarium/Lembur/Vakasi/Tunjangan Khusus dan Belanja pegawai Transito (512); Belanja Kontribusi Sosial (513) yang dipergunakan untuk belanja pensiun PNS/TNI/Polri, Belanja Asuransi Kesehatan dan Tunjangan Kesehatan Veteran.
Belanja pegawai merupakan transaksi yang menghasilkan perkiraan operasional. Transaksi ini akan mempengaruhi LRAB, dengan mengurangi anggaran dan menambah realisasi.
2. Belanja Barang (52)
Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Perbendaharaan no. SE-14/PB/2005 tentang Belanja Barang dan Belanja Modal dalam Perolehan dan Pemeliharaan Barang Milik Negara, Belanja Barang didefinisikan sebagai pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis dipakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat.
Belanja barang meliputi Belanja Barang dan Jasa (521,522), Belanja Pemeliharaan (523), dan Belanja Perjalanan Dinas (524).
Belanja Barang dan Jasa merupakan pengeluaran yang antara lain dilakukan untuk membiayai keperluan kantor sehari-hari, pengadaan barang yang habis dipakai seperti alat tulis kantor, pengadaan/penggantian inventaris kantor, langganan daya dan jasa, lain-lain pengeluaran untuk membiayai pekerjaan yang besifat non fisik dan secara langsung menunjang tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga, pengadaan inventaris kantor yang nilainya tidak memenuhi syarat nilai kapitalisasi minimum sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 01/KMK.12/2001 dan pengeluaran jasa non fisik seperti pengeluaran untuk biaya pelatihan dan penelitian.
Belanja Pemeliharaan adalah pengeluaran yang dimaksudkan untuk mempertahankan aset tetap atau aset lainnya yang sudah ada ke dalam kondisi normal tanpa memperhatikan besar kecilnya jumlah belanja. Belanja Pemeliharaan meliputi antara lain pemeliharaan tanah, gedung dan bangunan kantor, rumah dinas, kendaraan bermotor dinas, perbaikan peralatan dan sarana gedung, jalan jaringan, irigasi, peralatan dan mesin dan lain-lain sarana yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemrintahan.
Belanja Perjalanan Dinas merupakan pengeluaran yang dilakukan untuk membiayai perjalanan dinas dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi, dan jabatan.
Belanja barang merupakan transaksi yang menghasilkan perkiraan operasional. Transaksi in dicatat sebagai realisasi belanja dalam LRA.
3. Belanja Modal (53)
Menurut Surat Edaran Dirjen Perbendaharaan no. SE-14/PB/2005 tentang Belanja Barang dan Belanja Modal dalam Perolehan dan Pemeliharaan Barang Milik Negara, Belanja Modal dimkasudkan untuk menampung pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal. Belanja Modal meliputi belanja modal tanah (531), belanja modal mesin dan peralatan (532), belanja modal gedung dan bangunan (533), belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan (534), dan belanja modal fisik lainnya (535).
Belanja modal terdiri dari:
a. Pengeluaran untuk perolehan barang milik negara, baik berupa aset tetap, maupun aset lainnya yang memberi masa manfaat lebih dari setahun, baik dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, maupun dalam bentuk fisik lainnya seperti buku, binatang dan sebagainya.
b. Pengeluaran setelah perolehan yang mengakibatkan bertambahnya masa manfaat, kapasitas, kualitas, dan volume aset yang telah dimiliki lainnya.
c. Pengeluaran untuk perolehan aset yang tidak ditujukan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, contoh pengadaan buku untuk perpustakaan.
d. Pengeluaran mulai dari pengadaan/perolehan aset sampai dengan aset yang diadakan/diperoleh siap untuk digunakan.
e. Pengeluaran untuk perolehan/penambahan aset tetap atau aset lainnya yang besarnya melebihi batas nilai satuan kapitalisasi sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan RI no. 01/KMK.12/2001.
f. Pengeluaran untuk belanja perjalanan dan jasa yang terkait dengan perolehan aset tetap atau aset lainnya, termasuk didalamnya biaya konsultan perencana, konsultan pengawas, dan pengembangan perangkat lunak/software.
Belanja modal merupakan transaksi yang menghasilkan perkiraan operasional. Transaksi ini dicatat sebagai realisasi belanja dalam LRAB.
4. Belanja Pembayaran Bunga Utang (54)
Digunakan untuk membiayai pembayaran bunga uatng dalam negeri dan luar negeri serta pembayaran discount surat utang dalam negeri dan luar negeri.
Belanja Pembayaran Bunga Utang merupakan transaksi yang menghasilkan perkiraan operasional. Transaksi ini dicatat sebagai realisasi belanja dalam LRAB.
5. Belanja Subsidi (55)
Terdiri dari Belanja Subsidi Perusahaan Negara dan Belanja Subsidi Perusahaan Swasta. Belanja Subsidi merupakan transaksi yang menghasilkan perkiraan operasional. Transaksi ini dicatat sebagai realisasi belanja dalam LRAB.
6. Belanja Hibah (56)
Terdiri dari Hibah Kepada Pemerintah Luar Negeri, Hibah Kepada Organisasi Internasional, dan Hibah Kepada Pemerintah Daerah. Belanja Hibah merupakan transaksi yang menghasilkan perkiraan operasional. Transaksi ini dicatat sebagai realisasi belanja dalam LRAB.
7. Belanja Bantuan Sosial (57)
Digunakan untuk pengeluaran negara dalam bentuk trnasfer uang/barang yang diberikan kepada masyarakat melalui kementerian negara/lemabga, guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.
Belanja Bantuan Sosial merupakan transaksi yang menghasilkan perkiraan operasional. Transaksi ini dicatat sebagai realisasi belanja dalam LRAB.
8. Belanja Lain-lain (58)
Digunakan untuk pengeluaran atau belanja pemerintah pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, dan cadangan umum.
Belanja Lain-lain merupakan transaksi yang menghasilkan perkiraan operasional. Transaksi ini dicatat sebagai realisasi belanja dalam LRAB.
Pengembalian Belanja. Mata anggaran pengembalian belanja:
1. Pengembalian belanja atas realisasi belanja tahun berjalan menggunakan mata anggaran yang sama pada waktu melakukan belanja (5XXXXX) dan disajikan pada laporan realisasi belanja dan laporan pengembalian belanja.
2. Pengembalian belanja tahun anggaran lalu menggunakan mata anggaran pendapatan lain-lain (42391X) dan disajikan di laporan realisasi pendapatan.
3. Pengembalian uang persediaan menggunakan mata anggaran pengembalian uang persediaan (815XXX), tidak mempengaruhi laporan realisasi anggaran belanja tetapi mengurangi akun Kas di Bendahara Pengeluaran di neraca.
BAB IV
JURNAL STANDARD
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) yang terdiri dari Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga. Masing - masing sistem tersebut dalam pelaksanaannya akan melakukan proses akuntansi yang akan dimulai dari dokumen sumber sampai menghasilkan suatu laporan keuangan. Dalam pelaksanaan proses akuntansi tersebut perlu dilakukan penjurnalan terhadap masing masing transaksi keuangan yang dilakukan. Bagian ini akan membahas secara detail mengenai Jurnal Standar yang dipergunakan dalam memproses transaksi-transaksi keuangan dimaksud. Jurnal Standar dikelompokkan menjadi lima kelompok besar yaitu :
1. Jurnal standar APBN.
2. Jurnal standar DIPA.
3. Jurnal standar Saldo Awal.
4. Jurnal standar Realisasi.
5. Jurnal standar Penutup.
A. Jurnal APBN
Jurnal Standar APBN terdiri dari Estimasi Pendapatan, Appropriasi belanja, Estimasi Penerimaan Pembiayaan dan Appropriasi Pengeluaran Pembiayaan.
1. Estimasi Penerimaan
Jurnal Standar untuk Estimasi Pendapatan dilakukan dengan mendebet perkiraan Estimasi Pendapatan masing-masing jenis pendapatan, dan mengkredit Surplus/defisit dengan jumlah yang sama dengan besarnya estimasi pendapatan dalam APBN. Jurnal Standar untuk estimasi pendapatan hanya dilakukan oleh SAKUN, sedangkan pada SAI dan SAU transaksi ini tidak dijurnal. Jurnal standar dimaksud adalah:
a. Estimasi Penerimaan Perpajakan.
DR. Estimasi Pendapatan Pajak XXX
CR. Surplus/Defisit XXX
b. Estimasi Penerimaan Negara Bukan Pajak.
DR. Estimasi Pendapatan Negara Bukan Pajak XXX
CR. Surplus/Defisit XXX
c. Estimasi Penerimaan Hibah.
DR. Estimasi Pendapatan Hibah XXX
CR. Surplus/Defisit XXX
2. Appropriasi Belanja
Jurnal Standar untuk Appropriasi Belanja dilakukan dengan mendebet perkiraan Surplus/defisit, dan mengkredit Appropriasi belanja dari masing-masing jenis belanja dengan jumlah yang sama dengan besarnya apropriasi belanja dalam APBN. Jurnal Standar aprropriasi belanja hanya dilakukan oleh SAKUN, sedangkan pada SAI dan SAU transaksi ini tidak dijurnal. Jurnal standar dimaksud adalah:
a. Appropriasi Belanja Pegawai.
DR. Surplus/Defisit XXX
CR. Appropriasi Belanja Pegawai XXX
b. Appropriasi Belanja Barang.
DR. Surplus/Defisit XXX
CR. Appropriasi Belanja Barang XXX
c. Appropriasi Belanja Modal.
DR. Surplus/Defisit XXX
CR. Appropriasi Belanja Modal XXX
d. Appropriasi Belanja Pembayaran Bunga
DR. Surplus/Defisit XXX
CR. Appropriasi Belanja Pembayaran Bunga Utang XXX
e. Appropriasi Belanja Bantuan Sosial
DR. Surplus/Defisit XXX
CR. Appropriasi Belanja Bantuan Sosial XXX
f. Appropriasi Belanja Lain-lain
DR. Surplus/Defisit XXX
CR. Appropriasi Belanja Lain-lain XXX
g. Appropriasi Belanja Dana Perimbangan
DR. Surplus/Defisit XXX
CR. Appropriasi Belanja Dana Perimbangan XXX
j. Appropriasi Belanja Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
DR. Surplus/Defisit XXX
CR. Appropriasi Belanja Dana Otsus XXX
3. Estimasi Penerimaan Pembiayaan.
Jurnal Standar untuk Estimasi Penerimaan Pembiayaan dilakukan dengan mendebet perkiraan Estimasi Penerimaan Pembiayaan masing-masing jenis penerimaan pembiayaan, dan mengkredit Pembiayaan Netto dengan jumlah yang sama dengan besarnya estimasi penerimaan pembiayaan dalam APBN. Jurnal Standar ini hanya dilakukan oleh SAKUN, sedangkan pada SAI dan SAU transaksi ini tidak dijurnal.
Jurnal standar dimaksud adalah:
DR. Estimasi Penerimaan Pembiayaan XXX
CR. Pembiayaan Netto XXX
4. Appropriasi Pengeluaran Pembiayaan.
Jurnal Standar untuk Apropriasi Pengeluaran Pembiayaan dilakukan dengan mendebet perkiraan Pembiayaan Netto, dan mengkredit Appropriasi Pengeluaran Pembiayaan dengan jumlah yang sama. Jurnal Standar ini hanya dilakukan oleh SAKUN, sedangkan pada SAI dan SAU transaksi ini tidak dijurnal. Jurnal standar dimaksud adalah:
CR. Pembiayaan Netto XXX
DR. Appropriasi Pengeluaran Pembiayaan XXX
B. Jurnal DIPA
Jurnal Standar DIPA terdiri dari Estimasi Pendapatan yang dialokasikan, Allotment belanja, Estimasi Penerimaan Pembiayaan yang dialokasikan dan Allotment Pengeluaran Pembiayaan.
1. Estimasi Penerimaan yang dialokasikan.
Jurnal Standar untuk Estimasi Pendapatan yang dialokasikan dilakukan pada dua sistem yaitu SAI dan SAU, sedangkan pada SAKUN transaksi ini tidak dijurnal. Pada SAI, transaksi ini dijurnal dengan mendebet Estimasi Pendapatan yang Dialokasikan, dan mengkredit Utang Kepada KUN dengan jumlah yang sama dengan jenis pendapatan yang ada dalam DIPA. Sedangkan untuk SAU, transaksi ini dijurnal dengan mendebet Estimasi Pendapatan yang Dialokasikan, dan mengkredit Utang Kepada KUN dengan jumlah yang sama dengan jenis pendapatan yang ada dalam DIPA.
Jurnal standar dimaksud pada SAI dan SAU:
a. Estimasi Penerimaan Perpajakan yang dialokasikan.
DR. Estimasi Pendapatan Pajak yang dialokasikan xxx
CR. Utang kepada KUN xxx
b. Estimasi Penerimaan Negara Bukan Pajak yang dialokasikan.
DR. Estimasi PNBP yang dialokasikan xxx
CR. Utang kepada KUN xxx
c. Estimasi Penerimaan Hibah yang dialokasikan.
DR. Estimasi Pendapatan Hibah yang dialokasikan xxx
CR. Surplus/Defisit xxx
2. Allotment Belanja.
Jurnal Standar untuk Allotment Belanja dilakukan pada dua sistem yaitu SAI dan SAU, sedangkan pada SAKUN transaksi ini tidak dijurnal. Pada SAI, transaksi ini dijurnal dengan mendebet Piutang dari BUN, dan mengkredit Allotment Belanja ditambah uraian MAK dari masing-masing allotment belanja dalam DIPA. Untuk SAU, jurnal yang dibuat sama dengan SAI yaitu transaksi ini dijurnal dengan mendebet Estimasi Pendapatan yang Dialokasikan, dan mengkredit Utang Kepada KUN dengan jumlah yang sama dengan jenis belanja dalam DIPA. Jurnal standar
dimaksud pada SAI dan SAU:
a. Allotment Belanja Pegawai.
DR. Piutang dari KUN xxx
CR. Allotment Belanja Pegawai xxx
b. Allotment Belanja Barang.
DR. Piutang dari KUN xxx
CR. Allotment Belanja Barang xxx
c. Allotment Belanja Modal.
DR. Piutang dari KUN xxx
CR. Allotment Belanja Modal xxx
d. Allotment Belanja Pembayaran Bunga Utang.
DR. Piutang dari KUN xxx
CR. Allotment Belanja Pemabayaran Bungan Utang xxx
e. Allotment Belanja Subsidi.
DR. Piutang dari KUN xxx
CR. Allotment Belanja Subsidi xxx
f. Allotment Belanja Hibah.
DR. Piutang dari KUN xxx
CR. Allotment Belanja Hibah xxx
g. Allotment Belanja Bantuan Sosial.
DR. Piutang dari KUN xxx
CR. Allotment Belanja Bantuan Sosial xxx
h. Allotment Belanja Lain-lain.
DR. Piutang dari KUN xxx
CR. Allotment Belanja Lain-lain xxx
i. Allotment Belanja Dana Perimbangan.
DR. Piutang dari KUN xxx
CR. Allotment Belanja Dana Perimbangan xxx
j. Allotment Belanja Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
DR. Piutang dari KUN xxx
CR. Allotment Belanja Dana Otsus xxx
3. Estimasi Penerimaan Pembiayaan yang dialokasikan.
Jurnal Standar untuk Estimasi Penerimaan Pembiayaan yang Dialokasikan dilakukan pada dua sistem yaitu SAI dan SAU, sedangkan pada SAKUN transaksi ini tidak dijurnal. Pada SAI dan SAU transaksi ini dijurnal dengan mendebet Estimasi Penerimaan pembiayaan yang Dialokasikan, dan mengkredit Utang Kepada KUN dengan jumlah yang sama dengan jenis penerimaan pembiayaan dalam DIPA. Jurnal standar dimaksud pada SAI dan SAU:
DR.Estimasi Penerimaan Pembiayaan yang dialokasikan xxx
CR.Utang kepada KUN xxx
D. Allotment Pengeluaran Pembiayaan.
Jurnal Standar untuk Allotment Pengeluaran Pembiayaan dilakukan pada dua sistem yaitu SAI dan SAU, sedangkan pada SAKUN transaksi ini tidak dijurnal. Pada SAI, transaksi ini dijurnal dengan mendebet Piutang dari KUN, dan mengkredit Allotment Pengeluaran Pembiayaan dari masing-masing jenis pembiayaan dalam DIPA. Untuk SAU, jurnal yang dibuat sama dengan dimaksud pada SAI dan SAU:
DR. Piutang dari KUN xxx
CR. Allotment Pengeluaran Pembiayaan xxx
C. Jurnal Standar Saldo Awal
Jurnal Standar Saldo awal terdiri dari beberapa jurnal untuk saldo awal neraca, antara lain saldo awal Kas, Piutang, Persediaan, Aset Tetap, Aset Lainnya, Investasi Jangka Pendek, Investasi jangka Panjang , Utang PFK, Bagian Lancar Hutang, dan Hutang jangka Panjang
1. Jurnal Standar untuk Saldo Awal Kas terdiri dari:
• Kas di Bendahara Pembayar:
Jurnal SAI dan SAU adalah :
DR. Kas di Bendahara Pembayar xxx
CR. Uang Muka dari KUN (KPPN/BUN/Reksus) xxx
Jurnal SAKUN:
DR. Kas di Bendahara Pembayar xxx
CR. SAL xxx
• Kas di Bendahara Penerima:
Jurnal SAI dan SAU adalah :
DR. Kas di Bendahara Penerima xxx
CR. Pendapatan yang ditangguhkan xxx
Jurnal SAKUN:
DR. Kas di Bendahara Penerima xxx
CR. SAL xxx
• Kas di BI, KPPN.
Jurnal SAKUN
DR. Kas di BI, KPPN xxx
CR. SAL xxx
2. Jurnal Standar untuk Saldo awal Piutang
Jurnal Standar untuk Saldo awal Piutang, hanya dilakukan di SAI dan SAU, sedangkan SAKUN tidak ada jurnal. Jurnal untuk SAI dan SAU dilakukan dengan mendebet akun Piutang dan mengkredit akun Cadangan Piutang dengan jumlah yang sama. Jurnal standar saldo awal piutang adalah:
DR Piutang xxx
CR Cadangan Piutang xxx
3. Jurnal Standar untuk Saldo awal Persediaan
Jurnal Standar untuk Saldo awal Persediaan hanya dilakukan pada SAI dan SAU, jurnal untuk saldo awal piutang dilakukan dengan mendebet akun Persediaan, dan mengkredit akun Cadangan Persediaan. Jurnal standar saldo awal persediaan adalah:
DR Persediaan xxx
CR Cadangan Persediaan xxx
4. Jurnal Standar untuk Saldo awal Aset Tetap
Jurnal Standar untuk Saldo awal Aset Tetap hanya dilakukan di SAI dan SAU, sedangkan pada SAKUN saldo awal tidak ada jurnal. Jurnal untuk SAI dan SAU dilakukan dengan mendebet masing-masing akun Asset Tetap serta mengkredit akunt Diinvestasikan dalam Aset tetap dengan jumlah yang sama.
Jurnal Standar untuk saldo awal ini adalah:
DR Tanah xxx
DR Peralatan dan Mesin xxx
DR Gedung dan Bangunan xxx
DR Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx
DR Aset tetap Lainnya xxx
DR Kontruksi dalm Pengerjaan xxx
CR Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx
5. Jurnal Standar Saldo Awal Aset Lainnya
Jurnal Standar untuk Saldo Awal Aset Lainnya seperti TGR, Tagihan Penjualan Angsuran dan lain sebagainya hanya dilakukan di SAI dan SAU. Jurnal Standar untuk hal ini dilakukan dengan mendebet akun Aset Lainnya, dan mengkredit akun Diinvestasikan dalam asset tetap lainnya. Jurnal standar saldo awal asset tetap lainnya adalah:
DR Aset Lainnya xxx
CR Diinvestasikan dalam Aset Lainnya xxx
6. Jurnal Standar untuk Saldo Awal Investasi
Jurnal Standar untuk Saldo Awal Investasi baik jangka pendek maupun jangka panjang hanya dilakukan di SAI dan SAU. Jurnal Standar dilakukan dengan mendebet akun saldo awal masing-masing investasi dan mengkredit akun Diinvestasikan Dalam Investasi Jangka Panjang atau Investasi jangka pendek dengan jumlah yang sama. Jurnal saldo awal Investasi adalah:
DR Investasi Jangka Pendek xxx
CR Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Pendek xxx
DR Investasi Jangka Panjang xxx
CR Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang xxx
7. Jurnal Standar untuk Saldo Awal Hutang Jangka Pendek
Jurnal Standar untuk Saldo Awal Utang Jangka Pendek dilakukan di SAI, SAU maupun SAKUN. Jurnal yang dilakukan di SAKUN hanya menyangkut untuk Utang PFK. Jurnal dilakukan dengan mendebet Dana yang disediakan untuk pembayaran Hutang Jangka Pendek dan mengkredit masing-masing akun hutang jangka pendek dengan jumlah yang sama. Jurnal standarnya adalah:
DR Dana yang harus disediakan untuk pembayaran
Utang Jangka Pendek xxx
CR Utang Jangka Pendek xxx
8. Jurnal Standar untuk Saldo Awal Hutang Jangka Panjang
Jurnal Standar untuk Saldo Awal Hutang Jangka Panjang dilakukan di SAI dan SAU, dengan mendebet akun Dana Yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Hutang Jangka Panjang dan mengkredit akun masing-masing saldo utang jangka panjang.
DR Dana yang harus disediakan untuk pembayaran
Utang Jangka Panjang xxx
CR Utang Jangka Panjang xxx
D. Jurnal Standar Realisasi Anggaran
Jurnal Standar untuk realisasi anggaran dapat dikelompokkan kedalam beberapa jenis antara lain: Jurnal Standar UYHD, Realisasi Pendapatan, Belanja, Penerimaan Pembiayaan, Pengeluaran Pembiayaan serta Jurnal Standar Non Anggaran.
Jurnal Standar untuk UYHD antara lain terdiri dari:
1. Jurnal Standar Penyediaan Uang Persediaan .
Jurnal Standar ini dilakukan baik pada SAI, SAU dan SAKUN. Jurnal Standar untuk SAI dan SAU dilakukan dengan mendebet akun Kas di Bendaharawan Pembayar dan mengkredit Uang Muka Dari KPPN/BUN/Reksus. Sedangkan untuk SAKUN dilakukan dengan mendebet perkiraan Pengeluaran Transito dan mengkredit Kas di KPPN/BUN/Reksus.
Jurnal Standar SAI dan SAU adalah:
Kas di Bendaharawan Pembayar xxx
Uang Muka dari KUN (KPPN/BUN/Reksus) xxx
Jurnal Standar SAKUN adalah:
Pengeluaran Transito xxx
Kas di KUN (KPPN/BUN/Reksus) xxx
2. Jurnal Standar Pengembalian/Setoran Uang Persediaan.
Jurnal Standar ini dilakukan baik pada SAI, SAU maupun SAKUN. Jurnal Standar untuk SAI dan SAU dilakukan dengan mendebet Uang Muka dari KPPN/BUN/Reksus dan mengkredit Kas di Bendaharawan Pembayar sejumlah dana UYHD yang dikembalikan/disetor. Sedangkan untuk SAKUN dilakukan dengan mendebet Kas di KPPN/BUN/Reksus dan mengkredit Penerimaan Transito.
Jurnal Standar SAI dan SAU:
DR Uang Muka dari KUN (KPPN/BUN/Reksus) xxx
CR Kas di Bendaharawan Pembayar xxx
Jurnal Standar SAKUN adalah:
DR Kas di KUN (KPPN/BUN/Reksus) xxx
CR Pengeluaran Transito xxx
mengkredit akun Hutang Kepada KUN.
Jurnal untuk SAI dan SAU adalah:
Pengembalian Pendapatan Pajak + uraian MAP DR
CR Hutang Kepada KUN
Pengembalian Pendapatan Pajak + uraian MAP DR
Kas di KUN (KPPN/BUN/Reksus) CR
3. Jurnal Standar Realisasi Pendapatan.
Jurnal untuk transaksi ini dilakukan baik pada SAI, SAU maupun SAKUN. Jurnal Standar SAI dan SAU untuk realisasi pendapatan dilakukan dengan mendebet akun Hutang Kepada KUN dan mengkredit masing-masing jenis akun realisasi pendapatan. Untuk SAKUN penjurnalan transaksi ini dilakukan dengan mendebet akun Kas di KUN dan mengkredit akun masing-masing jenis akun realisasi Pendapatan.
Jurnal untuk SAI dan SAU adalah:
DR Hutang Kepada KUN xxx
CR Pendapatan Pajak /PNBP xxx
Jurnal untuk SAKUN adalah:
DR Kas di KUN (KPPN/BUN/Reksus) xxx
CR Pendapatan Pajak / PNBP xxx
4. Jurnal Standar Pengembalian Pendapatan.
Jurnal dilakukan pada SAI dan SAU dengan cara mendebet akun Pengembalian Pendapatan ditambah uraian MAP serta mengkredit akun Hutang Kepada KUN.
DR Pengembalian Pendapatan xxx
CR Hutang Kepada KUN xxx
Untuk SAKUN, penjurnalan transaksi ini dilakukan dengan mendebet akun Pengembalian Pendapatan + uraian MAP dan mengkredit akun Kas di KPPN.
Jurnal SAKUN adalah:
DR Pengembalian Pendapatan xxx
CR Kas di KUN (KPPN/BUN/Reksus) xxx
5. Jurnal Standar Realisasi Belanja.
Jurnal pada SAI dan SAU dilakukan dengan mendebet masing-masing akun Belanja, dan mengkredit Piutang dari KUN.
Jurnal SAI dan SAU adalah:
DR Belanja xxx
CR Piutang dari KUN xxx
Untuk SAKUN penjurnalan transaksi ini dilakukan dengan mendebet masing-masing akun Belanja, dan mengkredit akun Kas di KPKN/BUN.
Jurnal SAKUN adalah:
DR Belanja xxx
CR Kas di KPPN/BUN xxx
Khusus realisasi Belanja Modal, terdapat perlakuan khusus dalam pencatatan transaksi ini karena pada saat belanja modal direalisasikan tidak hanya transaksi keuangan yang terkait namun juga transaksi asset. Pencatatan ini seringkali disebut dengan jurnal ikutan atau jurnal korolari yang mengikuti setiap ada belanja modal. Jurnal korolari ini hanya dicatat dalam SAI dan SAU dengan cara mendebet akun Aset Tetap Sebelum disesuaikan, dan mengkredit akun Diinvestasikan dalam Aset Tetap. Jurnal untuk SAI dan SAU adalah:
Jurnal kololari SAI dan SAU adalah:
DR Aset Tetap Sebelum Disesuaikan xxx
CR Diinvestasikan Dalam Aset Tetap xxx
Pada saat asset tetap diakui Jurnal Standar di SAI akan dilakukan penyesuaian dengan mendebet perkiraan Aset tetap yang sudah definitif, dan mengkredit akun Diinvestasikan dalam Aset Tetap. Selain itu apabila asset tetap telah diakui maka harus ada proses pembatalan jurnal korolari yang pernah dibuat saat terjadi belanja modal yaitu dengan mendebet akun Diinvestasikan dalam Aset Tetap dan mengkredit akun Aset Tetap Sebelum Desesuaikan.
Jurnal untuk kedua hal tersebut adalah:
DR Aset Tetap xxx
CR Diinvestasikan Dalam Aset Tetap xxx
Penghapusan Korolari;
DR Diinvestasikan Dalam Aset Tetap xxx
CR Aset Tetap Sebelum Disesuaikan xxx
6. Jurnal Standar Realisasi Perngembalian Belanja.
Jurnal pada SAI dan SAU dilakukan dengan mendebet akun Pitang dari KUN, dan mengkredit Pengembalian Belanja. Jurnal pada SAI dan SAU adalah:
DR Piutang dari KUN xxx
CR Pengembalian Belanja xxx
Untuk SAKUN penjurnalan transaksi ini dilakukan dengan mendebet akun Kas di
KPPN/BUN, dan mengkredit akun Pengembalian Belanja.
Jurnal pada SAKUN adalah:
DR Kas di KPPN/BUN xxx
CR Pengembalian Belanja xxx
7. Jurnal Standar Realisasi Penerimaan Pembiayaan.
Jurnal dilakukan baik pada SAI, SAU maupun SAKUN. Jurnal Standar SAI dan SAU untuk realisasi penerimaan Pembiayaan dilakukan dengan mendebet akun Hutang Kepada KUN dan mengkredit masing-masing jenis akun Penerimaan Pembiayaan. Jurnal pada SAI dan SAU adalah:
DR Hutang Kepada KUN xxx
CR Penerimaan Pembiayaan xxx
Untuk SAKUN penjurnalan transaksi ini dilakukan dengan mendebet akun Kas di BI dan mengkredit akun masing-masing jenis akun penerimaan Pembiayaan.
Jurnal pada SAKUN adalah:
DR Kas di Bank Indonesia xxx
CR Penerimaan Pembiayaan xxx
8. Jurnal Standar Pengembalian Penerimaan Pembiayaan.
Jurnal pada SAI dan SAU dilakukan dengan cara mendebet akun Pengembalian Penerimaan Pembiayaan serta mengkredit akun Hutang Kepada KUN.
Jurnal SAI dan SAU adalah:
DR Pengembalian Penerimaan Pembiayaan xxx
CR Hutang Kepada KUN xxx
Untuk SAKUN, penjurnalan transaksi ini dilakukan dengan mendebet akun Pengembalian Penerimaan Pembiayaan mengkredit akun Kas di BI.
Jurnal pada SAKUN adalah:
DR Pengembalian Penerimaan Pembiayaan xxx
CR Kas di BI xxx
9. Jurnal Standar Realisasi Pengeluaran Pembiayaan.
Jurnal SAI dan SAU dilakukan dengan mendebet masing-masing akun engeluaran Pembiayaan, dan mengkredit Piutang dari KUN.
Jurnal SAI dan SAU adalah:
DR Pengeluaran Pembiayaan xxx
CR Piutang dari KUN xxx
Untuk SAKUN penjurnalan transaksi ini dilakukan dengan mendebet masing-masing akun Pengeluaran Pembiayaan, dan mengkredit akun Kas di BI.
Jurnal SAKUN adalah:
DR Pengeluaran Pembiayaan xxx
CR Kas di Bank Indonesia xxx
Khusus realisasi Pengeluaran Pembiayaan, terdapat perlakuan khusus dalam pencatatan transaksi ini karena pada saat terjadi belanja yang bersumber dari Pinjaman direalisasikan tidak hanya transaksi keuangan yang terkait namun juga transaksi Kewajiban. Pencatatan ini seringkali disebut dengan jurnal ikutan atau jurnal korolari yang mengikuti setiap ada Belanja yang bersumber dari pinjaman. Jurnal korolari ini hanya dicatat dalam SAI dan SAU dengan cara mendebet akun Dana yang harus disediakan untuk pembayaran utang jangka pendek/panjang, dan mengkredit akun Utang jangka pendek/panjang.
Jurnal untuk SAI dan SAU adalah:
DR Dana yang harus disediakan untuk pembayaran utang
(Jangka Pendek/Jangka Panjang) xxx
CR Utang Jangka Pendek/Panjang xxx
10. Jurnal Standar Realisasi Perngembalian Pengeluaran Pembiayaan.
Jurnal SAI dan SAU dilakukan dengan mendebet akun Piutang dari KUN, dan mengkredit Pengembalian Pengeluaran Pembiayaan.
Jurnal untuk SAI dan SAU adalah:
DR Piutang dari KUN xxx
CR Pengembalian Pengeluaran Pembiayaan xxx
Untuk SAKUN penjurnalan transaksi ini dilakukan dengan mendebet akun Kas di BI, dan mengkredit akun Pengembalian Belanja.
Jurnal SAKUN adalah:
DR Kas di Bank Indonesia xxx
CR Pengembalian Pengeluaran Pembiayaan xxx
11. Jurnal Standar Transaksi non Anggaran.
Jurnal untuk transaksi non Anggaran hanya terdapat di SAKUN saja, sedangkan pada SAI dan SAU tidak dijurnal. Jurnal untuk transaksi non Anggaran antara lain jurnal Perhitungan Pihak Ketiga dan Kiriman Uang. Jurnal tersebut terdiri dari jurnal penerimaan dan pengeluaran adapun standar jurnal dimaksud adalah:
• Jurnal Standar Penerimaan Non Anggaran:
DR. Kas Di KPKN xxx
CR Penerimaan FPK xxx
CR Penerimaan Kiriman Uang xxx
CR Penerimaan Wesel Pemerintah xxx
• Jurnal Standar Pengeluaran Non Anggaran :
DR. Pengeluaran PFK xxx
DR. Pengeluaran Kiriman Uang xxx
DR. Penerimaan Wesel Pemerintah xxx
CR. Kas di KPKN xxx
E. Jurnal Standar Penutup
Jurnal penutup mencakup SAI, SAU dan SAKUN dimana bertujuan untuk menutup seluruh perkiraan – perkiraan sementara yang bertujuan untuk penyusunan laporan keuangan. Jurnal penutup dimaksud akan terdiri dari jurnal penutup Anggaran dengan Realisasinya. Untuk perkiraan – perkiraan yang akan masuk kedalam unsur Neraca tidak dilakukan penutupan.
1. Jurnal Penutup Estimasi Pendapatan
Jurnal ini ditutup dengan cara mendebet masing-masing akun Pendapatan dan mengkredit Estimasi Pendapatan yang bersangkutan, serta memasukkan selisihnya pada akun Surplus/Defisit. Jurnal dimaksud adalah:
DR. Pendapatan Pajak XXX
DR. Pendapatan Negara Bukan Pajak XXX
DR. Pendapatan Hibah XXX
DR. Surplus/ Defisit XXX
CR Estimasi Pendapatan Pajak XXX
CR Estimasi Pendapatan Negara Bukan Pajak XXX
CR Estimasi Hibah XXX
2. Jurnal Penutup Appropriasi Belanja
Jurnal ini dilakukan dengan cara mendebet masing-masing akun Appropriasi Belanja dan mengkredit masing-masing akun belanja, serta mememasukkan
selisihnya pada akun Surplus Defisit. Jurnal dimaksud adalah:
DR. Appropriasi Belanja Pegawai XXX
DR. Appropriasi Belanja Barang XXX
DR. Appropriasi Belanja Modal XXX
DR. Appropriasi Belanja Pembayaran Bunga Utang XXX
DR. Appropriasi Belanja Subsidi XXX
DR. Appropriasi Belanja Hibah XXX
CR Surplus/Defisit XXX
CR Belanja Pegawai XXX
CR. Belanja Barang XXX
CR. Belanja Modal XXX
CR. Belanja Pembayaran Bunga Utang XXX
Jurnal yang ditutup dalam SAKUN adalah seluruh jurnal APBN, Pembiayaan Neto dan SILPA. Jurnal penutup SAKUN dilakukan dengan mendebet seluruh akun yang berada di sisi kredit dan mengkredit seluruh akun yang berada di sisi debet. Jurnal standar dimaksud adalah:
Jurnal Penutup SAKUN.
3. Jurnal Penutup Penerimaan Pembiayaan
Jurnal standar ini dilakukan dengan cara mendebet masing-masing akun Penerimaan Pembiayaan dan mengkredit masing-masing akun Estimasi Penerimaan Pembiayaan, serta memasukkan selisihnya pada akun Pembiayaan Netto.
Jurnal dimaksud adalah:
DR. Penerimaan Pembiayaan Dlm Negri Perbankan XXX
DR. Penerimaan Pembiayaan Dlm Negri Non Perbanka XXX
DR. Penerimaan Pembiayaan Pinjaman Luar Negri XXX
DR Pembiayaan Neto XXX
CR Est. Pener Pembiayaan DN Perbankan XXX
CR. Est. Pener Pembiayaan DN Non Perbanka XXX
CR. Est. Penerimaan Pembiayaan PLN XXX
4. Jurnal Penutup Pengeluaran Pembiayaan
Jurnal Standar ini dilakukan dengan cara mendebet akun Appropriasi Pengeluaran Pembiayaan dan mengkredit akun Pengeluaran Pembiayaan serta memasukkan selisihnya pada akun Pembiayaan Neto. Jurnal tersebut adalah:
DR. Appropriasi Pengeluaran Pembayaran Cicilan Pokok HLN XXX
DR. Appropriasi Pengeluaran Pembiayaan Dlm Negri Perbankan XXX
DR. Appropriasi Pengeluaran Pembiayaan DN Non Perbankan XXX
CR. Pembiayaan Neto XXX
CR. Pengeluaran Pembayaran Cicilan Pokok HLN XXX
CR. Pengeluaran Pembiayaan DN Perbankan XXX
CR. Pengeluaran Pembiayaan DN Non Perbankan XXX
5. Jurnal Penutup Pembiayaan Neto dan Surplus Defisit serta SILPA
Jurnal Standar dilakukan dengan membalik masing-masing akun surplus/defisit dan pembiayaan neto kemudian memasukkannya pada akun SILPA. Jurnal dimaksud adalah:
DR. Pembiayaan Neto XXX
DR. Surplus/Defisit XXX
CR SILPA XXX
Jurnal standar untuk menutup SILPA adalah:
DR. SILPA XXX
CR SAL XXX
6. Jurnal Penutup transaksi Non Anggaran
Jurnal penutup penerimaan dan pengeluaran transito, Kiriman Uang serta PFK. Jurnal tersebut adalah:
• Jurnal penutup penerimaan dan pengeluaran transito:
DR. Kas dalam Transito xxx
CR Pengeluaran Kiriman Uang xxx
• Jurnal penutup Kiriman Uang:
DR. Penerimaan Kiriman Uang xxx
CR. Kas dalam Transito xxx
• Jurnal Penutup PFK:
DR. Penerimaan PFK XXX
CR. Hutang PFK XXX
CR. Pengeluaran PFK XXX
F. Jurnal Penutup SAI dan SAU.
1. Jurnal penutup Estimasi Pendapatan Yang Dialokasikan pada akun Hutang Kepada KUN.
Jurnal dimaksud adalah:
DR. Penerimaan Transito XXX
DR. Kas Di Bendaharawan Pembayar XXX
CR. Pengeluaran Transito XXX
Jurnal yang ditutup dalam SAI dan SAU adalah seluruh estimasi pendapatan yang
dialokasikan, seluruh Allotment Belanja, estimasi penerimaan pembiayaan, serta allotment Jurnal ini ditutup dengan cara mendebet masing-masing akun Pendapatan dan mengkredit Estimasi Pendapatan yang dialokasikan, serta memasukkan selisihnya
DR. Pendapatan Pajak XXX
DR. Pendapatan PNBP XXX
DR. Hutang Kepada KUN XXX
CR Estimasi Pendapatan Pajak yg dialokasikan XXX
CR Estimasi Pendapatan PNBP yg dialokasikan XXX
2. Jurnal penutup Allotment Belanja
Jurnal ini ditutup dengan cara mendebet seluruh allotment belanja dan mengkredit
masingmasing akun belanja serta memasukkan selisihnya pada Piutang dari KUN.
DR. Allotment Belanja Pegawai XXX
DR. Allotment Belanja Barang XXX
DR. Allotment Belanja Modal XXX
CR Belanja Pegawai XXX
CR. Belanja Barang XXX
CR. Belanja Modal XXX
CR. Piutang Dari KUN XXX
3. Jurnal penutup Penerimaan Pembiayaan yang Dialokasikan Kepada KUN.
Jurnal standar ini dilakukan dengan cara mendebet masing-masing akun Penerimaan Pembiayaan dan mengkredit masing-masing akun Estimasi Penerimaan Pembiayaan yang dialokasikan, serta memasukkan selisihnya pada akun Hutang.Jurnal dimaksud adalah:
Jurnal dimaksud adalah:
DR. Pener Pembiayaan XXX
DR Hutang Kepada KUN XXX
CR Estimasi Penerimaan Pembiayaan yang dialokasikan XXX
4. Jurnal Penutup Pengeluaran Pembiayaan
Jurnal Standar ini dilakukan dengan cara mendebet akun Allotment Pengeluaran
Pembiayaan dan mengkredit akun Pengeluaran Pembiayaan serta memasukkan
DR. Allotment Pengeluaran Pemb Cicilan Pokok HLN XXX
DR. Allotment Pengeluaran Pembiayaan Perbankan XXX
DR Allotment Pembiayaan DN Non Perbankan XXX
CR. Piutang Dari KUN XXX
CR. Pengeluaran Pembayaran Cicilan Pokok HLN XXX
CR. Pengeluaran Pembiayaan DN Perbankan XXX
CR. Pengeluaran Pembiayaan DN Non Perbankan XXX
1.
BAB V
AKUNTANSI PIUTANG PNBP
S
etiap pejabat yang diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja, dan kekayaan negara/daerah wajib mengusahakan agar setiap piutang negara/daerah diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu sesuai dengan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Piutang negara yang dimaksud di atas termasuk piutang bukan pajak yang dikelola oleh kementerian negara/lembaga.
Selain itu piutang negara juga mencakup:
1. Pinjaman atau hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah sesuai dengan yang tercantum/ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN.
2. Pinjaman atau hibah dari Pemerintah Pusat kepada lembaga asing sesuai dengan yang tercantum/ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN (Pasal 33 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004).
Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP menyatakan bahwa jumlah penerimaan negara bukan pajak yang terutang ditentukan dengan cara ditetapkan oleh Instansi pemerintah dan dihitung sendiri oleh wajib pajak. Lebih lanjut, Pasal 10 ayat (2) menyatakan bahwa penetapan jumlah PNBP yang terutang oleh instansi pemerintah kedaluwarsa setelah 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak saat terutangnya PNBP.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, Paragraf 43 PSAP Nomor 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan menyatakan bahwa piutang pajak dan bukan pajak harus dicantumkan dalam neraca.
Lebih lanjut, Paragraf 49 PSAP Nomor 01 menyatakan bahwa piutang merupakan salah satu klasifikasi dari aset lancar. Pos-pos piutang antara lain piutang pajak, denda, penjualan angsuran, tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya yang diharapkan diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.
Berdasarkan uraian di atas, setiap kementerian negara/lembaga wajib melaksanakan penatausahaan dan akuntansi piutang PNBP yang menjadi tanggungjawabnya, sehingga piutang PNBP dapat disajikan dalam laporan keuangan dengan andal dan tepat waktu. Tujuan penatausahaan dan akuntansi piutang PNBP adalah:
1. menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu mengenai piutang;
2. mengamankan transaksi piutang PNBP melalui pencatatan, pemrosesan dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten;
3. mendukung penyelenggaraan SAPP yang menghasilkan informasi piutang PNBP sebagai dasar pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan.
Untuk tercapainya keseragaman dalam penatausahaan dan akuntansi piutang PNBP, perlu disusun pedoman mengenai penatausahaan piutang PNBP yang memberikan petunjuk kepada kementerian negara/lembaga terkait dalam melaksanakan pencatatan dan pelaporan piutang PNBP.
A. Ruang Lingkup
Pedoman penatausahaan dan akuntansi piutang PNBP ini berlaku untuk seluruh piutang yang berasal dari penerimaan negara bukan pajak yang dikelola oleh kementerian negara/lembaga.
Pedoman ini tidak mengatur penatausahaan dan akuntansi piutang PNBP yang dikelola oleh:
1. Pemerintah Daerah;
2. BUMN/BUMD;
3. Bank Pemerintah dan Lembaga Keuangan Milik Pemerintah.
B. Klasifikasi Piutang PNBP
Secara garis besar, Piutang PNBP digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:
I. Piutang dari Penerimaan Sumber Daya Alam, terdiri dari:
a. Piutang dari Pendapatan Minyak Bumi;
b. Piutang dari Pendapatan Gas Alam;
c. Piutang dari Pendapatan Pertambangan Umum;
d. Piutang dari Pendapatan Kehutanan;
e. Piutang dari Pendapatan Perikanan;
II. Piutang dari Pendapatan Bagian Laba BUMN, terdiri dari:
Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba BUMN;
III. Piutang dari Pendapatan PNBP Lainnya, terdiri dari:
a. Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa;
b. Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan;
c. Piutang dari Pendapatan Pendidikan;
d. Piutang dari Pendapatan lain-lain;
Rincian Piutang dari PNBP adalah sebagai berikut:
I. Piutang dari Penerimaan Sumber Daya Alam, terdiri dari:
a. Piutang dari Pendapatan Minyak Bumi:
Piutang dari Pendapatan Minyak Bumi;
b. Piutang dari Pendapatan Gas Alam:
Piutang dari Pendapatan Gas Alam;
c. Piutang dari Pendapatan Pertambangan Umum:
1. Piutang dari Pendapatan Iuran Tetap;
2. Piutang dari Pendapatan Royalti Batubara;
d. Piutang dari Pendapatan Kehutanan:
1. Piutang dari Pendapatan Dana Reboisasi;
2. Piutang dari Pendapatan Provisi Sumber Daya Hutan;
3. Piutang dari Pendapatan IIUPH (IHPH) Tanaman Industri;
4. Piutang dari Pendapatan IIUPH (IHPH) Bambu;
5. Piutang dari Pendapatan IIUPH (IHPH) Tanaman Rotan;
6. Piutang dari Pendapatan IIUPH (IHPH) Hutan Alam;
7. Piutang dari Pendapatan Dana Pengamanan Hutan;
8. Piutang dari Pendapatan Denda Pelanggaran Eksploitasi Hutan;
9. Piutang dari Pendapatan Iuran Menangkap/Mengambil/Mengangkut Satwa Liar/Mengambil/Mengangkut Tumbuhan Alam Hidup atau Mati (IASL/TA);
10. Piutang dari Pungutan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (PIPPA);
11. Piutang dari Pungutan Izin Pengusahaan Taman Buru (PIPTB);
12. Piutang dari Pungutan Izin Berburu di taman buru dan areal buru (PIB);
13. Piutang dari Pungutan Masuk Obyek Wisata Alam;
14. Piutang dari Iuran Hasil Usaha Pengusahaan Pariwisata Alam (IHUPA);
15. Piutang dari Iuran Hasil Usaha Perburuan di Taman Buru (IHUPA);
e. Piutang dari Pendapatan Perikanan:
1. Piutang dari Pendapatan Perikanan;
2. Piutang dari Pendapatan Penerimaan Dana Kompensasi Pelestarian Sumber Daya Alam Kelautan;
II. Piutang dari Pendapatan Bagian Laba BUMN, terdiri dari:
a. Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah Pemerintah atas Laba BUMN:
1. Piutang dari Pendapatan Laba BUMN Perbankan;
2. Piutang dari Pendapatan Laba BUMN Non Perbankan;
III. Piutang dari Pendapatan PNBP Lainnya, terdiri dari:
a. Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa;
1. Piutang dari Pendapatan Penjualan Hasil Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan;
2. Piutang dari Pendapatan Penjualan Hasil Peternakan dan Perikanan;
3. Piutang dari Pendapatan Penjualan Hasil Tambang;
4. Piutang dari Pendapatan Penjualan Hasil Sitaan/Rampasan dan Harta Peninggalan;
5. Piutang dari Pendapatan Penjualan Obat-obatan dan Hasil Farmasi Lainnya;
6. Piutang dari Pendapatan Penjualan Informasi, Penerbitan, Film, Survey, Pemetaan dan Hasil Cetakan Lainnya;
7. Piutang dari Pendapatan Penjualan Dokumen-dokumen Pelelangan;
8. Piutang dari Pendapatan Penjualan Cadangan Beras Pemerintah Dalam Rangka Operasi Pasar Murni;
9. Piutang dari Pendapatan Penjualan Lainnya;
10. Piutang dari Pendapatan Penjualan Rumah, Gedung, Bangunan dan Tanah;
11. Piutang dari Pendapatan Penjualan Kendaraan Bermotor;
12. Piutang dari Pendapatan Penjualan Sewa Beli;
13. Piutang dari Pendapatan Penjualan Aset Bekas Milik Asing;
14. Piutang dari Pendapatan Penjualan Aset Lainnya yang Berlebih/Rusak/ Dihapuskan;
15. Piutang dari Pendapatan Sewa Rumah Dinas/Rumah Negeri;
16. Piutang dari Pendapatan Sewa Gedung, Bangunan, dan Gudang;
17. Piutang dari Pendapatan Sewa Benda-benda Bergerak;
18. Piutang dari Pendapatan Sewa Benda-benda Tak Bergerak Lainnya;
19. Piutang dari Pendapatan Rumah Sakit dan Instansi Kesehatan Lainnya;
20. Piutang dari Pendapatan Tempat Hiburan/Taman/Museum dan Pungutan Usaha Pariwisata Alam (PUPA);
21. Piutang dari Pendapatan Surat Keterangan, Visa, Paspor, SIM, STNK, dan BPKB;
22. Piutang dari Pendapatan Hak dan Perijinan;
23. Piutang dari Pendapatan Sensor/Karantina, Pengawasan/Pemeriksaan;
24. Piutang dari Pendapatan Jasa Tenaga, Pekerjaan, Informasi, Pelatihan, Teknologi, Pendapatan BPN, Pendapatan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
25. Piutang dari Pendapatan Jasa Kantor Urusan Agama;
26. Piutang dari Pendapatan Jasa Bandar Udara, Kepelabuhan, dan Kenavigasian;
27. Piutang dari Pendapatan Jasa I Lainnya;
28. Piutang dari Pendapatan Jasa Lembaga Keuangan (Jasa Giro);
29. Piutang dari Pendapatan Jasa Penyelenggaraan Telekomunikasi;
30. Piutang dari Pendapatan Iuran Lelang untuk Fakir Miskin;
31. Piutang dari Pendapatan Jasa Catatan Sipil;
32. Piutang dari Pendapatan Biaya Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa;
33. Piutang dari Pendapatan Uang Pewarganegaran;
34. Piutang dari Pendapatan Bea Lelang;
35. Piutang dari Pendapatan Biaya Pengurusan Piutang dan Lelang Negara;
36. Piutang dari Pendapatan Jasa II Lainnya;
37. Piutang dari Pendapatan dari Pemberian Surat Perjalanan Republik Indonesia;
38. Piutang dari Pendapatan dari Jasa Pengurusan Dokumen Konsuler;
39. Piutang dari Pendapatan Rutin Lainnya dari Luar Negeri;
40. Piutang dari Pendapatan Bunga atas Investasi dalam Obligasi;
41. Piutang dari Pendapatan BPPN atas Bunga Obligasi;
42. Piutang dari Pendapatan Bunga dari Piutang dan Penerusan Pinjaman;
43. Piutang dari Pendapatan Bunga Lainnya;
44. Piutang dari Pendapatan Gain on Bond Redemption atas Pembelian Kembali Obligasi Dalam Negeri Jangka Panjang;
45. Piutang dari Pendapatan Premium Obligasi Negara Dalam Negeri/ Rupiah;
46. Piutang dari Pendapatan Premium Obligasi Negara Dalam Valuta Asing;
b. Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan:
1. Piutang dari Pendapatan Legalisasi Tanda Tangan;
2. Piutang dari Pendapatan Pengesahan Surat Dibawah Tangan;
3. Piutang dari Pendapatan Uang Meja (Leges) dan Upah Pada Panitera Badan Pengadilan (Peradilan);
4. Piutang dari Pendapatan Hasil Denda/Tilang dan sebagainya;
5. Piutang dari Pendapatan Ongkos Perkara;
6. Piutang dari Pendapatan Kejaksanaan dan Peradilan Lainnya;
c. Piutang dari Pendapatan Pendidikan:
1. Piutang dari Pendapatan Uang Pendidikan;
2. Piutang dari Pendapatan Uang Ujian Masuk, Kenaikan Tingkat, dan Akhir Pendidikan;
3. Piutang dari Pendapatan Uang Ujian untuk Menjalankan Praktek;
4. Piutang dari Pendapatan Pendidikan Lainnya;
d. Piutang dari Pendapatan lain-lain:
1. Piutang dari Pendapatan Minyak Mentah (DMO);
2. Piutang dari Pendapatan Lainnya dari kegiatan Hulu Migas;
3. Piutang dari Pendapatan Pelunasan Piutang Non Bendahara;
4. Piutang dari Pendapatan Pelunasan Ganti Rugi atas Kerugian yang Diderita Oleh Negara (masuk TP/TGR) Bendahara;
5. Piutang dari Penerimaan Kembali Persekot/Uang Muka Gaji;
6. Piutang dari Pendapatan Denda Keterlambatan Penyelesaian Pekerjaan Pemerintah;
7. Piutang dari Pendapatan atas Denda Administrasi PBHTB;
8. Piutang dari Penerimaan Premi Penjaminan Perbankan Nasional;
9. Piutang dari Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Pasar Modal;
10. Piutang dari Pendapatan dari Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL);
11. Piutang dari Pendapatan Registrasi Dokter dan Dokter Gigi;
12. Piutang dari Pendapatan dari Biaya Pengawasan HET Minyak Tanah;
13. Piutang dari Pendapatan Anggaran Lain-lain;
14. Piutang dari Pendapatan Iuran Badan Usaha dari kegiatan usaha penyediaan dan pendistribusian BBM;
15. Piutang dari Pendapatan Iuran Badan Usaha dari kegiatan usaha pengangkutan Gas Bumi melalui Pipa.
C. PENATAUSAHAAN PIUTANG PNBP
1. Pihak yang Terkait dengan Penatausahaan Piutang PNBP
Unit penatausahaan piutang dapat berupa unit struktural atau petugas sesuai dengan besar kecilnya organisasi dan transaksi yang ditangani. Unit penatausahaan piutang pajak adalah unit pada Direktorat Jenderal Pajak, Departemen Keuangan. Unit penatausahaan Piutang Bukan Pajak, Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran, Bagian Lancar Tagihan Tuntutan Ganti Rugi, Bagian Lancar Investasi Permanen, dan Piutang Bukan Pajak Lainnya pada Kementerian Negara/Lembaga disesuaikan dengan struktur organisasinya.
Unit penatausahaan piutang pada kementerian negara/lembaga melibatkan unit operasional, unit administrasi yang mendukung fungsi akuntansi piutang, dan unit pembukuan pada unit operasional.
a. Unit Operasional
Unit Operasional adalah unit/organisasi yang mengelola penerimaan negara pada suatu instansi. Kegiatan yang dilaksanakan oleh unit/petugas operasional adalah:
a. Membuat surat pernyataan piutang;
b. Membuat surat penagihan piutang;
c. Mengirimkan surat tagihan kepada petugas administrasi dan petugas pembukuan;
d. Membuat surat tentang penyerahan piutang yang tidak tertagih dengan membuat permintaan penagihan dilaksanakan oleh Ditjen. Piutang dan Lelang Negara Departemen Keuangan;
e. Membuat usulan penghapusan piutang;
f. Mengarsipkan dokumen piutang.
b. Unit Administrasi
Unit Administrasi adalah unit/petugas yang melaksanakan penerimaan dan pengiriman dokumen piutang. Kegiatan yang dilaksanakan oleh unit administrasi adalah:
a. Menerima dokumen/surat penagihan piutang;
b. Mengagendakan surat/dokumen yang masuk maupun yang harus dikirim kepada debitur (penanggung hutang kepada negara yaitu orang atau badan yang berhutang menurut perjanjian atau peraturan yang bersangkutan);
c. Membuat surat pengantar;
d. Meneruskan dokumen tanggapan debitur ke unit/petugas operasional;
e. Mengirim bukti setor kepada unit pembukuan.
c. Unit Pembukuan
Unit Pembukuan adalah unit/organisasi yang melaksanakan pembukuan dan pelaporan piutang. Kegiatan yang dilaksanakan oleh unit pembukuan sebagai berikut:
a. Melakukan pencatatan piutang ke dalam Kartu Piutang berdasarkan dokumen-dokumen transaksi;
b. Membuat Daftar Rekapitulasi Piutang;
c. Membuat Daftar Umur Piutang Dan Reklasifikasi Piutang;
d. Membuat Daftar Saldo Piutang setiap triwulan berdasarkan Kartu Piutang;
e. Melakukan pengarsipan dokumen;
f. Mengirimkan laporan-laporan.
Hubungan antara unit-unit penatausahaan piutang digambarkan di bawah ini:
(1)
(3) (2) (5)
(6)
(4)
Keterangan:
1) Mengirimkan dokumen/surat penagihan piutang kepada debitur melalui unit administrasi untuk mendapat surat tanggapan;
2) Mengirimkan dokumen/surat penagihan piutang kepada unit/petugas pembukuan untuk dicatat;
3) Menyampaikan surat tanggapan dari debitur yang disampaikan melalui unit adminstrasi;
4) Menyampaikan bukti setor kepada unit pembukuan;
5) Membuat laporan piutang per jenis piutang;
6) Menyampaikan laporan-laporan piutang kepada unit akuntansi level di atasnya.
2. Dokumen Sumber
Dokumen sumber yang menjadi dasar penatausahaan piutang PNBP adalah sebagai berikut:
1. Perjanjian/kontrak piutang PNBP;
2. Surat Ketetapan dalam hal piutang PNBP, Surat Ketetapan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM)/SKTM;
3. Surat Setoran Bukan Pajak dan bukti setor lainnya;
4. Surat Keputusan Penghapusan;
5. Dokumen lain yang berkaitan dengan piutang PNBP.
3. Penatausahaan Piutang PNBP oleh Unit/Petugas Akuntansi Piutang pada Kementerian Negara/Lembaga
Penatausahaan piutang PNBP adalah proses pencatatan dan pelaporan jumlah uang yang menjadi hak pemerintah atau kewajiban pihak lain kepada pemerintah sebagai akibat penyerahan uang, barang dan jasa oleh pemerintah atau akibat lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Formulir/daftar yang digunakan dalam pencatatan piutang adalah:
a. Kartu Piutang
Merupakan kartu yang menunjukkan jumlah piutang, mutasi dan saldo piutang masing-masing debitur. Pencatatan piutang dilakukan pada saat timbulnya hak pemerintah atau adanya kewajiban pihak lain kepada pemerintah. Pencatatan didasarkan atas dokumen sumber yang berasal dari surat ketetapan piutang, bukti setor dan surat penghapusan piutang. Kartu Piutang diisi setiap terjadi transaksi. Bentuk Kartu Piutang dan petunjuk pengisiannya dapat dilihat pada halaman 13 Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
b. Daftar Rekapitulasi Piutang
Merupakan daftar yang menunjukkan total mutasi dan saldo piutang menurut jenis piutangnya. Pencatatan ke dalam Daftar Rekapitulasi Piutang dilakukan setiap semester berdasarkan mutasi dalam kartu piutang. Bentuk Daftar Rekapitulasi Piutang dan petunjuk pengisiannya dapat dilihat pada halaman 16 Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
c. Daftar Saldo Piutang
Merupakan daftar yang menunjukkan saldo piutang berdasarkan rekapitulasi masing-masing jenis piutang dan disajikan setiap semester. Bentuk Daftar Saldo Piutang dan petunjuk pengisiannya dapat dilihat pada halaman 18 Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
d. Daftar Umur Piutang
Merupakan daftar yang menunjukkan pengelompokan piutang yang menunggak (sudah melebihi jangka waktu kredit) berdasarkan lamanya waktu tunggakannya dan disajikan setiap akhir tahun. Bentuk Daftar Umur Piutang dan petunjuk pengisiannya dapat dilihat pada halaman 20 Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
e. Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang
Untuk memudahkan reklasifikasi piutang dapat dibuatkan Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang yang menunjukkan jumlah bagian lancar dan jumlah bagian tidak lancar. Reklasifikasi aset non lancar ke dalam aset lancar dikarenakan jumlah yang direklasifikasi tersebut akan jatuh tempo dalam kurun waktu 12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca. Bentuk Daftar Reklasifikasi dan petunjuk pengisiannya dapat dilihat pada halaman 22 Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
f. Formulir Jurnal Aset (FJA)
Merupakan formulir yang digunakan untuk mencatat penambahan, pengurangan, dan penghapusan nilai aset pada neraca. Dalam hal ini adalah nilai aset piutang pada neraca. Bentuk FJA dan petunjuk pengisiannya dapat dilihat di halaman 24 Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
Bentuk Kartu Piutang adalah sebagai berikut:
Kementerian Negara/Lembaga : (1)
Eselon I : (2)
Wilayah : (3)
Satuan Kerja : (4) Jenis Piutang : (5)
Nomor : (6)
KARTU PIUTANG
Identitas Debitur Data Piutang
Nama : (7) Jumlah Piutang : (12)
NIP/NPWP : (8) Tgl Jatuh tempo : (13)
Alamat : (9) Angsuran per bln : (14)
Unit Kerja : (10) Mulai mengangsur : (15)
Departemen/Lembaga : (11) Dasar Penetapan Piutang
No. SK : (16)
Tgl. SK : (17)
Tgl Keterangan Debet Kredit Saldo
(18) (19) (20) (21) (22)
Dicatat, (23) Disetujui, (24)
(.............................................) (...........................................)
Tata cara pengisian Kartu Piutang adalah sebagai berikut:
No Uraian Pengisian
1. Kementerian Negara/Lembaga Diisi dengan kode dan uraian kementerian negara/lembaga
2. Eselon I Diisi dengan kode dan uraian unit eselon I
3. Wilayah Diisi dengan kode dan uraian kantor wilayah
4. Satuan Kerja Diisi dengan kode dan uraian satuan kerja
5. Jenis Piutang Diisi dengan kode (2 digit) dan uraian jenis piutang.
Jenis piutang adalah sebagai berikut:
11 : Piutang dari Pendapatan Minyak Bumi
12 : Piutang dari Pendapatan Gas Alam
13 : Piutang dari Pendapatan Pertambangan Umum
14 : Piutang dari Pendapatan Kehutanan
15 : Piutang dari Pendapatan Perikanan
22 : Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah Pemerintah atas Laba BUMN
31 : Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa
32 : Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan
33 : Piutang dari Pendapatan Pendidikan
34 : Piutang dari Pendapatan Lain-Lain
41 : Tagihan Penjualan Angsuran
42 : Tagihan Tuntutan Ganti Rugi
6. Nomor Diisi dengan nomor urut per jenis piutang (5 digit)
7. Nama Diisi dengan nama debitur
8. NIP/NPWP Diisi dengan NIP/NPWP, NIP untuk debitur PNS
9. Alamat Diisi dengan alamat debitur
10. Unit Kerja Diisi dengan unit kerja debitur (UAKPA)
11. Departemen/Lembaga Diisi dengan nama departemen/lembaga (debitur)
12. Jumlah Piutang Diisi dengan jumlah rupiah piutang PNBP
13. Tgl Jatuh Tempo Diisi dengan tanggal jatuh tempo piutang
14. Angsuran per bln Diisi dengan jumlah rupiah angsuran per bulan apabila pembayaran piutang dilakukan dengan mengangsur
15. Mulai Mengangsur (*) Diisi dengan tanggal mulai mengangsur
16. No. SK Diisi dengan nomor SK Penetapan Piutang
17. Tgl. SK Diisi dengan tanggal SK Penetapan Piutang
18. Tgl (*) Diisi dengan tanggal pencatatan
19. Keterangan (*) Diisi dengan uraian transaksi, misalnya penandatanganan surat ketetapan hutang, pembayaran angsuran, dll
20. Debit Diisi dengan rupiah penambahan piutang PNBP
21. Kredit Diisi dengan rupiah pengurangan piutang PNBP
22. Saldo Diisi dengan selisih antara kolom (20) dan kolom (21)
23. Dicatat Diisi dengan nama petugas yang mencatat Kartu Piutang
24. Disetujui Diisi dengan nama penanggungjawab satuan kerja
* Hanya diisi pada akhir semester (Khusus Kartu Piutang untuk Piutang kode 20,21, atau 22)
Bentuk Daftar Rekapitulasi Piutang adalah sebagai berikut:
Kementerian Negara/Lembaga : (1)
Eselon I : (2)
Wilayah : (3)
Satuan Kerja : (4)
DAFTAR REKAPITULASI PIUTANG
Jenis Piutang PNBP: (5)
semester : (6)
Yang berakhir pada tanggal …..…(7)
No.
Kartu Piutang Keterangan Jumlah Piutang s/d Semester Lalu Penambahan Pengurangan Jumlah Piutang
s/d Semester ini
(8) (9) (10) (11) (12) (13)
Dicatat, (14) Disetujui, (15)
(.............................................) (...........................................)
Tata cara pengisian Daftar Rekapitulasi Piutang adalah sebagai berikut:
No Uraian Pengisian
1. Kementerian Negara/Lembaga Diisi dengan kode dan uraian kementerian negara/ lembaga
2. Eselon I Diisi dengan kode dan uraian unit eselon I
3. Wilayah Diisi dengan kode dan uraian kantor wilayah
4. Satuan Kerja Diisi dengan kode dan uraian satuan kerja
5. Jenis Piutang PNBP Diisi dengan kode (2 digit) dan uraian jenis piutang PNBP
6. Semester Diisi dengan semester mutasi piutang
7. Yang berakhir pada tanggal - Cukup jelas -
8. No. Kartu Piutang Diisi dengan nomor Kartu Piutang
9. Keterangan Diisi dengan uraian transaksi misalnya Nama Debitur A, Debitur B, dst
10. Jumlah Piutang s/d Semester Lalu Diisi dengan jumlah piutang sampai dengan semester sebelumnya
11. Penambahan Diisi dengan jumlah penambahan piutang pada semester yang bersangkutan
12. Pengurangan Diisi dengan jumlah pengurangan piutang pada semester yang bersangkutan
13. Jumlah Piutang s/d Semester ini Diisi dengan hasil penambahan kolom (10) dan (11) dikurang (12)
14. Dicatat Diisi dengan nama dan tanda tangan petugas yang mencatat kartu piutang
15. Disetujui Diisi dengan nama dan tanda tangan penanggungjawab satuan kerja
Bentuk Daftar Saldo Piutang adalah sebagai berikut:
Kementerian Negara/Lembaga : (1)
Eselon I : (2)
Wilayah : (3)
Satuan Kerja : (4)
DAFTAR SALDO PIUTANG
Semester: (5)
Yang berakhir tanggal: (6)
Kode
(7) Jenis Piutang
(8) Saldo (Rp)
(9)
11 Piutang dari Pendapatan Minyak Bumi
12 Piutang dari Pendapatan Gas Alam
13 Piutang dari Pendapatan Pertambangan Umum
14 Piutang dari Pendapatan Kehutanan
15 Piutang dari Pendapatan Perikanan
22 Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah Pemerintah atas Laba BUMN
31 Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa
32 Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan
33 Piutang dari Pendapatan Pendidikan
34 Piutang dari Pendapatan Lain-Lain
41 Tagihan Penjualan Angsuran
42 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi
Jumlah (10)
Disetujui, (11)
(.....................................)
Tata cara pengisian Daftar Saldo Piutang adalah sebagai berikut:
No. Uraian Pengisian
1. Kementerian Negara/Lembaga Diisi dengan kode dan uraian kementerian negara/lembaga
2. Eselon I Diisi dengan kode dan uraian unit eselon1
3. Wilayah Diisi dengan kode dan uraian kantor wilayah
4. Satuan Kerja Diisi dengan kode dan uraian satuan kerja
5. Semester - Cukup jelas -
6. Yang berakhir tanggal - Cukup jelas -
7. Kode Diisi dengan kode jenis piutang
8. Jenis Piutang Diisi dengan uraian jenis piutang
9. Saldo Diisi dengan saldo piutang
10. Jumlah Diisi dengan jumlah saldo dari seluruh jenis piutang
11. Disetujui Diisi dengan nama dan tanda tangan penanggungjawab satuan kerja
Bentuk Daftar Umur Piutang adalah sebagai berikut:
Kementerian Negara/Lembaga : (1)
Eselon I : (2)
Wilayah : (3)
Satuan Kerja : (4)
DAFTAR UMUR PIUTANG
Jenis Piutang PNBP: (5)
Yang berakhir pada tanggal …..…(6)
No. Identitas Debitur So. Awal Pelunasan So. Akhir Tagihan yang belum dilunasi pada tahun berjalan
A=ada/T=tidak Jumlah tagihan yang belum dilunasi pada tahun berjalan Jangka waktu piutang yang belum dilunasi
<12 bulan >12 bulan
No. SK
Tgl. SK
Tgl. Jatuh Tempo
Jumlah Piutang 1-30 hari 1-3 bulan 3-6 bulan 6-12 bulan Jumlah Lebih dari
1 tahun
(7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)
Jumlah (20) (21)
Dicatat, (22) Disetujui, (23)
(.............................................) (...........................................)
Tata cara pengisian Daftar Umur Piutang adalah sebagai berikut:
No. Uraian Pengisian
1. Kementerian Negara/Lembaga Diisi dengan kode dan uraian kementerian negara/lembaga
2. Eselon I Diisi dengan kode dan uraian unit eselon I
3. Wilayah Diisi dengan kode dan uraian kantor wilayah
4. Satuan Kerja Diisi dengan kode dan uraian satuan kerja
5. Jenis Piutang Diisi dengan kode (2 digit) dan uraian jenis piutang PNBP
6. Yang Berakhir Pada Tanggal - Cukup jelas -
7. No. - Cukup jelas -
8. Identitas Debitur Diisi dengan nama debitur, nomor SK Penetapan Piutang, tanggal SK Penetapan Piutang, tanggal jatuh tempo piutang, jumlah rupiah piutang.
9. So. Awal Diisi dengan jumlah saldo awal piutang pada tahun berjalan.
10. Pelunasan Diisi dengan jumlah pelunasan piutang pada tahun berjalan.
11. So. Akhir Diisi dengan jumlah saldo akhir piutang pada tahun berjalan.
12. Tagihan belum dilunasi pada tahun berjalan A=ada/T=tidak Diisi dengan huruf A, jika ada tagihan yang belum dilunasi pada tahun berjalan dan huruf T, jika tidak ada.
13. Jumlah tagihan yang belum dilunasi pada tahun berjalan Diisi dengan jumlah tagihan yang belum dilunasi pada tahun berjalan.
14 – 17 Jangka waktu piutang yang belum dilunasi (<12bulan) Di setiap kolom umur, diisi dengan jumlah sisa rupiah piutang yang belum dilunasi pada tahun berikutnya.
18. Jumlah Diisi dengan jumlah rupiah (kolom 14 sampai dengan kolom 17)
19. Jangka waktu piutang yang belum dilunasi (>12bulan) Diisi dengan jumlah sisa rupiah piutang yang belum dilunasi pada periode berikutnya.
20 – 21 Jumlah Cukup Jelas
22. Dicatat Diisi dengan nama petugas yang mencatat kartu piutang
23. Disetujui Diisi dengan nama dan tanda tangan penanggungjawab satuan kerja
Bentuk Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang adalah sebagai berikut:
Kementerian Negara/Lembaga : (1)
Eselon I : (2)
Wilayah : (3)
Satuan Kerja : (4)
DAFTAR REKLASIFIKASI SALDO PIUTANG
Yang berakhir tanggal: (5)
Kode
(6) Jenis Piutang
(7) Saldo
(8) Aset Lancar
(9) Aset Nonlancar
(10)
11 Piutang dari Pendapatan Minyak Bumi
12 Piutang dari Pendapatan Gas Alam
13 Piutang dari Pendapatan Pertambangan Umum
14 Piutang dari Pendapatan Kehutanan
15 Piutang dari Pendapatan Perikanan
22 Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah Pemerintah atas Laba BUMN
31 Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa
32 Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan
33 Piutang dari Pendapatan Pendidikan
34 Piutang dari Pendapatan Lain-Lain
41 Tagihan Penjualan Angsuran
42 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi
Jumlah (11) (12) (13)
Disetujui, (14)
(.....................................)
Tata cara pengisian Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang adalah sebagai berikut:
No. Uraian Pengisian
1. Kementerian Negara/Lembaga Diisi dengan kode dan uraian kementerian negara/lembaga
2. Eselon I Diisi dengan kode dan uraian unit eselon I
3. Wilayah Diisi dengan kode dan uraian kantor wilayah
4. Satuan Kerja Diisi dengan kode dan uraian satuan kerja
5. Yang berakhir tanggal - Cukup jelas -
6. Kode Diisi dengan kode jenis piutang
7. Jenis Piutang Diisi dengan uraian jenis piutang
8. Saldo Diisi dengan saldo piutang
9. Aset Lancar Diisi dengan jumlah yang menjadi aset lancar
10. Aset Nonlancar Diisi dengan jumlah yang menjadi aset nonlancar
11. Jumlah Diisi dengan jumlah saldo dari seluruh jenis piutang
12. Jumlah Diisi dengan jumlah aset lancar dari seluruh jenis piutang
13. Jumlah Diisi dengan jumlah aset non lancar dari seluruh jenis piutang
14. Disetujui Diisi dengan nama dan tanda tangan penanggungjawab satuan kerja
Bentuk Formulir Jurnal Aset adalah sebagai berikut:
FORMULIR JURNAL ASET
Kementerian Negara/Lembaga : (1)___________________________
Eselon I : (2)___________________________
Wilayah : (3)___________________________
Satuan Kerja : (4)___________________________ No. Dokumen : (5)__________________________
Tanggal : (6)___________________________
Tahun Anggaran : (7)___________________________
Periode/Bulan : (8)___________________
Keterangan : (9)__________________________________
__________________________________ Jenis Jurnal Aset (10)
• Kas di Bendahara Penerima
• Kas di Bendahara Pembayar
• Piutang
• Persediaan
• Aset Tetap
• Aset Lainnya
No. Urut
(11) Kode Perkiraan
(12) Uraian Nama Perkiraan
(13) Rupiah
(14)
Dibuat oleh : (15) Disetujui oleh : (16) Direkam oleh : (17)
Tanggal : Tanggal : Tanggal :
Petunjuk Pengisian Formulir Jurnal Aset:
No. URAIAN PENGISIAN
1. Kementerian Negara/ Lembaga Diisi dengan kode dan uraian kementerian negara/lembaga.
2. Eselon I Diisi dengan kode dan uraian unit eselon I
3. Wilayah Diisi dengan kode dan uraian kantor wilayah/propinsi.
4. Satuan Kerja Diisi dengan kode/uraian satuan kerja.
5. No. Dokumen
Diisi dengan no. dokumen yang ditetapkan untuk Formulir Jurnal Aset. Nomor Formulir Jurnal Aset ditetapkan oleh setiap unit akuntansi pembuat Formulir Jurnal Aset dengan menggunakan format “BABT00000” dimana BA = kode 3 digit Kementerian Negara/Lembaga, B = bulan, T = tahun, dan 00000 = no. urut.
6. Tanggal Diisi dengan tanggal pembuatan laporan sbb :
HH – BB -TTTT
7. Tahun Anggaran Diisi dengan periode tahun anggaran yang dilaporkan.
8. Periode/Bulan Diisi dengan periode transaksi yang dilaporkan.
Contoh : 01-01-2001 s.d 31-01-2001/Januari
9. Keterangan Diisi dengan penjelasan mengenai sifat dari transaksi yang dibuat Formulir Jurnal Aset.
10. Jenis Jurnal Aset Diisi dengan 6 pilihan jenis jurnal aset yang sesuai
11. No. Urut Diisi dengan nomor urut transaksi dengan rincian debet atau kredit
12. Kode Perkiraan Diisi dengan 6 (enam) digit untuk kode perkiraan
13. Uraian Nama Perkiraan Diisi dengan nama perkiraan sesuai dengan kode perkiraan pada kolom 13
14. Rupiah Diisi dengan jumlah rupiah yang didebet atau dikredit. Jumlah kredit dibedakan dari jumlah debet dengan memasukkan tanda minus (-) didepan jumlah kredit untuk memungkinkan pengambilan jumlah.
15. Dibuat oleh: Tanggal: Diisi dengan nama jelas dan tanda tangan staf yang membuat Formulir Jurnal Aset. Tanggal pembuatan Formulir Jurnal Aset ditulis pada tempat yang disediakan.
16. Disetujui oleh:
Tanggal: Diisi dengan nama jelas dan tanda tangan penanggungjawab yang meneliti dan menyetujui Formulir Jurnal Aset. Tanggal penandatanganan Formulir Jurnal Aset ditulis pada tempat yang disediakan.
17. Direkam oleh :
Tanggal Diisi dengan nama jelas dan tanda tangan staf yang merekam Formulir Jurnal Aset. Tanggal perekaman Formulir Jurnal Aset ditulis pada tempat yang disediakan.
Bagan Alir Penatausahaan Piutang PNBP pada UAKPA
Keterangan Bagan Alir:
1-2 Petugas Penatausahaan Piutang – Pembukuan menerima dan melakukan pencatatan dokumen sumber ke dalam Kartu Piutang.
3a-3b Petugas Penatausahaan Piutang – Pembukuan melakukan pencatatan ke dalam Daftar Umur Piutang dan melakukan rekapitulasi piutang berdasarkan Kartu Piutang.
4-6 Petugas Penatausahaan Piutang – Pembukuan membuat Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang berdasarkan Daftar Umur Piutang.
7-9 Petugas Penatausahaan Piutang – Pembukuan membuat Daftar Saldo Piutang berdasarkan Daftar Rekapitulasi Piutang.
10-11 Petugas Akuntansi Piutang membuat Formulir Jurnal Aset berdasar Daftar Reklasifikasi Piutang dan Daftar Saldo Piutang yang diperoleh dari Petugas Penatausahaan Piutang – Pembukuan.
4. Kebijakan Akuntansi
Akuntansi Piutang adalah serangkaian kegiatan yang meliputi proses pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran transaksi dan kejadian keuangan, penginterpretasian atas hasilnya, serta penyajian piutang dalam neraca.
a. Pengakuan Piutang PNBP
Pada dasarnya piutang PNBP diakui pada saat terjadinya hak untuk menagih piutang PNBP, atau pada saat terbit surat keputusan tentang Piutang PNBP. Misalnya Piutang Bukan Pajak yang sampai pada tanggal neraca belum dibayar oleh wajib bayar harus dicatat sebagai Piutang PNBP dalam neraca. Contohnya tagihan atas sewa gedung pemerintah oleh pihak ketiga dan pada saat terbitnya Surat Ketetapan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) yang merupakan dokumen untuk mengakui TGR untuk pegawai negeri sipil (PNS).
Pengakuan untuk Bagian Lancar TPA, Bagian Lancar TGR, Piutang Bukan Pajak Lainnya, dan Bagian Lancar Pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah, dan lembaga asing adalah sebagai berikut:
1) Bagian Lancar TPA diakui pada setiap akhir tahun dengan cara melakukan reklasifikasi TPA yang akan jatuh tempo pada satu tahun berikutnya setelah tanggal neraca. Reklasifikasi tersebut akan mengurangi akun TPA di neraca;
2) Bagian Lancar TGR diakui pada setiap akhir tahun dengan cara melakukan reklasifikasi TGR jangka panjang yang akan jatuh tempo pada satu tahun berikutnya setelah tanggal neraca. Reklasifikasi tersebut akan mengurangi akun TGR di neraca;
3) Piutang Bukan Pajak Lainnya diakui pada saat terbitnya surat pernyataan Piutang PNBP;
4) Bagian Lancar Pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah, dan lembaga asing diakui pada setiap akhir tahun dengan cara melakukan reklasifikasi piutang pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah, dan lembaga asing yang akan jatuh tempo pada satu tahun berikutnya setelah tanggal neraca. Reklasifikasi tersebut akan mengurangi akun Piutang Pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah, dan lembaga asing di neraca.
b. Pengukuran Piutang PNBP
Pada dasarnya Piutang PNBP dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sebesar nilai rupiah yang belum dilunasi. Misalnya Piutang Bukan Pajak dicatat sebesar nilai nominal seluruh tagihan yang belum dibayar oleh wajib bayar pada tanggal neraca. Contohnya adalah tagihan sewa gedung pemerintah yang belum dibayar oleh pihak ketiga.
Sedangkan pencatatan untuk Bagian Lancar TPA, Bagian Lancar TGR, Bagian Lancar Pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah dan lembaga asing, dan Piutang Bukan Pajak Lainnya adalah sebagai berikut:
a. Bagian Lancar TPA dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sejumlah rupiah TPA yang akan diterima dalam waktu satu tahun;
b. Bagian Lancar TGR dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sejumlah rupiah TGR yang akan diterima dalam waktu satu tahun;
c. Bagian Lancar Pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah, dan lembaga asing dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sebesar nilai rupiah jumlah bagian lancar piutang;
d. Piutang Bukan Pajak Lainnya dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sebesar nilai rupiah yang belum dilunasi.
c. Pengungkapan Piutang PNBP
Piutang PNBP disajikan di neraca sebagai Aset Lancar dan diungkapkan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK), berupa:
a. Perincian jenis-jenis piutang;
b. Penjelasan atas penyelesaian piutang, masih di kementerian negara/lembaga atau sudah diserahkan pengurusannya kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara;
c. Penjelasan atas piutang yang merupakan hasil reklasifikasi TPA dan/atau TGR;
d. Penjelasan atas piutang yang merupakan hasil reklasifikasi Piutang Pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah, dan lembaga asing;
e. Penjelasan atas Piutang Bukan Pajak Lainnya;
f. Daftar Umur Piutang PNBP.
d. Jurnal Piutang
Pencatatan piutang dilakukan oleh Petugas Akuntansi Piutang pada tingkat Kuasa Pengguna Anggaran. Petugas Akuntansi Piutang menyelenggarakan pencatatan piutang PNBP yang dimiliki oleh Kuasa Pengguna Anggaran secara periodik dengan menggunakan Kartu Piutang.
Berdasarkan Kartu Piutang, Petugas Akuntansi Piutang menyusun Daftar Umur Piutang dan kemudian menyusun Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang. Selain itu, Petugas Akuntansi Piutang juga menyusun Daftar Rekapitulasi Piutang dan Daftar Saldo Piutang.
Setiap akhir semester, berdasarkan Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang dan Daftar Saldo Piutang, Petugas Akuntansi Piutang mencatat jurnal aset melalui Formulir Jurnal Aset. Formulir Jurnal aset selanjutnya direkam dengan menggunakan Aplikasi Sistem Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran.
Pencatatan piutang hanya dilakukan pada saat pencatatan saldo awal piutang pertama kali dan penambahan atau pengurangan nilai piutang pada akhir semester. Pada akhir tahun dilakukan reklasifikasi Piutang PNBP. Reklasifikasi piutang PNBP dicatat pada akhir tahun serta pada awal tahun berikutnya dibuatkan jurnal balik.
Pencatatan piutang dilakukan sesuai dengan kelompok piutang, yaitu:
1. Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak
Jurnal untuk mencatat saldo awal Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah:
Dr 113211 Piutang PNBP XXXXXX
Cr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Jurnal untuk penambahan nilai Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah:
Dr 113211 Piutang PNBP XXXXXX
Cr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Jurnal untuk pengurangan nilai Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah:
Dr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Cr 113211 Piutang PNBP XXXXXX
2. Piutang Bukan Pajak Lainnya
Jurnal untuk mencatat saldo awal Piutang Bukan Pajak Lainnya adalah:
Dr 113811 Piutang PNBP XXXXXX
Cr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Jurnal untuk penambahan nilai Piutang Bukan Pajak Lainnya adalah:
Dr 113811 Piutang PNBP XXXXXX
Cr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Jurnal untuk pengurangan nilai Piutang Bukan Pajak Lainnya adalah:
Dr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Cr 113811 Piutang PNBP XXXXXX
e. Pelaporan Piutang
Piutang disajikan dalam kelompok Aset Lancar. Jika terdapat aset lainnya berupa tagihan kepada pihak ketiga seperti TGR yang akan jatuh tempo dalam 12 bulan, maka perlu dilakukan reklasifikasi atas bagian lancar yang akan jatuh tempo.
Dengan reklasifikasi tersebut akan dipisahkan:
a. Aset Lancar : Tagihan yang diharapkan akan dilunasi dalam waktu 12(dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan
b. Aset Non Lancar : Tagihan yang diharapkan akan dilunasi dalam waktu lebih dari 12(dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan
Sebagai contoh Tuntutan Ganti Rugi yang akan jatuh tempo dalam kurun waktu 12 bulan mendatang harus direklasifikasikan ke dalam Aset Lancar pada perkiraan Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi, sedangkan sisanya yang jatuh tempo lebih dari 12 bulan tetap disajikan dalam Aset Lainnya pada perkiraan Tuntutan Ganti Rugi.
Jurnal untuk mencatat saldo awal Tuntutan Ganti Rugi adalah:
Dr 151211 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi XXXXXX
Cr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya XXXXXX
Jurnal untuk mencatat saldo awal Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi adalah:
Dr 113411 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi XXXXXX
Cr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Jurnal untuk penambahan nilai Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi adalah:
Dr 113411 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi XXXXXX
Cr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Kedua jurnal di atas dicatat setiap akhir tahun. Pada awal tahun berikutnya, dibuat jurnal balik untuk membalik ketiga jurnal di atas. Jurnal tersebut adalah:
Dr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya XXXXXX
Cr 151211 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi XXXXXX
Dr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Cr 113411 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi XXXXXX
Tagihan Penjualan Angsuran berasal dari penjualan rumah dinas atau kendaraan dinas secara angsuran. Tagihan yang akan dilunasi dalam satu periode akuntansi dimasukkan dalam Aset Lancar dengan perkiraan Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran. Sedangkan sisanya ke Aset Lainnya dengan akun Tagihan Penjualan Angsuran.
Jurnal untuk mencatat saldo awal Tagihan Penjualan Angsuran adalah:
Dr 151111 Tagihan Penjualan Angsuran XXXXXX
Cr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya XXXXXX
Jurnal untuk mencatat saldo awal Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran adalah:
Dr 113311 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran
XXXXXX
Cr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Jurnal untuk penambahan nilai Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran adalah:
Dr 113311 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran
XXXXXX
Cr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Kedua jurnal di atas dicatat setiap akhir tahun.
Pada awal tahun berikutnya, dibuat jurnal balik untuk membalik ketiga jurnal di atas.
Jurnal tersebut adalah:
Dr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya XXXXXX
Cr 151111 Tagihan Penjualan Angsuran XXXXXX
Dr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Cr 113311 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran XXXXXX
1) Penyajian Akun Piutang dalam Neraca
Setelah mencatat piutang berdasarkan Daftar Saldo Piutang dan Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang per semester, UAKPA melakukan posting sehingga terbentuk akun piutang di dalam neraca.
Contoh penyajian akun piutang dalam neraca :
ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Penerimaan
Bagian Lancar TPA
Bagian Lancar TGR
Piutang PNBP
Piutang Bukan Pajak Lainnya KEWAJIBAN LANCAR
Uang Muka dari KPPN
Pendapatan yang ditangguhkan
ASET LAINNYA
TGR
TPA EKUITAS LANCAR
Cadangan Piutang
EKUITAS DIINVESTASIKAN
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
2) Penjelasan Piutang dalam CALK
Selain disajikan di dalam neraca, informasi mengenai akun piutang harus diungkapkan di dalam CALK per jenis piutang sesuai Daftar Saldo Piutang dan Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang, termasuk:
a. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penilaian piutang;
b. Perincian Saldo Piutang per umur piutang;
c. Reklasifikasi Piutang untuk menentukan Bagian Lancar Piutang;
d. Informasi piutang yang penagihannya diserahkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
3) Jenjang Pelaporan Piutang
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, maka pelaporan piutang didasarkan pada mekanisme pelaksanaan Sistem Akuntansi Instansi.
Akuntansi Piutang dilaksanakan oleh organisasi terkait, yaitu:
1. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran;
2. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran – Wilayah (UAPPA-W);
3. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran – Eselon 1 (UAPPA-E1);
4. Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA).
Dasar yang digunakan dalam pelaksanaan akuntansi piutang adalah sebagai berikut:
1. Daftar Saldo Piutang;
2. Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang.
Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang dan Daftar Saldo Piutang setiap semester dilaporkan oleh UAKPA kepada Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah (UAPPA-W) untuk disusun menjadi Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang dan Daftar Saldo Piutang tingkat UAPPA-W/Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1 (UAPPA-E1), dan sampai dengan tingkat Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA).
BAGAN ALIR PELAPORAN PIUTANG
`Debitur UAKPA UAPPA- W UAPPA-E 1 UAPA
Petugas Akuntansi Petugas Penatausahaan Piutang
Administrasi Operasional Pembukuan
Keterangan Bagan Alir Pelaporan Piutang PNBP adalah:
1. Berdasarkan dokumen sumber yang diterima Petugas Penatausahaan Piutang – Operasional menerbitkan surat tagihan. Surat tagihan tersebut, melalui Petugas Penatausahaan Piutang – Administrasi dikirimkan kepada Debitur.
2. Petugas Penatausahaan Piutang – Administrasi memberikan salinan surat tagihan kepada Petugas Penatausahaan Piutang – Pembukuan untuk dicatat dalam Kartu Piutang.
3. Jika Debitur telah melakukan setoran, maka Petugas Penatausahaan Piutang – Administrasi menerima surat setoran dari debitur dan menyerahkan surat setoran tersebut kepada Petugas Penatausahaan Piutang – Pembukuan untuk dicatat dalam Kartu Piutang.
4. Berdasarkan Kartu Piutang, Petugas Penatausahaan Piutang – Pembukuan menyusun Daftar Umur Piutang dan kemudian menyusun Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang. Berdasarkan Kartu Piutang, Petugas Penatausahaan Piutang – Pembukuan menyusun Daftar Rekapitulasi Piutang dan kemudian menyusun Daftar Saldo Piutang.
Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang dan Daftar Saldo Piutang diserahkan kepada Petugas Penatausahaan Piutang – Administrasi.
5. Petugas Penatausahaan Piutang – Administrasi mengirimkan Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang dan Daftar Saldo Piutang kepada UAPPA-W/UAPPA-E1/UAPA.
6. Petugas Penatausahaan Piutang – Administrasi mengirimkan Salinan Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang dan Daftar Saldo Piutang kepada Petugas Akuntansi Piutang.
7. Berdasarkan Salinan Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang dan Daftar Saldo Piutang, Petugas Akuntansi Piutang membuat Formulir Jurnal Aset (FJA). FJA tersebut diinput dan diposting melalui proses Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) sehingga tercetak laporan keuangan yang menyajikan akun Piutang.
8. Laporan keuangan beserta Arsip Data Komputer (ADK) disampaikan kepada UAPPA-W/UAPPA-E1/UAPA
Bagan Alir Piutang Tidak Tertagih
Keterangan Bagan Alir Piutang Tak Tertagih adalah:
1. Instansi melakukan penagihan piutang kepada Debitur
2. Jika terdapat pembayaran, maka di tingkat UAKPA melaksanakan penatausahaan piutang sebagaimana bagan alir pelaporan piutang.
3. Jika tidak terdapat pembayaran, maka instansi harus menunggu sampai tanggal jatuh tempo.
4. Apabila belum sampai tanggal jatuh tempo, maka instansi masih harus menunggu sampai dengan tanggal jatuh tempo.
5. Tetapi apabila telah lewat tanggal jatuh tempo, maka instansi melakukan penagihan sendiri kepada Debitur.
6. Jika Debitur menyatakan kesanggupannya untuk melakukan pembayaran, maka instansi harus menunggu sampai pembayaran dilakukan.
7. Sedangkan jika Debitur menyatakan ketidaksanggupannya dalam melakukan pembayaran, maka kasus tersebut dapat dilimpahkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
ILUSTRASI PIUTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
A. Pencatatan dalam Kartu Piutang
Ariyanto Husodo adalah pegawai pada sebuah kantor pemerintah yang memiliki kode satker 411231, dikenakan Tuntutan Ganti Rugi atas kehilangan sepeda motor pada tanggal 28 Juli 2005. Berdasarkan SKTJM, ganti rugi ditetapkan sebesar Rp. 12.000.000,- dan akan dibayar selama 2 tahun secara angsuran @ 500.000 per bulan. Pembayaran dilakukan dengan pemotongan gaji secara langsung. (asumsi pembayaran secara lancar).
Tabel Pembayaran dapat dilihat di bawah:
Kementerian Negara/Lembaga: (015) Departemen Keuangan
Eselon I: (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah: (0100) Jakarta Pusat
Satuan Kerja: (411231) KPPN Budi Utomo Jenis Piutang : 02
Nomor : 00003
KARTU PIUTANG
Identitas Debitur Data Piutang
Nama : Ariyanto Husodo Jumlah Piutang : 12.000.000
NIP/NPWP : 060099999 Tgl Jatuh tempo : 31 Agustus 2007
Alamat : Jl. Budi Utomo 6 Jakarta Pusat Angsuran per bln : 500.000
Mulai mengangsur
: 1 Agustus 2005
Unit Kerja/Kode Satker : KPPN Budi Utomo 411231 Dasar Penetapan Piutang
No. SK
: BA-0108/05
Departemen/Lembaga : Departemen Keuangan Tgl. SK : 30 Juli 2005
Tgl Keterangan Debet Kredit Saldo
(14) (15) (16) (17) (18)
01/08/05 Saldo awal 12.000.000 0 12.000.000
01/08/05 Angsuran 1 0 500.000 11.500.000
01/09/05 Angsuran 2 0 500.000 11.000.000
01/10/05 Angsuran 3 0 500.000 10.500.000
01/11/05 Angsuran 4 0 500.000 10.000.000
01/12/05 Angsuran 5 0 500.000 9.500.000
So. Semester II Thn 2005 9.500.000
01/01/06 Angsuran 6 0 500.000 9.000.000
01/02/06 Angsuran 7 0 500.000 8.500.000
01/03/06 Angsuran 8 0 500.000 8.000.000
01/04/06 Angsuran 9 0 500.000 7.500.000
01/05/06 Angsuran 10 0 500.000 7.000.000
01/06/06 Angsuran 11 0 500.000 6.500.000
So. Semester Thn 2006 6.500.000
01/07/06 Angsuran 12 0 500.000 6.000.000
01/08/06 Angsuran 13 0 500.000 5.500.000
01/09/06 Angsuran 14 0 500.000 5.000.000
01/10/06 Angsuran 15 0 500.000 4.500.000
01/11/06 Angsuran 16 0 500.000 4.000.000
01/12/06 Angsuran 17 0 500.000 3.500.000
So. Semester II Thn 2006 3.500.000
01/01/07 Angsuran 18 0 500.000 3.000.000
01/02/07 Angsuran 19 0 500.000 2.500.000
01/03/07 Angsuran 20 0 500.000 2.000.000
01/04/07 Angsuran 21 0 500.000 1.500.000
01/05/07 Angsuran 22 0 500.000 1.000.000
01/06/07 Angsuran 23 0 500.000 500.000
So. Semester I Thn 2007 500.000
01/07/07 Angsuran 24 0 500.000 0
Dicatat, Disetujui,
(Suliswaty) (Sambudi)
NIP........................ NIP...........................
B. Pembuatan Daftar Rekapitulasi Piutang
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR REKAPITULASI PIUTANG
Jenis Piutang PNBP: 02 – Tagihan Tuntutan ganti Rugi
semester : II
Yang berakhir pada tanggal 31 Des 2005
No.
Kartu Piutang Keterangan Jumlah Piutang s/d Semester Lalu Penambahan Pengurangan Jumlah Piutang
s/d Semester ini
(4) (5) (6) (7) (8) (9)
00003 Ariyanto Husodo
NIP. 060099999 0 12.000.000 2.500.000 9.500.000
Dicatat, Disetujui,
(Suliswaty) (Sambudi)
NIP........................ NIP...........................
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR REKAPITULASI PIUTANG
Jenis Piutang PNBP: 02 – Tagihan Tuntutan ganti Rugi
semester : I
Yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2006
No.
Kartu Piutang Keterangan Jumlah Piutang s/d Semester Lalu Penambahan Pengurangan Jumlah Piutang
s/d Semester ini
(4) (5) (6) (7) (8) (9)
00003 Ariyanto Husodo
NIP 060099999 9.500.000 0 3.000.000 6.500.000
Dicatat, Disetujui,
(Suliswaty) (Sambudi)
NIP........................ NIP...........................
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR REKAPITULASI PIUTANG
Jenis Piutang PNBP: 02 – Tagihan Tuntutan ganti Rugi
semester : II
Yang berakhir pada tanggal 31 Des 2006
No.
Kartu Piutang Keterangan Jumlah Piutang s/d Semester Lalu Penambahan Pengurangan Jumlah Piutang
s/d Semester ini
(4) (5) (6) (7) (8) (9)
00003 Ariyanto Husodo
NIP 060099999 6.500.000 0 3.000.000 3.500.000
Dicatat, Disetujui,
(Suliswaty) (Sambudi)
NIP........................ NIP...........................
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR REKAPITULASI PIUTANG
Jenis Piutang PNBP: 02 – Tagihan Tuntutan ganti Rugi
semester : I
Yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2007
No.
Kartu Piutang Keterangan Jumlah Piutang s/d Semester Lalu Penambahan Pengurangan Jumlah Piutang
s/d Semester ini
(4) (5) (6) (7) (8) (9)
00003 Ariyanto Husodo
NIP 060099999 3.500.000 0 3.000.000 500.000
Dicatat, Disetujui,
(Suliswaty) (Sambudi)
NIP........................ NIP...........................
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR REKAPITULASI PIUTANG
Jenis Piutang PNBP: 02 – Tagihan Tuntutan ganti Rugi
semester : II
Yang berakhir pada tanggal 31 Des 2007
No.
Kartu Piutang Keterangan Jumlah Piutang s/d Semester Lalu Penambahan Pengurangan Jumlah Piutang
s/d Semester ini
(4) (5) (6) (7) (8) (9)
00003 Ariyanto Husodo
NIP. 060099999 500.000 0 500.000 0
Dicatat, Disetujui,
(Suliswaty) (Sambudi)
NIP........................ NIP...........................
C. Membuat Daftar Saldo Piutang
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR SALDO PIUTANG
Semester: II
Yang berakhir tanggal 31 Des 2005
Kode Jenis Piutang Saldo (Rp)
22 Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah Pemerintah atas Laba BUMN
31 Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa
32 Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan
33 Piutang dari Pendapatan Pendidikan
34 Piutang dari Pendapatan Lain-Lain
41 Tagihan Penjualan Angsuran
42 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 9.500.000
Jumlah 9.500.000
Disetujui,
(Sambudi)
NIP...........................
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR SALDO PIUTANG
Semester: I
Yang berakhir tanggal 30 Juni 2006
Kode Jenis Piutang Saldo (Rp)
22 Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah Pemerintah atas Laba BUMN
31 Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa
32 Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan
33 Piutang dari Pendapatan Pendidikan
34 Piutang dari Pendapatan Lain-Lain
41 Tagihan Penjualan Angsuran
42 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 6.500.000
Jumlah 6.500.000
Disetujui,
(Sambudi)
NIP...........................
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR SALDO PIUTANG
Semester: II
Yang berakhir tanggal 31 Des 2006
Kode Jenis Piutang Saldo (Rp)
22 Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah Pemerintah atas Laba BUMN
31 Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa
32 Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan
33 Piutang dari Pendapatan Pendidikan
34 Piutang dari Pendapatan Lain-Lain
41 Tagihan Penjualan Angsuran
42 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 3.500.000
Jumlah 3.500.000
Disetujui,
(Sambudi)
NIP...........................
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR SALDO PIUTANG
Semester: I
Yang berakhir tanggal 30 Juni 2007
Kode Jenis Piutang Saldo (Rp)
22 Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah Pemerintah atas Laba BUMN
31 Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa
32 Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan
33 Piutang dari Pendapatan Pendidikan
34 Piutang dari Pendapatan Lain-Lain
41 Tagihan Penjualan Angsuran
42 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 500.000
Jumlah 500.000
Disetujui,
(Sambudi)
NIP...........................
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR SALDO PIUTANG
Semester: I
Yang berakhir tanggal 31 Des 2007
Kode Jenis Piutang Saldo (Rp)
22 Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah Pemerintah atas Laba BUMN
31 Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa
32 Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan
33 Piutang dari Pendapatan Pendidikan
34 Piutang dari Pendapatan Lain-Lain
41 Tagihan Penjualan Angsuran
42 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 0
Jumlah 0
Disetujui,
(Sambudi)
NIP...........................
D. Membuat Daftar Umur Piutang
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR UMUR PIUTANG
Jenis Piutang: 02 – Tagihan Tuntutan Ganti Rugi
Yang Berakhir Pada Tanggal: 31 Des 2005
No Identitas Debitur So. Awal Pelunasan So. Akhir Tagihan yang belum dilunasi pada tahun berjalan
A=ada/T=tidak Jumlah tagihan yang belum dilunasi pada tahun berjalan Jangka waktu piutang yang belum dilunasi (dalam ribuan)
<12 bulan >12 bulan
Nama
No. SK
Tgl. SK
Tgl. Jatuh Tempo
Jumlah Piutang 1-30 hari 1-3 bulan 3-6 bulan 6-12 bulan Jumlah Lebih dari
1 tahun
(7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)
1. Ariyanto Husodo
BA-0108/05
30 Juli 05
31 Agustus 07
Rp.12.000.000,- 12.000.000 2.500.000 9.500.000 T 0 500 1.000 1.500 3.000 6.000 3.500
Jumlah 6.000 3.500
Dicatat, (22) Disetujui, (23)
(Maelawati) (Sambudi)
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR UMUR PIUTANG
Jenis Piutang: 02 – Tagihan Tuntutan Ganti Rugi
Yang Berakhir Pada Tanggal: 31 Des 2006
No Identitas Debitur So. Awal Pelunasan So. Akhir Tagihan yang belum dilunasi pada tahun berjalan
A=ada/T=tidak Jumlah tagihan yang belum dilunasi pada tahun berjalan Jangka waktu piutang yang belum dilunasi (dalam ribuan)
<12 bulan >12 bulan
Nama
No. SK
Tgl. SK
Tgl. Jatuh Tempo
Jumlah Piutang 1-30 hari 1-3 bulan 3-6 bulan 6-12 bulan Jumlah Lebih dari
1 tahun
(7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)
1. Ariyanto Husodo
BA-0108/05
30 Juli 05
31 Agustus 07
Rp.12.000.000,- 9.500.000 6.000.000 3.500.000 T 0 500 1.000 1.500 500 3.500 0
Jumlah 3.500 0
Dicatat, (22) Disetujui, (23)
(Maelawati) (Sambudi)
E. Membuat Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR REKLASIFIKASI SALDO PIUTANG
Yang berakhir tanggal 31 Des 2005
Kode Jenis Piutang Saldo Aset Lancar Aset lainnya
22 Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah Pemerintah atas Laba BUMN 0 0
31 Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa 0 0
32 Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan 0 0
33 Piutang dari Pendapatan Pendidikan 0 0
34 Piutang dari Pendapatan Lain-Lain 0 0
41 Tagihan Penjualan Angsuran 0 0
42 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 9.500.000 6.000.000 3.500.000
Jumlah 9.500.000 6.000.000 3.500.000
Disetujui,
(Sambudi)
NIP..................................
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR REKLASIFIKASI SALDO PIUTANG
Yang berakhir tanggal 31 Des 2006
Kode Jenis Piutang Saldo Aset Lancar Aset lainnya
22 Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah Pemerintah atas Laba BUMN 0 0
31 Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa 0 0
32 Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan 0 0
33 Piutang dari Pendapatan Pendidikan 0 0
34 Piutang dari Pendapatan Lain-Lain 0 0
41 Tagihan Penjualan Angsuran 0 0
42 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 3.500.000 3.500.000 0
Jumlah 3.500.000 3.500.000 0
Disetujui,
(Sambudi)
NIP………………..
Tanggal 1 Agustus 2005
Jurnal untuk mencatat Tuntutan Ganti Rugi adalah:
Dr 151211 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 12.000.000
Cr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
12.000.000
Karena sebagian TGR telah dilunasi sejumlah Rp. 2.500.000,- maka pada tanggal 31 Desember 2005 dicatat jurnal penyesuain, sebagai berikut:
Dr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya 2.500.000
Cr 151211 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 2.500.000
Selain jurnal penyesuaian tersebut di atas, dibuat pula jurnal penyesuaian untuk reklasifikasi bagian lancar TGR yang akan jatuh tempo tahun 2006. Jurnal penyesuaiannya adalah:
Dr 113411 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi 6.000.000
Cr 311311 Cadangan Piutang 6.000.000
Dr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya 6.000.000
Cr 151211 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 6.000.000
Setelah mencatat jurnal di atas dalam Formulir Jurnal Aset (FJA), dilakukan perekaman melalui aplikasi SAK serta posting sehingga terbentuk akun-akun tersebut di dalam neraca.
Contoh penyajian dalam neraca yang berakhir tanggal 31 Desember 2005 adalah:
ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Penerimaan
Bagian Lancar TPA
Bagian Lancar TGR
Piutang Lainnya
0
0
0
6.000.000
0 KEWAJIBAN LANCAR
Uang Muka dari KPPN
Pendapatan yang ditangguhkan
EKUITAS LANCAR
Cadangan Piutang
0
0
6.000.000
ASET LAINNYA
TGR
TPA
3.500.000
0 EKUITAS DIINVESTASIKAN
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
3.500.000
Tanggal 1 Januari 2006
Pada awal tahun dilakukan dicatat jurnal balik atas reklasifikasi tersebut di atas. Jurnal tersebut adalah:
Dr 311311 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi 6.000.000
Cr 113411 Cadangan Piutang 6.000.000
Dr 321311 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 6.000.000
Cr 151211 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
6.000.000
Setelah mencatat jurnal di atas dalam Formulir Jurnal Aset (FJA), dilakukan perekaman melalui aplikasi SAK serta posting sehingga terbentuk akun-akun tersebut di dalam neraca.
Contoh penyajian dalam neraca yang berakhir tanggal 1 Januari 2006 adalah:
ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Penerimaan
Bagian Lancar TPA
Bagian Lancar TGR
Piutang Lainnya
0
0
0
0
0 KEWAJIBAN LANCAR
Uang Muka dari KPPN
Pendapatan yang ditangguhkan
EKUITAS LANCAR
Cadangan Piutang
0
0
0
ASET LAINNYA
TGR
TPA
9.500.000
0 EKUITAS DIINVESTASIKAN
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
9.500.000
Tanggal 30 Juni 2006
Karena sebagian TGR telah dilunasi sejumlah Rp. 3.000.000,- maka pada tanggal 30 Juni 2006 dicatat jurnal penyesuain, sebagai berikut:
Dr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya 3.000.000
Cr 151211 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 3.000.000
Setelah mencatat jurnal di atas dalam Formulir Jurnal Aset (FJA), dilakukan perekaman melalui aplikasi SAK serta posting sehingga terbentuk akun-akun tersebut di dalam neraca.
Contoh penyajian dalam neraca yang berakhir tanggal 30 Juni 2006 adalah:
ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Penerimaan
Bagian Lancar TPA
Bagian Lancar TGR
Piutang Lainnya
0
0
0
0
0
0 KEWAJIBAN LANCAR
Uang Muka dari KPPN
Pendapatan yang ditangguhkan
EKUITAS LANCAR
Cadangan Piutang
0
0
0
ASET LAINNYA
TGR
TPA
6.500.000
0 EKUITAS DIINVESTASIKAN
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
6.500.000
Karena sebagian TGR telah dilunasi sejumlah Rp. 3.000.000,- maka pada tanggal 31 Desember 2006 dicatat jurnal penyesuain, sebagai berikut:
Dr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya 3.000.000
Cr 151211 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 3.000.000
Selain jurnal penyesuaian tersebut di atas, dibuat pula jurnal penyesuaian untuk reklasifikasi bagian lancar TGR yang akan jatuh tempo tahun 2007. Jurnal penyesuaiannya adalah:
Dr 113411 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi 3.500.000
Cr 311311 Cadangan Piutang 3.500.000
Dr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya 3.500.000
Cr 151211 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 3.500.000
Setelah mencatat jurnal di atas dalam Formulir Jurnal Aset (FJA), dilakukan perekaman melalui aplikasi SAK serta posting sehingga terbentuk akun-akun tersebut di dalam neraca.
Contoh penyajian dalam neraca yang berakhir tanggal 31 Desember 2005 adalah:
ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Penerimaan
Bagian Lancar TPA
Bagian Lancar TGR
Piutang Lainnya
0
0
0
3.500.000
0 KEWAJIBAN LANCAR
Uang Muka dari KPPN
Pendapatan yang ditangguhkan
EKUITAS LANCAR
Cadangan Piutang
0
0
3.500.000
ASET LAINNYA
TGR
TPA
0
0 EKUITAS DIINVESTASIKAN
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
0
Tanggal 1 Januari 2007
Pada awal tahun dilakukan dicatat jurnal balik atas reklasifikasi tersebut di atas. Jurnal tersebut adalah:
Dr 311311 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi 3.500.000
Cr 113411 Cadangan Piutang 3.500.000
Dr 321311 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 3.500.000
Cr 151211 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
3.500.000
Setelah mencatat jurnal di atas dalam Formulir Jurnal Aset (FJA), dilakukan perekaman melalui aplikasi SAK serta posting sehingga terbentuk akun-akun tersebut di dalam neraca.
Contoh penyajian dalam neraca yang berakhir tanggal 1 Januari 2007 adalah:
ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Penerimaan
Bagian Lancar TPA
Bagian Lancar TGR
Piutang Lainnya
0
0
0
0
0 KEWAJIBAN LANCAR
Uang Muka dari KPPN
Pendapatan yang ditangguhkan
EKUITAS LANCAR
Cadangan Piutang
0
0
0
ASET LAINNYA
TGR
TPA
3.500.000
0 EKUITAS DIINVESTASIKAN
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
3.500.000
Tanggal 30 Juni 2007
Karena sebagian TGR telah dilunasi sejumlah Rp. 3.000.000,- maka pada tanggal 30 Juni 2007 dicatat jurnal penyesuain, sebagai berikut:
Dr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya 3.000.000
Cr 151211 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 3.000.000
Setelah mencatat jurnal di atas dalam Formulir Jurnal Aset (FJA), dilakukan perekaman melalui aplikasi SAK serta posting sehingga terbentuk akun-akun tersebut di dalam neraca.
Contoh penyajian dalam neraca yang berakhir tanggal 30 Juni 2007 adalah:
ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Penerimaan
Bagian Lancar TPA
Bagian Lancar TGR
Piutang Lainnya
0
0
0
0
0 KEWAJIBAN LANCAR
Uang Muka dari KPPN
Pendapatan yang ditangguhkan
EKUITAS LANCAR
Cadangan Piutang
0
0
0
ASET LAINNYA
TGR
TPA
500.000
0 EKUITAS DIINVESTASIKAN
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
500.000
Karena sisa TGR telah dilunasi sejumlah Rp. 500.000,- maka pada tanggal 31 Desember 2007 dicatat jurnal penyesuain, sebagai berikut:
Dr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya 500.000
Cr 151211 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 500.000
Setelah mencatat jurnal di atas dalam Formulir Jurnal Aset (FJA), dilakukan perekaman melalui aplikasi SAK serta posting sehingga terbentuk akun-akun tersebut di dalam neraca.
Contoh penyajian dalam neraca yang berakhir tanggal 30 Juni 2007 adalah:
ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Penerimaan
Bagian Lancar TPA
Bagian Lancar TGR
Piutang Lainnya
0
0
0
0
0 KEWAJIBAN LANCAR
Uang Muka dari KPPN
Pendapatan yang ditangguhkan
EKUITAS LANCAR
Cadangan Piutang
0
0
0
ASET LAINNYA
TGR
TPA
0
0 EKUITAS DIINVESTASIKAN
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
0
Ilustrasi lainnya, sebagai berikut:
Berdasarkan catatan, saldo awal Piutang dari Pendapatan Ongkos Perkara per 31 Juli 2005 Kantor Kejaksaan Negeri Surabaya adalah sebesar Rp. 14.600.000,-
Jurnal untuk mencatat saldo awal Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya adalah:
Dr 113211 Piutang PNBP Lainnya 14.600.000
Cr 311311 Cadangan Piutang 14.600.000
Berdasarkan Daftar Saldo Piutang, saldo Piutang PNBP Lainnya pada tanggal 31 Desember 2005 adalah Rp. 17.000.000,-. Berarti ada kenaikan jumlah piutang sebesar Rp. 2.400.000,-.Jurnal untuk penambahan nilai piutang penerimaan negara bukan pajak lainnya adalah:
Dr 113211 Piutang PNBP 2.400.000
Cr 311311 Cadangan Piutang 2.400.000
Setelah mencatat jurnal di atas dalam Formulir Jurnal Aset (FJA), dilakukan perekaman melalui aplikasi SAK serta posting sehingga terbentuk akun-akun tersebut di dalam neraca.
Contoh penyajian dalam neraca yang berakhir tanggal 31 Desember 2005 adalah:
ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Penerimaan
Bagian Lancar TPA
Bagian Lancar TGR
Piutang PNBP Lainnya
0
0
0
6.000.000
17.000.000 KEWAJIBAN LANCAR
Uang Muka dari KPPN
Pendapatan yang ditangguhkan
EKUITAS LANCAR
Cadangan Piutang
0
0
23.000.000
ASET LAINNYA
TGR
TPA
3.500.000
0 EKUITAS DIINVESTASIKAN
Diinvestasikan dalam aset lainnya
3.500.000
Jika sampai dengan tanggal jatuh tempo tidak ada pembayaran dan Debitur menyatakan ketidaksanggupannya untuk melakukan pembayaran, maka piutang tidak tertagih tersebut dapat dilimpahkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara sesuai dengan parturan perundang-undangan dan selama itu akun piutang PNBP lainnya di dalam neraca akan tetap seperti di dalam neraca di atas.
BAB VI
AKUNTANSI BELANJA YANG HARUS DIBAYAR
A. Pengertian Belanja Yang Masih Harus Dibayar
Pengertian Belanja Yang Masih Harus Dibayar dalam pedoman ini mencakup:
1. Kewajiban yang timbul akibat hak atas barang/jasa yang telah diterima kementerian negara/lembaga, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/pelunasan atas hak tersebut kepada pegawai dan/atau pihak ketiga selaku penyedia barang/jasa. Termasuk dalam hal ini adalah kewajiban kepada pegawai dan barang dalam perjalanan yang telah menjadi haknya.
2. Kewajiban yang timbul akibat perjanjian/komitmen yang dilakukan oleh pemerintah berdasarkan peraturan yang ada, seperti belanja subsidi, bantuan sosial dan hibah, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan realisasi atas perjanjian/komitmen tersebut kepada pihak ketiga. Dalam hal ini mengatur kewajiban satu arah dari pemerintah tanpa ada hak atas barang/jasa yang diterima.
Belanja Yang Masih Harus Dibayar diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya ekonomi akan dilakukan, dan mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal dan dibukukan sebesar nilai nominal. Belanja Yang Masih Harus Dibayar dalam valuta asing dikonversikan ke rupiah berdasarkan nilai tukar (kurs tengah BI) pada tanggal transaksi.
Transaksi ini pada umumnya muncul di satuan kerja pengguna anggaran dan satuan kerja BUN. Satker kerja pengguna anggaran dan satuan kerja BUN melaksanakan kegiatan inventarisasi atas seluruh utang yang ada pada tanggal neraca, sehingga perkiraan-perkiraan Belanja Yang Masih Harus Dibayar dapat disajikan pada neraca tahunan dan semester satuan kerja kementerian negara/lembaga/BUN. Selain itu. utang kementerian negara/lembaga/BUN harus diungkapkan secara rinci dalam bentuk daftar skedul utang untuk memberikan informasi yang lebih baik mengenai kewajiban kementerian negara/lembaga/BUN. Pengakuan Belanja Yang Masih Harus Dibayar hanya dapat dilakukan selama belanja telah dianggarkan.
B. Jenis-Jenis Belanja Yang Masih Harus Dibayar
Sesuai dengan bagan perkiraan standar, Belanja Yang Masih Harus Dibayar dapat dibagi menjadi:
1. Belanja Pemerintah Pusat Yang Masih Harus Dibayar (MA 21122); dan
2. Belanja Daerah Yang Masih Harus Dibayar (MA 21123).
Belanja Pemerintah Pusat Yang Masih Harus Dibayar dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Belanja Pegawai Yang Masih Harus Dibayar.
Belanja Pegawai Yang Masih Harus Dibayar yaitu kewajiban yang timbul akibat hak atas pegawai, baik dalam bentuk uang maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang diberikan kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI/Polri dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan sampai dengan saat penyusunan laporan kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/ pelunasan/realisasi atas hak/perjanjian/komitmen tersebut.
Sesuai dengan BPS, yang termasuk kelompok belanja pegawai adalah kode perkiraan 511, 512, dan 513.
Contoh belanja :
SK Kenaikan pangkat pegawai sudah ada, tetapi belum dicantumkan dalam Daftar Gaji/Tunjangan sampai dengan bulan Desember.
Honorarium Tim bulan Desember yang dibayar pada bulan Januari.
Lembur, kontribusi sosial dan lain-lain yang berhubungan dengan pegawai bulan Desember yang dibayar pada bulan Januari.
b. Belanja Barang Yang Masih Harus Dibayar.
Belanja Barang Yang Masih Harus Dibayar terdiri dari:
1. Belanja Barang/Jasa Yang Masih Harus Dibayar yaitu kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran anggaran yang dilakukan oleh kementerian negara/lembaga/pemerintah untuk membiayai keperluan kantor sehari-hari, pengadaan barang yang habis pakai seperti alat tulis kantor, pengadaan/penggantian inventaris kantor, langganan daya dan jasa, lain-lain pengeluaran untuk membiayai pekerjaan yang sifatnya non fisik dan secara langsung menunjang tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga, pengadaan inventaris kantor yang nilainya tidak memenuhi syarat nilai kapitalisasi minimum yang diatur oleh pemerintah pusat/daerah dan pengeluaran jasa non fisik seperti pengeluaran untuk biaya pelatihan dan penelitian, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/ pelunasan/realisasi atas hak /perjanjian/komitmen tersebut.
Sesuai dengan BPS, yang termasuk kelompok belanja barang/jasa adalah kode perkiraan 521, 522.
Contoh:
Tagihan atas pemakaian telepon, listrik, yang belum dibayar sampai dengan tanggal penyusunan laporan. (refer ke SE)
Tagihan atas pemberian makanan bagi para tahanan/narapidana.
2. Belanja Pemeliharaan Yang Masih Harus Dibayar yaitu kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran anggaran yang dilakukan oleh kementerian negara/lembaga/pemerintah yang dimaksudkan untuk mempertahankan aset tetap atau aset lainnya yang sudah ada ke dalam kondisi normal tanpa memperhatikan besar kecilnya, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/ pelunasan/realisasi atas hak /perjanjian/komitmen tersebut.
Sesuai dengan BPS, yang termasuk kelompok belanja pemeliharaan adalah kode perkiraan 523.
Contoh:
Tagihan biaya pemeliharaan tanah, pemeliharaan gedung dan bangunan kantor, rumah dinas, kendaraan bermotor dinas, perbaikan peralatan dan sarana gedung, jalan, jaringan irigasi, peralatan mesin, dan lain-lain sarana yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan yang belum dibayar sampai dengan tanggal penyusunan laporan.
3. Belanja Perjalanan Dinas Yang Masih Harus Dibayar yaitu kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran anggaran yang dilakukan oleh kementerian negara/lembaga/pemerintah yang dilakukan untuk membiayai perjalanan dinas dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi, dan jabatan, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/ pelunasan/realisasi atas hak /perjanjian/komitmen tersebut.
Sesuai dengan BPS, yang termasuk kelompok belanja perjalanan dinas adalah kode perkiraan 524.
c. Belanja Modal Yang Masih Harus Dibayar.
Belanja Modal Yang Masih Harus Dibayar yaitu kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran anggaran yang dilakukan oleh kementerian negara/lembaga/pemerintah untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/ pelunasan/realisasi atas hak/perjanjian/komitmen tersebut.
Sesuai dengan BPS, yang termasuk kelompok belanja modal adalah kode perkiraan 531, 532, 533, 534, dan 535.
Contoh:
1. Pihak ketiga/kontraktor membangun fasilitas atau peralatan sesuai dengan spesifikasi yang ada pada kontrak perjanjian dengan pemerintah, atas fasilitas/peralatan tersebut yang telah dilakukan serah terima tetapi belum dibayar penuh oleh pemerintah sampai tanggal pelaporan. Nilai yang dicantumkan dalam neraca sebagai Utang kepada Pihak Ketiga adalah sebesar jumlah yang belum dibayar untuk barang tersebut pada tanggal neraca.
2. Pembayaran atas kontrak pengadaan barang/jasa ditunda sampai dengan masa penjaminan pekerjaan selesai (Retensi).
d. Belanja Subsidi Yang Masih Harus Dibayar.
Belanja Subsidi Yang Masih Harus Dibayar yaitu kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran pemerintah untuk diberikan kepada perusahaan/lembaga tertentu yang bertujuan membantu biaya produksi agar harga jual produk/jasa yang dihasilkan dapat dijangkau oleh masyarakat, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/pelunasan/realisasi atas hak/perjanjian/komitmen tersebut
Sesuai dengan BPS, yang termasuk kelompok belanja subsidi adalah kode perkiraan 551,dan 552.
e. Belanja Hibah Yang Masih Harus Dibayar.
Belanja Hibah Yang Masih Harus Dibayar adalah kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran anggaran yang dilakukan oleh kementerian negara/lembaga/pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/ pelunasan/realisasi atas hak/perjanjian/komitmen tersebut
Sesuai dengan BPS, yang termasuk kelompok belanja hibah adalah kode perkiraan 561, 562, dan 563.
f. Belanja Bantuan Sosial Yang Masih Harus Dibayar.
Belanja Bantuan Sosial Yang Masih Harus Dibayar adalah kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran anggaran yang dilakukan oleh kementerian negara/lembaga/pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa kepada masyarakatyang diberikan kepada lembaga sosial dan kompensasi sosial kepada penduduk guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/ pelunasan/realisasi atas hak/perjanjian/komitmen tersebut.
Belanja bantuan sosial dapat berupa: belanja bantuan konpensasi sosial, belanja bantuan sosial lembaga pendidikan peribadatan dan belanja lembaga sosial lainnya.
Sesuai dengan BPS, yang termasuk kelompok belanja bantuan sosial adalah kode perkiraan 571, 572, dan 573.
g. Belanja Lain-lain Yang Masih Harus Dibayar.
Belanja Lain-Lain Yang Masih Harus Dibayar adalah kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran/belanja yang dilakukan oleh pemerintah pusat untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang serta sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/pelunasan/realisasi atas hak/perjanjian/komitmen tersebut.
Contoh: pengeluaran untuk penanggulangan bencana alam, belanja pemilu, belanja tanggap darurat.
Belanja Daerah Yang Masih Harus Dibayar dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Belanja Dana Perimbangan Yang Masih Harus Dibayar
Belanja Dana Perimbangan Yang Masih Harus Dibayar adalah kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran/alokasi anggaran untuk pemerintah daerah berupa dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus yang ditujukan untuk keperluan pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/ pelunasan/realisasi atas hak tersebut.
b. Belanja Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian Yang Masih Harus Dibayar
Belanja Dana Otonomi Khusus Dan Penyesuaian Yang Masih Harus Dibayar adalah kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran/alokasi anggaran untuk pemerintah daerah berupa dana otonomi khusus dan dana penyesuaian yang ditujukan untuk keperluan pemerintah daerah sesuai dengan pemerintah, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/ pelunasan/realisasi atas hak tersebut ke rekening pemerintah daerah.
C. Prosedur Akuntansi Belanja Yang Masih Harus Dibayar
Prosedur Akuntansi Belanja Yang Masih Harus Dibayar terdiri dari:
1. Pembuatan Daftar Rekapitulasi.
Pembuatan Daftar Rekapitulasi dilakukan oleh pegawai pada bagian akuntansi dan pelaporan keuangan di satuan kerja (UAKPA). Daftar Rekapitulasi dibuat berdasarkan daftar belanja pemerintah pusat dan belanja daerah yang masih harus dibayar.
Daftar Rekapitulasi merupakan hasil penjumlahan dari daftar rekap belanja pegawai yang masih harus dibayar, non belanja pegawai yang masih harus dibayar dan belanja daerah yang masih harus dibayar.
Daftar Rekapitulasi Belanja terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu:
a. Daftar Rekapitulasi belanja Pusat Yang Masih Harus Dibayar, daftar ini mencatat belanja pemerintah pusat yang masih harus dibayar.
b. Daftar Rekapitulasi Belanja Daerah Yang Masih Harus Dibayar, daftar ini mencatat belanja pemerintah daerah yang masih harus dibayar.
Contoh Daftar Rekapitulasi Belanja Pusat dan Belanja Daerah Yang Masih Harus Dibayar adalah:
DAFTAR REKAPITULASI
BELANJA PUSAT YANG MASIH HARUS DIBAYAR
Kode Kode Uraian Jenis Belanja Yang Masih Harus Dibayar Jumlah
(1) (2) (3) (4)
1. 211221 Belanja Pegawai Yang Masih Harus Dibayar Rp
2. 211222 Belanja Barang Yang Masih Harus Dibayar Rp
3. 211223 Belanja Modal Yang Masih Harus Dibayar Rp.
4. 211225 Belanja Subsidi Yang Masih Harus Dibayar Rp
5. 211226 Belanja Hibah Yang Masih Harus Dibayar Rp.
6. 211227 Belanja Bantuan Sosial Yang Masih Harus Dibayar Rp
7. 211228 Belanja Lain-Lain Yang Masih Harus Dibayar Rp
21122 Jumlah Belanja Pusat Yang Masih Harus Dibayar (5)
..............(6).....,..............................
Jabatan Penanda tangan (7)
Nama penanda tangan (8)
NIP Penanda tangan
Adapun petunjuk pengisian Daftar Rekapitulasi Belanja Pusat Yang Masih Harus Dibayar adalah sebagai berikut:
No. URAIAN PENGISIAN
1. No Diisi dengan nomor
2. Kode Diisi dengan kode akun jenis belanja pusat yang masih harus dibayar
3. Uraian Jenis Belanja Yang Masih Harus Dibayar Diisi dengan uraian jenis belanja pusat yang masih harus dibayar
4. Jumlah Diisi berdasarkan hasil penjumlahan per jenis belanja pusat yang masih harus dibayar
5. Jumlah Belanja Pusat Yang Masih Harus Dibayar Diisi berdasarkan hasil penjumlahan semua jenis belanja pusat yang masih harus dibayar
6. Tempat dan Tanggal Diisi dengan nama tempat dan tanggal pembuatan daftar
7. Nama jabatan Diisi dengan jabatan penanda tangan daftar..
8. Nama dan NIP Diisi dengan nama dan NIP pegawai yang menanda tangani daftar.
DAFTAR REKAPITULASI
BELANJA DAERAH YANG MASIH HARUS DIBAYAR
Kode Kode Uraian Jenis Belanja Jumlah
(1) (2) (3) (4)
1. 211231
Belanja Dana Perimbangan yang masih harus Dibayar Rp
2. 211232
Belanja Dana Otonomi Khusus yang masih harus dibayar Rp
Jumlah Rp (5)
..............(6).....,..............................
Jabatan Penanda tangan (7)
Nama penanda tangan (8)
NIP Penanda tangan
Adapun petunjuk pengisian Daftar Rekapitulasi Belanja Daerah Yang Masih Harus Dibayar adalah sebagai berikut:
No. URAIAN PENGISIAN
1. No Diisi dengan nomor
2. Kode Diisi dengan kode akun jenis belanja daerah yang masih harus dibayar
3. Uraian Jenis Belanja Yang Masih Harus Dibayar Diisi dengan uraian jenis belanja daerah yang masih harus dibayar
4. Jumlah Diisi berdasarkan hasil penjumlahan per jenis belanja daerah yang masih harus dibayar
5. Jumlah Belanja Daerah Yang Masih Harus Dibayar Diisi berdasarkan hasil penjumlahan semua jenis belanja daerah yang masih harus dibayar
6. Tempat dan Tanggal Diisi dengan nama tempat dan tanggal pembuatan daftar
7. Nama jabatan Diisi dengan jabatan penanda tangan daftar.
8. Nama dan NIP Diisi dengan nama dan NIP pegawai yang menanda tangani daftar.
2. Pembuatan Jurnal Penyesuaian
UAKPA membuat jurnal penyesuaian dengan mengisi formulir jurnal. Jurnal dibuat untuk membukukan saldo Belanja Yang Masih Harus Dibayar oleh kementerian negara/lembaga per tanggal 31 Desember.
Jurnal untuk mencatat saldo Belanja Yang Masih Harus Dibayar adalah sebagai berikut:
Dr. Dana yang harus disediakan utk pembayaran utang jangka pendek *) Xxxxx
Cr. Jenis Belanja Yang Masih Harus Dibayar Xxxxx
*) Ket: Dana yang harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek merupakan bagian dari Ekuitas Dana Lancar (pengurang ekuitas dana lancar).
Bentuk Formulir Jurnal Penyesuaian dan petunjuk pengisian Formulir Jurnal sebagai berikut:
Kementerian Negara/Lembaga/BUN : (1) _______________
Eselon : (2) _______________
Wilayah : (3) _______________
Satuan Kerja * : (4) ________________ No. Dokumen : (5) ___________
Tanggal : (6) ___________
Tahun Anggaran : (7)_ __________
Periode/Bulan : (8)________________
Keterangan : (9)________________ Jenis Jurnal Penyesuaian (10)
Aset
Kewajiban
Ekuitas Pendapatan
Belanja
No. Urut Jenis, No, dan tanggal dokumen referensi Kegiatan/ Sub Kegiatan Kode Perkiraan Uraian Nama Perkiraan Debet (Rupiah) Kredit (Rupiah)
1 2 3 4 5 6 7
(11) (12) (13) (14) (15) (16) (17)
Dibuat oleh : (18) Disetujui oleh : (19) Direkam oleh : (20)
Tanggal : Tanggal : Tanggal :
PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR JURNAL PENYESUAIAN
No. URAIAN PENGISIAN
1. Kementerian Negara/ Lembaga Diisi dengan kode dan uraian Kementerian Negara/Lembaga.
2. Eselon I Diisi dengan kode dan uraian Eselon I
3. Wilayah Disi dengan kode dan uraian wilayah (wajib diisi jika ada)
4. Satuan Kerja Diisi dengan kode dan uraian satuan kerja (wajib diisi jika ada).
5. No. Dokumen Diisi dengan no. dokumen yang ditetapkan untuk formulir jurnal. Nomor formulir jurnal ditetapkan oleh setiap unit akuntansi pembuat formulir jurnal dengan menggunakan format BA-E1-S/BT/00000 dimana:
BA = kode Kementerian Negara/Lembaga (3 digit),
E1 = kode Eselon 1 (2 digit). Bila tidak ada diisi dengan 00,
S= kode Satuan Kerja (6 digit). Bila tidak ada diisi dengan 000000,
B = bulan (2 digit),
T = tahun (2 digit),
No urut = 5 digit.
6. Tanggal Diisi dengan tanggal pembuatan laporan dengan format HH-BB-TT dimana:
HH = Tanggal
BB = Bulan
TT = Tahun
7. Tahun Anggaran Diisi dengan periode tahun anggaran yang dilaporkan.
8. Periode/Bulan Diisi dengan periode transaksi yang dilaporkan.
Contoh : 01-01-2006 s.d 31-01-2006
9. Keterangan Diisi dengan penjelasan mengenai sifat dari transaksi yang dibuat.
10. Jenis Jurnal Penyesuaian Dipilih sesuai dengan jenis penyesuaian yang dilakukan (Aset, Kewajiban, Ekuitas, Pendapatan dan Belanja).
11. No. Urut Diisi dengan nomor urut transaksi dengan rincian debet atau kredit.
12. Jenis, Nomor dan Tanggal Dokumen Referensi Diisi dengan jenis, nomor dan tanggal dokumen referensi, contoh: SPM No. 000001 tanggal 1 Juli 2006.
13 Kegiatan Diisi dengan 4 (empat) digit kode kegiatan
14. Kode Perkiraan Diisi dengan kode perkiraan.
15. Uraian Nama Perkiraan Diisi dengan nama perkiraan sesuai dengan kode perkiraan pada kolom 14. Uraian nama perkiraan yang dikredit ditulis agak ke kanan untuk membedakan dengan uraian nama perkiraan yang didebet
16. Debet (Rupiah) Diisi dengan jumlah rupiah yang didebet. Jika jumlah rupiah yang didebet telah diisi maka jumlah rupiah yang dikredit yang ada di kolom (18) pada baris tersebut tidak perlu diisi.
17. Kredit (Rupiah) Diisi dengan jumlah rupiah yang dikredit. Jika jumlah rupiah yang dikredit telah diisi maka jumlah rupiah yang didebet yang ada di kolom (17) pada baris tersebut tidak perlu diisi.
18. Dibuat oleh Tanggal Diisi dengan nama jelas dan tanda tangan staf yang membuat Formulir Jurnal Penyesuaian. Tanggal pembuatan Formulir Jurnal Penyesuaian ditulis pada tempat yang disediakan.
19. Disetujui oleh
Tanggal Diisi dengan nama jelas dan tanda tangan penanggungjawab yang meneliti dan menyetujui Formulir Jurnal Penyesuaian. Tanggal penandatanganan Formulir Jurnal Penyesuaian ditulis pada tempat yang disediakan.
20. Direkam oleh :
Tanggal Diisi dengan nama jelas dan tanda tangan staf yang merekam Formulir Jurnal Penyesuaian. Tanggal perekaman Formulir Jurnal Penyesuaian ditulis pada tempat yang disediakan.
3. Penyajian Dalam Neraca
Setelah merekam data jurnal penyesuaian, UAKPA melakukan posting data sehingga terbentuk perkiraan Belanja Yang Masih Harus Dibayar di dalam neraca pemerintah/kementerian negara/lembaga.
Akun Belanja Yang Masih Harus Dibayar disajikan di neraca sebagai utang jangka pendek. Dana yang harus disediakan utk pembayaran utang jangka pendek adalah akun lawan dari perkiraan utang jangka pendek dan disajikan dalam kelompok ekuitas dana (debet).
Hal-hal yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan yaitu rincian dari masing-masing jenis hutang (apabila rinciannya banyak atau lebih dari satu halaman sebaiknya dibuat lampiran), selisih kurs hutang dalam valuta asing yang terjadi antara kurs transaksi dan kurs tanggal neraca, serta adanya aset atau lainnya yang dijadikan jaminan hutang.
Contoh Neraca Kementerian Negara/Lembaga adalah sebagai berikut:
NERACA
Per 31 Desember 200X
ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Bagian Lancar TGR
Persediaan
ASET TETAP
Peralatan dan Mesin
Gedung dan Bangunan
Rp xxx
Rp xxx
Rp xxx
Rp xxx
Rp xxx
KEWAJIBAN LANCAR
Uang Muka dari KPPN
Belanja Yang Masih Harus Dibayar
EKUITAS DANA LANCAR
Cadangan Persediaan
Cadangan Piutang
(Dana yang harus disediakan- pembayaran utang jangka pendek)
EKUITAS DANA INVESTASI
Diinvestasikan pada aset tetap
Rp xxx
Rp xxx
Rp xxx
Rp xxx
(Rp xxx)
Rp xxx
Total Aset Rp xxx Total Kewajiban dan Ekuitas Dana Rp xxx
4. Pembuatan Jurnal Balik
Setelah penyusunan laporan keuangan dan proses tutup buku akhir periode akuntansi, maka UAKPA pada awal tahun anggaran berikutnya (bulan januari) membuat jurnal balik dengan mengisi formulir jurnal. Jurnal dibuat untuk menghapuskan perkiraan saldo Belanja Yang Masih Harus Dibayar oleh kementerian negara/lembaga.
Jurnal yang dibuat sebagai berikut:
Dr. Jenis Belanja Yang Masih Harus Dibayar xxxxx
Cr. Dana yang harus disediakan utk pembayaran utang jangka pendek xxxxx
D. Contoh Kasus
Belanja Modal Yang Masih Harus Dibayar
Pada bulan Desember 2003, Pemerintah meminta PT Inti Karya untuk melakukan pemeliharaan gedung Sekretariat Negara dengan Surat Perintah Kerja No. 250/12/SETNEG/2003 tanggal 1 Desember 2003 dengan nilai pekerjaan Rp 10.000. Pekerjaan tersebut telah diselesaikan oleh PT Inti Karya dalam bulan Desember 2003 dan telah diserahterimakan ke Sekretariat Negara pada tanggal 28 Desember 2003 dengan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan No. 260/12/SETNEG/2003. Terhadap pekerjaan yang telah diselesaikan tersebut sampai dengan 31 Desember 2003 belum dibayar oleh Pemerintah.
Berhubung pekerjaan pemeliharaan gedung telah selesai dan telah diserahterimakan ke pemerintah namun sampai dengan 31 Desember 2003 belum dibayar, berarti bahwa pemerintah mempunyai utang kepada PT Inti Karya sejumlah Rp 10.000. Utang kepada Pihak Ketiga pada umumnya merupakan utang jangka pendek yang harus segera dibayar setelah barang/jasa diterima.
Oleh karena itu terhadap utang biaya semacam ini disajikan di neraca dengan klasifikasi Kewajiban Jangka Pendek. Berdasarkan dokumen sumber yang berupa Surat Perintah Kerja, Berita Acara Serah Terima Pekerjaan, dan bukti pendukung lainnya.
Daftar Non Belanja Pegawai Yang Masih Harus Dibayar
Per 30 Desember 2003
MA Uraian Jenis Belanja Nama Pihak Ketiga No/Tgl Kontrak Jumlah Mapping
53 Belanja Modal
531 Belanja Modal Tanah
532 Belanja Modal Peralatan dan Mesin
533 Belanja Modal Gedung dan Bangunan PT Inti Karya No.250/12/SET NEG/2003 Rp 10.000
534 Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
535 Belanja Modal Fisik Lainnya
Jumlah Belanja Modal Rp. 10.000 211223
Jumlah Total Rp. 10.000
Kepala Satker
H Amir
NIP. 060099999
Jakarta, 31 Desember 2003
Bendahara
Amir Yusuf
060056796
DAFTAR REKAPITULASI
BELANJA PUSAT YANG MASIH HARUS DIBAYAR
Kode Kode Uraian Jenis Belanja Yang Masih Harus Dibayar Jumlah
(1) (2) (3) (4)
1. 211221 Belanja Pegawai Yang Masih Harus Dibayar Rp
2. 211222 Belanja Barang Yang Masih Harus Dibayar Rp
3. 211223 Belanja Modal Yang Masih Harus Dibayar Rp. 10.000
4. 211225 Belanja Subsidi Yang Masih Harus Dibayar Rp
5. 211226 Belanja Hibah Yang Masih Harus Dibayar Rp.
6. 211227 Belanja Bantuan Sosial Yang Masih Harus Dibayar Rp
7. 211228 Belanja Lain-Lain Yang Masih Harus Dibayar Rp
21122 Jumlah Belanja Pusat Yang Masih Harus Dibayar Rp. 10.000
Jurnal dibuat dalam formulir jurnal penyesuaian sebagaimana terlampir dalam halaman berikutnya. Setelah jurnal diposting, perkiraan Belanja Yang Masih Harus Dibayar muncul di neraca pemerintah/kementerian negara/lembaga, sebagaimana berikut:
NERACA
Per 31 Desember 2003
ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Bagian Lancar TGR
Persediaan
ASET TETAP
Peralatan dan Mesin
Gedung dan Bangunan
Rp 1.000
Rp 3.000
Rp 2.000
Rp 9.000
Rp 10.000
KEWAJIBAN LANCAR
Uang Muka dari KPPN
Utang-kepada Pihak Ketiga
EKUITAS DANA LANCAR
Cadangan Persediaan
Cadangan Piutang
(Dana yang harus disediakan-pembayaran utang jangka pendek)
EKUITAS DANA INVESTASI
Diinvestasikan pada aset tetap
Rp 1.000
Rp 10.000
Rp 2.000
Rp 3.000
(Rp10.000)
Rp 19.000
Total Aset Rp 25.000 Total Kewajiban dan Ekuitas Dana Rp 25.000
Kementerian Negara/Lembaga/BUN : (1) Kepresidenan
Eselon : (2) Sekretariat Negara
Wilayah : (3) Kantor Pusat
Satuan Kerja * : (4) Sekretariat Negara No. Dokumen : (5) 99 99 99 001
Tanggal : (6) 30 Des 2003
Tahun Anggaran : (7)_ 2003
Periode/Bulan : (8)__Desember 2003
Keterangan : (9)___Mencatat Belanja Modal Yang Masih Harus Dibayar Jenis Jurnal Penyesuaian (10)
Aset
Kewajiban
Ekuitas Pendapatan
Belanja
No. Urut Jenis, No, dan tanggal dokumen referensi Kegiatan/ Sub Kegiatan Kode Perkiraan Uraian Nama Perkiraan Debet (Rupiah) Kredit (Rupiah)
1 2 3 4 5 6 7
1 SPK No.250 /1 Des 2006 311611 Dana yang harus disediakan utk pembayaran utang jangka pendek 10.000
2 SPK No.250 /1 Des 2006 211223 Utang jangka pendek-jenis belanja 10.000
Dibuat oleh : Disetujui oleh : Direkam oleh :
Tanggal : Tanggal : Tanggal :
BAB VII
AKUNTANSI PERSEDIAAN
T
ujuan penyusunan pembahasan Akuntansi Persediaan adalah memberi petunjuk kepada organisasi yang terkait dalam pelaksanaan pencatatan dan pelaporan Persediaan agar organisasi tersebut memiliki persepsi yang sama sehingga tercapai keseragaman dalam akuntansi Persediaan.
A. Kebijakan Akuntansi
Kebijakan akuntansi mencakup pengertian, pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan pos persediaan dalam Laporan Keuangan.
1. Pengertian Persediaan
Secara umum Persediaan adalah merupakan aset yang berwujud yang meliputi:
a. Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan operasional pemerintah;
b. Bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses produksi;
c. Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat;
d. Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam rangka kegiatan pemerintahan.
Persediaan juga mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk digunakan, misalnya barang habis pakai seperti alat tulis kantor, barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti komponen bekas.
Persediaan dapat meliputi:
a. Barang konsumsi;
b. Amunisi;
c. Bahan untuk pemeliharaan;
d. Suku cadang;
e. Persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga;
f. Pita cukai dan leges;
g. Bahan baku;
h. Barang dalam proses/setengah jadi;
i. Tanah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.
j. Hewan dan tanaman, untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat
Persediaan untuk tujuan strategis seperti cadangan energi (misalnya minyak) atau untuk tujuan berjaga-jaga seperti cadangan pangan (misalnya beras), barang-barang dimaksud diakui sebagai persediaan. Hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat antara lain berupa sapi, kuda, ikan, benih padi, dan bibit tanaman. Persediaan dengan kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam neraca, tetapi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
2. Pengakuan Persediaan
Persediaan diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal. Persediaan diakui pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah. Pada akhir periode akuntansi, persediaan dicatat berdasarkan hasil inventarisasi fisik.
Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki proyek swakelola dan dibebankan ke suatu perkiraan aset untuk kontruksi dalam pengerjaan, tidak dimasukkan sebagai persediaan.
3. Pengukuran Persediaan
Persediaan disajikan sebesar:
a. Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian
Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang serupa mengurangi biaya perolehan. Nilai pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan yang terakhir diperoleh. Barang persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan untuk dijual, seperti pita cukai, dinilai dengan biaya perolehan terakhir.
b. Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri
Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya overhead tetap dan variabel yang dialokasikan secara sistematis, yang terjadi dalam proses konversi bahan menjadi persediaan.
c. Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan
Harga/nilai wajar persediaan meliputi nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan melakukan transaksi wajar. Persediaan hewan dan tanaman yang dikembangbiakkan serta persediaan yang diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan dinilai dengan menggunakan nilai wajar.
4. Pengungkapan Persediaan
Persediaan disajikan di neraca sebesar nilai moneternya dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK), berupa:
a. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan;
b. Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan yang digunakan dalam pelayanan masyarakat, barang atau perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang masih dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat;
c. Kondisi persediaan;
d. Hal-hal lain yang perlu diungkapkan berkaitan dengan persediaan, misalnya persediaan yang diperoleh melalui hibah atau rampasan.
Sedangkan untuk persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki proyek swakelola dan dibebankan ke suatu perkiraan aset untuk kontruksi dalam pengerjaan, tidak dimasukkan sebagai persediaan.
B. Siklus Akuntansi Persediaan (Flowchart)
Akuntansi persediaan oleh UAKPB dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi persediaan, maksudnya:
1. Apabila akuntansi persediaan sudah dilakukan dengan menggunakan aplikasi persediaan maka jurnal penyesuaian persediaan akan terbentuk secara otomatis dari sistem aplikasi persediaan. UAKPB mengirimkan file data jurnal penyesuaian kepada UAKPA.
2. Apabila akuntansi persediaan belum menggunakan aplikasi persediaan, maka jurnal penyesuaian persediaan dibuat dengan menggunakan formulir jurnal aset (FJA) oleh UAKPA. Selanjutnya UAKPA merekam data persediaan menggunakan aplikasi SAI tingkat Satuan Kerja.
Untuk UAKPA yang belum menggunakan aplikasi persediaan, pada setiap akhir semester harus membuat jurnal aset untuk mencatat nilai persediaan berdasarkan Laporan Persediaaan dan Laporan Hasil Mapping yang diterima dari UAKPB. Nilai rupiah yang dicantumkan dalam jurnal adalah nilai rupiah persediaan hasil mapping. Jurnal tersebut direkam melalui Aplikasi SAK untuk menyusun Laporan Keuangan berupa Neraca. Hasil mapping disajikan dalam CaLK.
Setiap semester neraca beserta CaLK dikirimkan kepada unit akuntansi keuangan level atasnya. Siklus Akuntansi Persediaan (flowchat) dapat dilihat di halaman berikut:
C. Proses Akuntansi
1. PMK Nomor 97/KMK.06/2007 tentang Kodefikasi Barang Milik Negara
Setelah UAKPB melakukan inventarisasi fisik, hal yang selanjutnya dilakukan adalah menyesuaikan kode barang persediaan berdasarkan PMK nomor 97/KMK.06/2007 tentang Kodefikasi Barang Milik Negara. Kode barang persediaan yang tercantum dalam PMK nomor PMK nomor 97/KMK.06/2007 dimulai dengan kode golongan, kode bidang, kode kelompok, kode sub kelompok, dan kode sub-sub kelompok. Kode barang persediaan dimulai dengan kode golongan 4 (empat), seperti kode barang persediaan yang tercantum pada halaman 20.
2. Mapping BAS
Setelah kode barang persediaan disesuaikan dengan KMK nomor PMK nomor 97/KMK.06/2007, UAKPB melakukan mapping atas kode barang persediaan terhadap kode barang sesuai PMK nomor 91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun Standar.
MAPPING KLASIFIKASI PERSEDIAAN KE PERKIRAAN BUKU BESAR ASET
Klasifikasi Menurut
PMK No.97/05/2007 Bagan Akun Standar
Kode
Barang Uraian Kode Nama Perkiraan
4
4.01.03.01
4.01.03.02
4.01.03.03
4.01.03.04
4.01.03.06
4.01.01.03
4.01.03.05
4.01.02.00
4.01.01.01
4.01.01.02
4.01.01.04
4.01.01.05
4.01.01.06
4.02.01.00
4.02.02.00
4.03.01.00
Persediaan
Alat Tulis Kantor
Kertas dan Cover
Bahan Cetak
Bahan Komputer
Alat Listrik
Bahan Peledak
Perabot Kantor
Suku Cadang
Belum diatur dalam SK Menkeu No.18/KMK.018/1999
Bahan Bangunan dan Konstruksi
Bahan Kimia
Bahan Bakar dan Pelumas
Bahan Baku
Bahan Kimia Nuklir
Belum diatur dalam SK Menkeu No.18/KMK.018/1999
Belum diatur dalam SK Menkeu No.18/KMK.018/1999
Komponen
Pipa
Komponen Bekas dan Pipa Bekas
1151
11511
115111
115112
115113
115114
11512
115121
115122
115123
11513
115131
115132
11519
115191
115192
Persediaan
Persediaan untuk Bahan Operasional
Barang Konsumsi
Amunisi
Bahan untuk Pemeliharaan
Suku Cadang
Persediaan untuk dijual/ diserahkan kepada Masyarakat
Pita Cukai, Meterai dan leges
Tanah dan Bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada Masyarakat
Hewan dan Tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada Masyarakat
Persediaan Bahan untuk Proses Produksi
Bahan Baku
Barang dalam Proses
Persediaan Bahan Lainnya
Persediaan untuk tujuan trategis/ berjaga-jaga
Persediaan Lainnya
3. Jurnal Persediaan
Jurnal adalah pencatatan transaksi pertama kali dimana satu transaksi akan mempengaruhi dua atau lebih perkiraan, satu sisi sebagai debet dan sisi lainnya sebagai kredit. Satuan kerja membuat jurnal persediaan agar dapat menyajikan nilai persediaan dalam neraca.
Bentuk jurnal persediaan sebagai berikut :
No Uraian Debet Kredit
1. Mencatat Nilai awal persediaan
Jenis Persediaan
Cadangan Persediaan Xxx
Xxx
2 Mencatat penambahan nilai persediaan
Jenis Persediaan
Cadangan Persediaan Xxx
Xxx
3 Mencatat pengurangan nilai persediaan
Cadangan Persediaan
Jenis Persediaan xxx
xxx
Jenis-jenis persediaan dalam jurnal standar mengacu kepada klasifikasi persediaan sesuai dengan BPS.
Nilai per jenis persediaan dihitung sebagai berikut :
NP = QP x HP
Dimana:
NP : Nilai per jenis persediaan pada tanggal Neraca
QP : kuantitas/jumlah persediaan pada tanggal pelaporan ( dalam unit) berdasarkan Laporan Persediaan
HP : harga pembelian terakhir persediaan ( dalam rupiah per unit), berdasarkan faktur pembelian
Jurnal persediaan selanjutnya dituangkan dalam formulir jurnal aset (FJA) sebagai dokumen sumber perekaman data. Bentuk format jurnal aset (FJA) dan petunjuknya dapat dilihat di halaman berikut.
FORMULIR JURNAL ASET
Kementerian Negara/Lembaga : (1)___________________________
Eselon I : (2)___________________________
Wilayah : (3)___________________________
Satuan Kerja : (4)___________________________ No. Dokumen : (5)___________________________
Tanggal : (6)___________________________
Tahun Anggaran : (7)___________________________
Periode/Bulan : (8)___________________
Keterangan : (9)_______________________________________
_______________________________________ Jenis Jurnal Aset (10)
• Kas di Bendahara Penerima
• Kas di Bendahara Pembayar
• Piutang
• Persediaan
• Aset Tetap
• Aset Lainnya
No. Urut
(11) Kode Perkiraan
(12) Uraian Nama Perkiraan
(13) Rupiah
(14)
Dibuat oleh : (15) Disetujui oleh : (16) Direkam oleh : (17)
Tanggal : Tanggal : Tanggal :
PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR JURNAL ASET
No. URAIAN
PENGISIAN
1. Kementerian Negara/ Lembaga Diisi dengan kode dan uraian Kementerian Negara/Lembaga.
2. Eselon I Diisi dengan kode dan uraian Eselon I
3. Wilayah Disi dengan kode dan uraian wilayah/propinsi.
4. Satuan Kerja
Diisi dengan kode/uraian satuan kerja.
5. No. Dokumen
Diisi dengan no. dokumen yang ditetapkan untuk Formulir Jurnal Aset. Nomor Formulir Jurnal Aset ditetapkan oleh setiap unit akuntansi pembuat Formulir Jurnal Aset dengan menggunakan format “BABT00000” dimana BA = kode 2 digit Kementerian Negara/Lembaga, B = bulan, T = tahun, dan 00000 = no. urut.
6. Tanggal Diisi dengan tanggal pembuatan laporan sbb :
HH – BB -TTTT
7. Tahun Anggaran Diisi dengan periode tahun anggaran yang dilaporkan.
8. Periode/Bulan Diisi dengan periode transaksi yang dilaporkan.
Contoh : 01-01-2001 s.d 31-01-2001/Januari
9. Keterangan Diisi dengan penjelasan mengenai sifat dari transaksi yang dibuat Formulir Jurnal Aset.
10. Jenis Jurnal Aset Diisi dengan 6 pilihan jenis jurnal aset yang sesuai
11. No. Urut Diisi dengan no. urut transaksi dengan rincian debet atau kredit
12. Kode Perkiraan
Diisi dengan 6 (enam) digit untuk kode perkiraan
No. URAIAN
PENGISIAN
13. Uraian Nama Perkiraan
Diisi dengan nama perkiraan sesuai dengan kode perkiraan pada kolom 13
14. Rupiah Diisi dengan jumlah rupiah yang di-debet atau di-kredit. Jumlah kredit dibedakan dari jumlah debet dengan memasukkan tanda minus (-) di-depan jumlah kredit untuk memungkinkan pengambilan jumlah.
15. Dibuat oleh : Tanggal Diisi dengan nama jelas dan tanda tangan staf yang membuat Formulir Jurnal Aset. Tanggal pembuatan Formulir Jurnal Aset ditulis pada tempat yang disediakan.
16. Disetujui oleh :
Tanggal : Diisi dengan nama jelas dan tanda tangan penanggungjawab yang meneliti dan menyetujui Formulir Jurnal Aset. Tanggal penandatanganan Formulir Jurnal Aset ditulis pada tempat yang disediakan.
17. Direkam oleh :
Tanggal : Diisi dengan nama jelas dan tanda tangan staf yang merekam Formulir Jurnal Aset. Tanggal perekaman Formulir Jurnal Aset ditulis pada tempat yang disediakan.
BAB VIII
AKUNTANSI KONTRUKSI DALAM PENGERJAAN
T
ujuan penyusunan pembahasan Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah memberi petunjuk kepada organisasi yang terkait dalam pelaksanaan pencatatan dan pelaporan KDP agar organisasi tersebut memiliki persepsi yang sama sehingga tercapai keseragaman dalam akuntansi KDP. Sedangkan tujuan akuntansi KDP adalah:
1. menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang KDP;
2. mengamankan transaksi KDP melalui pencatatan, pemrosesan, dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten;
3. mendukung penyelenggaraan SAPP yang menghasilkan informasi KDP sebagai dasar pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan.
A. Kebijakan Akuntansi
1. Kontrak Konstruksi
Perolehan KDP melalui kontrak konstruksi berkaitan, berhubungan erat atau saling tergantung satu sama lain dalam hal rancangan, teknologi, fungsi atau tujuan, dan penggunaan utama. Kontrak konstruksi meliputi:
a. kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan perencanaan konstruksi aset, seperti jasa arsitektur;
b. kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset;
c. kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung pengawasan konstruksi aset yang meliputi manajemen konstruksi dan value engineering;
d. kontrak untuk membongkar atau merestorasi aset dan restorasi lingkungan.
2. Pengakuan KDP
KDP mencakup tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu periode waktu tertentu dan belum selesai.
Jika suatu kontrak konstruksi mencakup sejumlah aset, maka konstruksi dari setiap aset diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi yang terpisah apabila semua syarat di bawah ini terpenuhi:
a. proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset;
b. setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor serta pemberi kerja dapat menerima atau menolak bagian kontrak yang berhubungan dengan masing-masing aset tersebut;
c. biaya masing-masing aset dapat diidentifikasikan.
Suatu kontrak dapat berisi klausul yang memungkinkan konstruksi aset tambahan atas permintaan pemberi kerja dan dapat diubah sehingga konstruksi aset tambahan diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi terpisah jika:
a. aset tambahan tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan, teknologi, atau fungsi dengan aset yang tercakup dalam kontrak semula; atau
b. harga aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga kontrak semula.
Suatu benda berwujud diakui sebagai KDP jika:
a. besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh;
b. biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal; dan
c. aset tersebut masih dalam proses pengerjaan.
KDP biasanya merupakan aset yang dimaksudkan digunakan untuk operasional pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat dalam jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan dalam aset tetap.
KDP dipindahkan ke pos aset tetap yang bersangkutan jika kriteria berikut ini terpenuhi:
a. konstruksi yang secara substansi telah selesai dikerjakan; dan
b. dapat memberikan manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan.
3. Pengukuran
KDP dicatat dengan biaya perolehan.
4. Biaya Konstruksi
Perolehan aset dapat dilakukan dengan membangun sendiri (swakelola) atau melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi.
Biaya-biaya yang dapat dikapitalisasikan untuk KDP adalah sebagai berikut:
a. Nilai KDP yang dikerjakan secara swakelola antara lain:
1) biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi;
2) biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut; dan
3) biaya lain yang secara khusus dibayarkan sehubungan konstruksi yang bersangkutan.
Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan suatu kegiatan konstruksi antara lain meliputi:
- biaya pekerja lapangan termasuk penyelia;
- biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi;
- biaya pemindahan sarana, peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke lokasi pelaksanaan konstruksi;
- biaya penyewaan sarana dan peralatan;
- biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan dengan konstruksi.
Biaya-biaya yang dapat diatribusikan ke kegiatan konstruksi pada umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tertentu meliputi:
- asuransi;
- biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung berhubungan dengan konstruksi tertentu;
- biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi yang bersangkutan seperti biaya inspeksi.
b. Nilai KDP yang dikerjakan oleh kontraktor melalui kontrak konstruksi meliputi:
1) termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan tingkat penyelesaian pekerjaan;
2) kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor berhubung dengan pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada tanggal pelaporan;
3) pembayaran klaim pada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan dengan pelaksanaan kontrak konstruksi.
Perlakuan Akuntansi dari KDP yang dibiayai dari pinjaman:
1 Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman yang timbul selama masa konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya konstruksi, sepanjang biaya tersebut dapat diidentifikasikan dan ditetapkan secara andal;
2 Jumlah biaya pinjaman yang dapat dikapitalisasi tidak boleh melebihi jumlah biaya bunga yang dibayarkan pada periode bersangkutan;
3 Apabila pinjaman digunakan untuk membiayai beberapa jenis aset yang diperoleh dalam suatu periode tertentu, biaya pinjaman periode yang bersangkutan dialokasikan ke masing-masing konstruksi dengan metode rata-rata tertimbang atas total pengeluaran biaya konstruksi;
4 Apabila pembangunan konstruksi dihentikan sementara tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat force majeur maka biaya pinjaman yang dibayarkan selama masa pemberhentian sementara, pembangunan konstruksi dikapitalisasi;
5 Kontrak konstruksi yang mencakup beberapa jenis pekerjaan yang penyelesaiannya jatuh pada waktu yang berbeda-beda, maka jenis pekerjaan yang sudah selesai tidak diperhitungkan biaya pinjaman. Biaya pinjaman hanya dikapitalisasi untuk jenis pekerjaan yang masih dalam proses pengerjaan.
Biaya pinjaman yang dimaksud di atas adalah biaya bunga dan biaya lainnya yang timbul dalam kaitan dengan pinjaman dana. Biaya pinjaman yang secara langsung dapat diatribusikan dengan perolehan atau produksi suatu aset tertentu (qualifying asset) harus dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset tertentu tersebut.
Dalam keadaan tertentu sulit untuk mengidentifikasikan adanya hubungan langsung antara pinjaman tertentu dengan perolehan suatu aset tertentu dan untuk menentukan bahwa pinjaman tertentu tidak perlu ada apabila perolehan aset tertentu tidak terjadi. Kesulitan juga dapat terjadi bila suatu entitas menggunakan beberapa jenis sumber pembiayaan dengan tingkat bunga yang berbeda-beda. Dalam hal ini, sulit untuk menentukan jumlah biaya pinjaman yang dapat secara langsung diatribusikan, sehingga diperlukan pertimbangan profesional (professional judgement) untuk menentukan hal tersebut.
5. Pengungkapan
Entitas harus mengungkapkan informasi mengenai KDP pada akhir periode akuntansi:
a. rincian Kontrak Konstruksi Dalam Pengerjaan berikut tingkat penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiaanya;
b. nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaannya;
c. jumlah biaya yang telah dikeluarkan;
d. uang muka kerja yang diberikan;
e. retensi.B. Akuntansi dan Pelaporan KDP
Akuntansi KDP adalah melakukan serangkaian kegiatan yang meliputi proses pencatatan, pemgukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran transaksi dan kejadiankeuangan, penginterprestasian atas hasilnya, serta penyajian KDP dalam neraca.
Akuntansi KDP dilaksanakan oleh organisasi terkait, yaitu:
1. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran;
2. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran – Wilayah (UAPPA-W);
3. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran – Eselon 1 (UAPPA-E1;
4. Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA).
Dasar yang digunakan dalam pelaksanaan akuntansi KDP adalah sebagai berikut:
3. L-KDP;
4. Lap.BMN dan ADK.
1. AKUNTANSI KDP OLEH UAKPA
a. Penambahan dalam aset KDP
Berdasarkan L-KDP yang diterima dari UAKPB, UAKPA membuat Formulir Jurnal Aset (F-JA) untuk mencatat penambahan nilai aset KDP.
Jurnal untuk penambahan nilai aset KDP adalah:
Dr 132111 Konstruksi Dalam Pengerjaan XXXXXX
Cr 321211 Diinvestasikan dlm Aset Tetap XXXXXX
Jurnal untuk membatalkan jurnal korolari adalah:
Dr 321211 Diinvestasikan dlm Aset Tetap XXXXXX
Cr 131811 Aset tetap sblm Disesuaikan XXXXXX
Nilai rupiah yang dicantumkan dalam F-JA adalah dari kolom (12) pada L-KDP. F-JA tersebut direkam melalui Aplikasi SAKPA untuk menyusun Laporan Keuangan berupa Neraca.
UAKPA mengirimkan Neraca beserta CALK kepada unit akuntansi keuangan level atasnya yaitu UAPPA-W s/d UAPA. Mekanisme Akuntansi Aset KDP oleh UAKPA dapat dilihat dalam flow chart di halaman 28.
b. Pengurangan dalam aset KDP
Setelah KDP selesai dibangun dan menjadi aset definitif sebagai barang milik negara, UAKPB melakukan perekaman aset definitif melalui aplikasi SABMN.
Jurnal untuk mencatat aset tetap definitif adalah:
Dr 131711 Aset tetap definitf XXXXXX
Cr 321211 Diinvestasikan dlm Aset Tetap XXXXXX
Jurnal korolari melalui program SABMN adalah:
Dr 321211 Diinvestasikan dlm Aset Tetap XXXXXX
Cr 131811 Aset tetap sebelum Disesuaikan XXXXXX
UAKPB menghasilkan Laporan BMN dan ADK melalui aplikasi SABMN. Laporan BMN dan ADK dikirm ke UAKPA. Berdasarkan Lap.BMN, UAKPA mengurangi/menghapus nilai aset KDP dari Neraca dengan cara membuat jurnal pengurangan/penghapusan KDP.
Jurnal untuk mengurangi/menghapus nilai aset KDP adalah:
Dr 321211 Diinvestasikan dlm Aset Tetap XXXXXX
Cr 132111 Konstruksi Dalam Pengerjaan XXXXXX
Jurnal untuk menghapus jurnal korolari di atas adalah:
Dr 131811 Aset tetap sebelum Disesuaikan XXXXXX
Cr 321211 Diinvestasikan dlm Aset Tetap XXXXXX
Selanjutnya UAKPA melakukan posting, sehingga pada neraca muncul akun Aset Tetap definitif yang sesuai yaitu:
a. Tanah; atau
b. Peralatan dan mesin; atau
c. Gedung dan Bangunan; atau
d. Jalan, Irigasi dan Jaringan; atau
e. Aset Tetap Lainnya.
UAKPA mengirimkan Neraca beserta CALK kepada unit akuntansi keuangan level atasnya yaitu UAPPA-W s.d. UAPA.
2. PELAPORAN KDP OLEH UAKPA
a. Penyajian KDP dalam Neraca
KDP dilaporkan dan disajikan di neraca secara periodik yaitu semesteran/tahunan sebagai akun terpisah dari masing-masing aset tetap. Contoh penyajian akun KDP dalam neraca:
ASET TETAP
Tanah
Peralatan dan Mesin
Gedung dan Bangunan
Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Aset Tetap Lainnya
Konstruksi Dalam Pengerjaan
b. Penyusunan CALK
Setiap satuan kerja mengungkapkan informasi mengenai konstruksi dalam pengerjaan dalam CALK per jenis KDP sesuai laporan KDP, termasuk:
a. rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiaanya;
b. nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaannya;
c. jumlah biaya yang telah dikeluarkan;
d. uang muka kerja yang diberikan;
e. retensi.
BAB IX
MODUL PENERIMAAN NEGARA
U
ntuk meningkatkan pelayanan kepada wajib setor dalam melakukan pembayaran ke kas negara atas semua jenis setoran sejak tahun 2006 pemerintah telah menyiapkan modul penerimaan negara (MPN) yang menggantikan sistem penerimaan yang lama (SISPEN, MP3 ,dan EDI).
MPN adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan ang berhubungan dengan penerimaan negaradan merupakan bagian dari sistem perbendaharaan negara dan Anggaran Negara. Dengan diimplementasikannya MPN ini diharapkan :
peningkatan validitas nilai penerimaan negara ;
Peningkatan akuntabilitas penerimaan negara;
A. Dokumen Sumber
Dokumen sumber yang telah diproses melalui MPN akan memperoleh Bukti Penerimaan Negara (BPN) yaitu dokumen yang diterbitkan oleh Bank/Pos atsa transaki penerimaan negara dengan teraan NTPN dan NTB/NTP dan dokumen yang diterbitkan oleh KPPN atas transaksi penerimaan negara yang berasal dari potongan SPM dengan teraan NTPP dan NPP.
Dokumen sumber pendukung NTB berupa formulir - formulir setoran sebagai berikut ini :
SSP adalah surat setoran atas pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang
SSPBB adalah setoran atas pembayaran atau penyetoran pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dari tempat pembayaran ke Bank Persepsi PBB
SSB adalah surat setoran atas pembayaran atau penyetoran BPHTB dari tempat pembayaran ke Bank Persepsi BPHTB.
SSPCP adalah surat setoran atas penerimaan negara dalam rangka impor berupa bea masuk, bea masuk berasal dari SPM Hibah , denda administrasi penerimaan pabean lainnya, cukai, peneriaan cukai lainnya, jasa pekerjaan, bunga, PPH pasal 22 impor, PPN Impor, serta PPnBM Impor
SSCP adalah surat setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri.
SSBP adalah adalah surat setoran bukan pajak
SSPB adalah Surat Setoran atas penerimaan Pengembalian belanja tahun anggaran berjalan.
STBS (Surat Tanda Bukti Setoran) adalah surat setoran atas pembayaran pungutan ekspor, kekurangan pungutan elspor, dan/atau denda administrasi ats transaksi pungutan ekspor
B. Pengesahan Penerimaan Negara
Setiap transaksi penerimaan negara harus mendapat Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). Penerimaan negara yang disetor oleh wajib pajak/Wajib Bayar/wajib setor/Bendahara Penerima melalui Bank/Pos diakui pada saat masuk Rekening Kas Negara dan mendapat NTPN.
NTPN ini adalah nomor transaksi yang diberikan oleh database Kantor Pusat Direktur Jenderal Perbendaharaan atas penerimaan yang disetor melalui Bank/Kantor Pos.
Untuk penyetoran melalui Bank selain mendapatkan nomor NTPN, wajib setor juga mendapatkan Nomor Transaksi Bank (NTB), sedangkan bila melalui pos mendapatkan Nomor Transaksi Pos (NTP).
Penerimaan melalui potongan SPM, maka KPPN akan menerbitkan Nomor Penerimaan Potongan (NPP).
C. Rekonsiliasi Data Penerimaan Negara
Dengan telah ditetapkannya NTB sebagai bukti penerimaan negara, dimana dalam NTB terdapat NTPN, maka secara data penerimaan sudah dapat dilakukan rekonsiliasi antara data penerimaan yang dibukukan oleh KPPN dengan satker. Satker sebagai UAKPA dalam melakukan perekaman penerimaan dalam SAI nya menggunakan NTPN sebagai nomor dokumen yang unik. Sehigga ketika dilakukan rekonsiliasi dengan KPPN dapat diidentifikasi data yang ada dengan mempergunkan NTPN tersebut.
Terdapat beberapa hal yang mungkin memerlukan pengaturan lebih lanjut terhadap proses rekonsiliasi penerimaan dikarekan sifat waktu dan tempat melakukan penyetoran yang dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Sehingga apabila wajib setor melakukan penyetoran diluar bank persepsi KPPN wajib setor, maka data penerimaan tersebut tidak akan masuk dalam KPPN bersangkutan. Untuk keperluan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, sampai dengan saat ini laporan penerimaan negara dibukukan berdasarkan data yang diperoleh dari Bendahara Umum Negara.
BAB X
AKUNTANSI PADA KUASA PENGGUNA ANGGARAN
K
uasa Pengguna Anggaran (KPA) adalah unit akuntansi pada tingkat Satuan Kerja sebagai entitas akuntansi. Secara definisi, satuan kerja adalah kuasa pengguna anggaran/pengguna barang yang merupakan bagian dari suatu unit organisasi pada kementerian Negara/lembaga yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program. Entitas akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
Secara garis besar, terdapat 4 (empat) jenis KPA dalam Sistem Akuntansi Instansi (SAI), yatu :
1. KPA-Kantor Pusat (KP). KPA ini merupakan bagian dari Kementerian Negara/Lembaga yang secara langsung berada di bawah salah satu eselon 1 pada Kementerian Negara/Lembaga. Penetapan sebagai kantor pusat ditandakan dengan pencantuman kode KP pada Dokumen Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) satuan kerja yang bersangkutan.
2. KPA-Kantor Daerah (KD). KPA ini merupakan bagian dari Kementerian Negara/Lembaga yang secara langsung maupun tidak langsung (berada di bawah suatu Kantor Wilayah) berada di bawah salah satu eselon 1 pada Kementerian Negara/Lembaga dan berkedudukan di daerah. Penetapan sebagai kantor daerah ditandakan dengan pencantuman kode KD pada Dokumen Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) satuan kerja yang bersangkutan.
3. KPA-Dekonsentrasi (DK). KPA ini merupakan satuan kerja perangkat daerah yang ditetapkan sebagai pengguna APBN atas usulan Gubernur dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi. Penetapan sebagai KPA dekonsentrasi berdasarkan surat keputusan Gubernur sebagai pelaksana dekonsentrasi dan ditandakan dengan pencantuman kode DK pada Dokumen Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) satuan kerja yang bersangkutan.
4. KPA-Tugas Pembantuan (TP). KPA ini merupakan unit pemerintah daerah yang ditetapkan sebagai pengguna APBN dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. Penetapan sebagai KPA tugas pembantuan berdasarkan surat keputusan Gubernur/Walikota/Bupati/Kepala Desa sebagai pelaksana tugas pembantuan dan ditandakan dengan pencantuman kode TP pada Dokumen Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) satuan kerja yang bersangkutan.
A. Sistem Akuntansi Keuangan pada Satuan Kerja
Sebagai KPA, satuan kerja melaksanakan sistem akuntansi keuangan dalam rangka menghasilkan laporan keuangan lingkup satuan kerja yang bersangkutan sehubungan dengan alokasi anggaran yang diamanatkan kepada satuan kerja yang bersangkutan.
1. Dokumen Sumber
Dokumen sumber adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan yang digunakan sebagai sumber atau bukti untuk menghasilkan data akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan. Dokumen sumber dalam sistem akuntansi keuangan tingkat KPA meliputi:
1. Dokumen pagu anggaran: Dokumen Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), Revisi DIPA, Petunjuk Operasional Kegiatan (POK— RKAK/L Form 1.5 dan Form 4.2), Revisi POK, Surat Keputusan Otorisasi (SKO), Revisi SKO, Surat Kuasa Pengguna Anggaran (SKPA), dan dokumen lain yang dipersamakan.
2. Dokumen realisasi anggaran: Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), Surat Perintah Membayar (SPM) yang telah di-SP2D-kan, Bukti Penerimaan Negara (BPN) yang didukung oleh formulir seperti Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP), Surat Setoran Pengembalian Belanja (SSPB), Surat Setoran Pajak (SSP), Surat Setoran Bea dan Cukai (SSBC), Surat Perintah Pembukuan dan Pengesahan (SP3) dan dokumen lain yang dipersamakan.
3. Dokumen Persediaan
4. Dokumen Piutang.
5. Dokumen Aset Tetap (bagi Satuan Kerja yang belum menggunakan aplikasi SABMN)
6. Dokumen Konstruksi Dalam Pengerjaan
7. Dokumen lainnya.
2. Proses
Akuntansi keuangan pada tingkat Unit Akuntansi KPA (UAKPA) diselenggarakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 59/PMK.06/2005. Proses yang dilakukan oleh petugas akuntansi keuangan meliputi:
1. Menerima dan memverifikasi dokumen sumber. Tugas ini dilaksanakan guna menjamin bahwa dokumen sumber yang digunakan sebagai dasar pencatatan adalah dokumen yang sah dan memiliki elemen-elemen data yang jelas sehingga tidak menimbulkan interpretasi ganda sebagai dasar perekaman.
2. Merekam dokumen sumber. Perekaman dokumen sumber harus sesuai dengan data yang sebelumnya telah diverifikasi.
3. Mencetak dan memverifikasi register transaksi harian (RTH). RTH adalah register yang berisi jejak rekam data yang diinput ke dalam aplikasi SAK. Untuk memastikan bahwa dokumen sumber telah direkam dengan benar, maka RTH dicetak untuk kemudian diverifikasi (dicocokkan ulang) dengan dokumen sumbernya. Langkah ini sangat penting agar laporan keuangan yang dihasilkan konsisten dengan elemen-elemen data dalam dokumen sumber yang direkam.
4. Menerima arsip data komputer (ADK) barang milik negara (BMN) dan register pengirimannya.
5. Memproses ADK BMN dan mencocokkan register pengiriman dengan register penerimaannya.
6. Melakukan posting terhadap data transaksi yang telah lengkap dan benar. Posting data dilakukan agar rekaman data tercatat dalam buku besar dan tersaji dalam laporan keuangan. Karenanya, langkah ini harus selalu dilakukan setiap kali selesai melakukan perkaman data. Tanpa posting, maka buku besar dan laporan keuangan akan menunjukkan posisi sebelum dilakukan proses perekaman.
7. Mencetak dan memverifikasi buku besar. Verifikasi buku besar dilakukan untuk memastikan bahwa transaksi yang direkam telah diproses oleh sistem secara benar. Selain itu, kemungkinan kesalahan rekam dalam proses verifikasi RTH bisa diketahui pada tahap ini.
8. Mencetak dan mengirim laporan keuangan beserta ADK ke KPPN, melakukan rekonsiliasi, menuangkan hasil rekonsiliasi dalam berita acara rekonsiliasi (BAR), dan melakukan perbaikan data jika diperlukan.
9. Mencetak Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran.
10. UAKPA-
a. Kantor Pusat menyampaikan Neraca, Laporan Realisasi Anggaran dan ADK ke Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Eselon 1,
b. Kantor Daerah menyampaikan Neraca, Laporan Realisasi Anggaran dan ADK ke Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Wilayah,
c. Dekonsentrasi menyampaikan Neraca, Laporan Realisasi Anggaran dan ADK ke Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Wilayah Dekonsentrasi dan Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Eselon 1,
d. Tugas Pembantuan menyampaikan Neraca, Laporan Realisasi Anggaran dan ADK ke Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Wilayah TP dan Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Eselon 1.
11. Menyampaikan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) setiap semester,
12. UAKPA-
a. Kantor Pusat menyampaikan CaLK ke Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Eselon 1,
b. Kantor Daerah menyampaikan CaLK ke Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Wilayah,
c. Dekonsentrasi menyampaikan CaLK ke Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Wilayah Dekonsentrasi dan Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Eselon 1,
d. Tugas Pembantuan menyampaikan CaLK ke Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Wilayah TP dan Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Eselon 1.
13. Melakukan back-up data.
3. Keluaran
Laporan keuangan pada UAKPA terdiri dari neraca, laporan realisasi anggaran dan catatan atas laporan keunagan. Aplikasi SAK pada tingkat satuan kerja menghasilkan laporan keuangan utama—Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran—dan informasi manajerial yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan.
Catatan atas Laporan Keuangan merupakan unsur laporan keuangan yang disusun secara manual yang menjelaskan elemen-elemen informasi yang ada di Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran.
B. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan disusun dan dilaporkan pada setiap akhir semester, dan disampaikan dalam satu kesatuan dengan laporan keuangan lainnya ke Unit Akuntansi di atasnya.
Catatan atas Laporan Keuangan dibuat dengan tujuan:
1. Laporan keuangan mudah difahami
2. Menghindari salah paham (misleading)
3. Pemahaman mendalam melalui pengungkapan setiap pos penting
4. Mampu menjawab bagaimana perkembangan kondisi keuangan entitas
5. Pengungkapan paripurna (full disclosure)
Berikut adalah contoh bagan materi yang dimuat dalam Catatan atas Laporan Keuangan:
BAB XI
AKUNTANSI PADA PEMBANTU PENGGUNA ANGGARAN WILAYAH
P
embantu Pengguna Anggaran Wilayah (PPAW) bertindak sebagai entitas akuntansi yang menggabungkan laporan keuangan dari Satuan Kerja yang ada di bawahnya. Secara definisi, entitas akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
Secara garis besar, terdapat 4 (empat) jenis Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah (UAPPAW) dalam Sistem Instansi (SAI).
5. UAPPAW-Kantor Wilayah. Entitas pelaporan ini secara formal adalah organ Kementerian Negara/Lembaga, berkedudukan sebagai Kantor Wilayah yang membawahi satu atau lebih Satuan Kerja-Kantor Daerah.
6. UAPPAW-Koordinator Wilayah. Entitas pelaporan ini secara formal adalah organ Kementerian Negara/Lembaga, berkedudukan sebagai Satuan Kerja- Kantor Daerah, ditunjuk sebagai entitas pelaporan tingkat wilayah yang bertanggung jawab melakukan penggabungan laporan keuangan dari satu atau beberapa Satker-Kantor Daerah yang berada dalam lingkup Kementerian Negara/Lembaga yang sama.
7. UAPPAW-Dekonsentrasi. Berdasarkan PMK No. 59/PMK.06/2005 Penanggung jawab UAPPAW-Dekonsentrasi adalah Gubernur yang di wilayahnya terdapat satuan kerja pengguna dana dekonsentrasi. Sebagai UAPPAW-Dekonsentrasi, Gubernur bertanggung jawab terhadap penggabungan laporan keuangan dari satu atau beberapa Satuan Kerja-Dekonsentrasi yang berada dalam wilayah provinsi yang sama.
Usulan penanggungjawab UAPPAW-Dekonsentrasi pada revisi PMK. No. 59/PMK.06/2005 adalah Kepala Dinas Pemerintah Provinsi. Sedangkan Gubernur bertindak sebagai Koordinator untuk seluruh UAPPAW-Dekonsentrasi dalam wilayah kerjanya.
8. UAPPAW-Tugas Pembantuan. Penanggung jawab UAPPAW-Tugas Pembantuan adalah Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) yang di wilayahnya terdapat satuan kerja pengguna dana tugas pembantuan. Sebagai UAPPAW-Tugas Pembantuan, Gubernur/Bupati/Walikota bertanggung jawab terhadap penggabungan laporan keuangan dari satu atau beberapa Satuan Kerja-Tugas Pembantuan yang berada dalam wilayah pemerintah daerah yang dipimpinnya.
Usulan penanggungjawab UAPPAW-Tugas Pembantuan pada revisi PMK. No. 59/PMK.06/2005 adalah Kepala Dinas Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota). Sedangkan Kepala Daerah (Gubernur/Bupati) bertindak sebagai Koordinator untuk seluruh UAPPAW-Tugas Pembantuan dalam wilayah kerjanya.
A. Sistem Akuntansi Keuangan pada Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah
Sebagai Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah (PPAW), UAPPAW melaksanakan sistem akuntansi keuangan dalam rangka menghasilkan laporan keuangan tingkat wilayah yang merupakan gabungan laporan keuangan satuan kerja di bawahnya yang menggunakan dana APBN.
1. Input
Input akuntansi pada tingkat UAPPAW adalah laporan keuangan dan arsip data komputer yang diterima dari UAKPA.
2. Proses
Akuntansi keuangan pada tingkat UAPPAW diselenggarakan dengan aplikasi yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Proses yang dilakukan oleh petugas akuntansi keuangan meliputi:
14. Menerima dan memverifikasi laporan keuangan yang diterima dari UAKPA. Tugas ini dilaksanakan guna menjamin bahwa data dalam ADK memiliki isi yang sama dengan data pada cetakan laporan yang diterima dari UAKPA.
15. Melakukan penggabungan data laporan keuangan.
16. UAPPAW-
• Kantor Wilayah mencocokkan data aset tetap yang ada di Neraca tingkat wilayah dengan data aset tetap yang ada di Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah (UAPPBW)-Kantor Wilayah.
• Koordinator Wilayah mencocokkan data aset tetap yang ada di Neraca tingkat wilayah dengan data aset tetap yang ada di Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah (UAPPBW)-Koordinator Wilayah.
• Dekonsentrasi mencocokkan data aset tetap yang ada di Neraca tingkat wilayah dekonsentrasi dengan data aset tetap yang ada di Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah (UAPPBW)-Dekonsentrasi.
• Tugas Pembantuan mencocokkan data aset tetap yang ada di Neraca tingkat wilayah tugas pembantuan dengan data aset tetap yang ada di Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah (UAPPBW)-Tugas Pembantuan.
17. Menyampaikan data laporan keuangan ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan-Departemen Keuangan sebagai bahan rekonsiliasi.
18. Melakukan rekonsiliasi data dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan-Departemen Keuangan dan menandatangani berita acara rekonsiliasi, serta menindaklanjuti jika terjadi perbedaan.
19. UAPPAW-
• Kantor Wilayah mencetak Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran serta menyampaikannya ke Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1 (UAPPAE1) beserta ADK sesuai dengan jadwal penyampaian.
• Koordinator Wilayah mencetak Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran serta menyampaikannya ke Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1 (UAPPAE1) beserta ADK sesuai dengan jadwal penyampaian.
• Dekonsentrasi mencetak Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran serta menyampaikannya ke Gubernur selaku Koordinator UAPPA-W Dekonsentrasi dan Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1 (UAPPAE1) sesuai dengan jadwal penyampaian.
• Tugas Pembantuan mencetak Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran serta menyampaikannya ke Kepala Daerah selaku Koordinator UAPPA-W Tugas Pembantuan dan Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1 (UAPPAE1) sesuai dengan jadwal penyampaian.
20. Menyusun Catatan atas Laporan Keuangan dan menyampaikannya ke UAPPAE1 setiap semester.
21. Melakukan back-up data.
3. Keluaran
Laporan keuangan pada UAPPAW terdiri dari neraca, laporan realisasi anggaran dan catatan atas laporan keunagan. Aplikasi SAK pada tingkat UAPPAW menghasilkan laporan keuangan utama—Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran—dan informasi manajerial yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan.
Catatan atas Laporan Keuangan merupakan unsur laporan keuangan yang disusun secara manual yang menjelaskan elemen-elemen informasi yang ada di Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran.
B. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan disusun dan dilaporkan pada setiap akhir semester, dan disampaikan dalam satu kesatuan dengan laporan keuangan lainnya ke Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1.
Catatan atas Laporan Keuangan dibuat dengan tujuan:
6. Laporan keuangan mudah difahami
7. Menghindari salah paham (misleading)
8. Pemahaman mendalam melalui pengungkapan setiap pos penting
9. Mampu menjawab bagaimana perkembangan kondisi keuangan entitas
10. Pengungkapan paripurna (full disclosure).
BAB XII
AKUNTANSI PADA PEMBANTU PENGGUNA ANGGARAN ESELON 1
P
embantu Pengguna Anggaran Eselon 1 (PPA-E1) bertindak sebagai entitas akuntansi yang menggabungkan laporan keuangan dari UAKPA-Kantor Pusat, Satker Badan Layanan Umum dan UAPPAW (baik UAPPAW-Kantor Wilayah, Koordinator Wilayah, Dekonsentrasi, maupun Tugas Pembantuan). Secara definisi, entitas akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
A. Sistem Akuntansi Keuangan pada Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1
Sebagai Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1 (PPAE1), UAPPA-E1 melaksanakan sistem akuntansi keuangan dalam rangka menghasilkan laporan keuangan tingkat eselon 1 yang merupakan gabungan laporan keuangan Satuan Kerja-Kantor Pusat, Satker BLU dan UAPPAW di bawahnya.
1. Input
Input akuntansi pada tingkat UAPPAE1 adalah laporan keuangan dan arsip data komputer (ADK) yang diterima dari UAKPA-Kantor Pusat, Satker BLU dan UAPPAW.
2.Proses
Akuntansi keuangan pada tingkat UAPPAE1 diselenggarakan dengan aplikasi yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Proses yang dilakukan oleh petugas akuntansi keuangan meliputi:
22. Menerima dan memverifikasi laporan keuangan yang diterima dari UAKPA-Kantor Pusat, Satker BLU, dan UAPPAW. Tugas ini dilaksanakan guna menjamin bahwa data dalam ADK memiliki isi yang sama dengan data pada cetakan laporan yang diterima dari UAKPA-Kantor Pusat, Satker BLU dan UAPPAW.
23. Melakukan penggabungan data laporan keuangan.
24. Membuat ringkasan Laporan Keuangan Badan Layanan Umum yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan.
25. Melakukan mencocokkan data aset tetap yang ada di Neraca tingkat Eselon 1 dengan data aset tetap yang ada di Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Eselon 1 (UAPPB-E1).
26. Menyampaikan ADK Laporan Keuangan ke Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagai bahan rekonsiliasi.
27. Melakukan rekonsiliasi data dengan Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan menandatangani berita acara rekonsiliasi, serta menindaklanjuti jika terjadi perbedaan.
28. Mencetak Neraca, Laporan Realisasi Anggaran, dan menyampaikannya ke Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA) beserta ADK sesuai jadwal penyampaian.
29. Menyusun Catatan atas Laporan Keuangan dan menyampaikannya ke UAPA setiap semester.
30. Melakukan back-up data.
3. Keluaran
Laporan keuangan pada UAPPAE1 terdiri dari neraca, laporan realisasi anggaran dan catatan atas laporan keunagan. Aplikasi SAK pada tingkat UAPPA-E1 menghasilkan laporan keuangan utama—Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran—dan informasi manajerial yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan.
Catatan atas Laporan Keuangan merupakan unsur laporan keuangan yang disusun secara manual yang menjelaskan elemen-elemen informasi yang ada di Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran.
B. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan disusun dan dilaporkan pada setiap akhir semester, dan disampaikan dalam satu kesatuan dengan laporan keuangan lainnya ke Unit Akuntansi Pengguna Anggaran.
Catatan atas Laporan Keuangan dibuat dengan tujuan:
11. Laporan keuangan mudah difahami
12. Menghindari salah paham (misleading)
13. Pemahaman mendalam melalui pengungkapan setiap pos penting
14. Mampu menjawab bagaimana perkembangan kondisi keuangan entitas
15. Pengungkapan paripurna (full disclosure)
BAB XIII
AKUNTANSI PADA PENGGUNA ANGGARAN
P
engguna Anggaran (PA) bertindak sebagai entitas pelaporan yang menggabungkan laporan keuangan dari UAPPA-E1 yang ada di bawahnya. Secara definisi, entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.
A. Sistem Akuntansi Keuangan pada Pengguna Anggaran
Sebagai Pengguna Anggaran (PA), UAPA melaksanakan sistem akuntansi keuangan dalam rangka menghasilkan laporan keuangan tingkat Kementerian Negara/Lembaga yang merupakan gabungan laporan keuangan UAPPA-E1 yang ada di bawahnya.
1. Input
Input akuntansi pada tingkat UAPA adalah laporan keuangan dan arsip data komputer (ADK) yang diterima dari UAPPA-E1.
2. Proses
Akuntansi keuangan pada tingkat UAPA diselenggarakan dengan aplikasi yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Proses yang dilakukan oleh petugas akuntansi keuangan meliputi:
31. Menerima dan memverifikasi laporan keuangan yang diterima dari UAPPA-E1. Tugas ini dilaksanakan guna menjamin bahwa data dalam ADK memiliki isi yang sama dengan data pada cetakan laporan yang diterima dari UAPPA-E1.
32. Melakukan penggabungan data laporan keuangan dari seluruh UAPPA-E1.
33. Membuat ringkasan Laporan Keuangan Badan Layanan Umum yang berada dalam wilayah kerjanya.
34. Melakukan mencocokkan data aset tetap yang ada di Neraca tingkat Kementerian Negara/Lembaga dengan data aset tetap yang ada di Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAPB).
35. Menyampaikan ADK Laporan Keuangan ke Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan-Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagai bahan rekonsiliasi dalam periode semesteran.
36. Melakukan rekonsiliasi data dengan Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan-Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan menandatangai berita acara rekonsiliasi, serta menindaklanjuti jika terjadi perbedaan.
37. Mencetak Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran.
38. Menyusun Catatan atas Laporan Keuangan.
39. Membuat Surat Pernyataan Bertanggung Jawab (Statement of Responsibility—SOR).
40. Menyampaikan laporan keuangan beserta ADK ke Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan-Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
41. Melakukan back-up data.
3. Keluaran
Laporan keuangan pada UAPA terdiri dari neraca, laporan realisasi anggaran dan catatan atas laporan keunagan. Aplikasi SAK pada tingkat UAPA menghasilkan laporan keuangan utama—Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran—dan informasi manajerial yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan.
Catatan atas Laporan Keuangan merupakan unsur laporan keuangan yang disusun secara manual yang menjelaskan elemen-elemen informasi yang ada di Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran.
B. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan disusun dan dilaporkan pada setiap akhir semester, dan disampaikan dalam satu kesatuan dengan laporan keuangan lainnya ke Direktorat Informasi dan Akuntansi-Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Catatan atas Laporan Keuangan dibuat dengan tujuan:
16. Laporan keuangan mudah difahami
17. Menghindari salah paham (misleading)
18. Pemahaman mendalam melalui pengungkapan setiap pos penting
19. Mampu menjawab bagaimana perkembangan kondisi keuangan entitas
20. Pengungkapan paripurna (full disclosure)
BAB XV
KOREKSI LAPORAN KEUANGAN
L
Aporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Laporan Keuangan tersebut disajikan secra berjenjang dari entitas akuntansi kepada entitas akuntansi/pelaporan yang lebih tinggi. Dalam proses penyusunan dan penyampaian laporan tersebut keungkinan masih ditemukan adanya kesalahan dalam laporan keuangan seperti salah klasifikasi, salah angka, dan salah penerapan standar akuntansi.
Ketidaksesuaian laporan keuangan dapat disebabkan oleh kesalahan dan/atau perbedaan waktu dalam pengakuan transaksi. Secara umum, kesalahan dapat dikelompokan menurut jenis, sifat, dan waktu ditemukannya kesalahan.
A. Jenis Kesalahan
Kesalahan yang terjadi dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Kesalahan karena perhitungan matematis dan kelalaian dalam penyiapan dokumen;
2. Kesalahan karena belum memproses dokumen sumber/bukti transaksi;
3. Kesalahan dalam penerapan kebijakan dan/atau Standar Akuntansi Pemerintahan;
4. Kesalahan klasifikasi dalam pelaporan.
B. Sifat Kesalahan
Kesalahan berdasarkan sifat dapat dibedakan menjadi
1. Kesalahan tidak berulang.
Kesalahan yang diharapkan tidak terjadi kembali, yang dikategorikan ke dalam 2 kelompok, yaitu :
a. Kesalahan yang terjadi pada periode berjalan
b. Kesalahan yang terjadi pada periode sebelumnya
2. Kesalahan berulang dan sistematik
Kesalahan yang sifatnya berulang dan sistematik tidak memerlukan koreksi, tetapi dicatat pada saat terjadi kesalahan yang bersangkutan.
C. Waktu Ditemukan Kesalahan
Berdasarkan waktu ditemukannya, kesalahan atas laporan keuangan dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Kesalahan yang ditemukan berdasarkan pengecekan/analisis intern dan pengujian oleh unit akuntansi diatasnya
2. Kesalahan ditemukan pada saat rekonsiliasi dilakukan oleh Kementerian Negara/Lembaga dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
3. Kesalahan ditemukan berdasarkan hasil analisis laporan keuangan.
4. Kesalahan ditemukan pada saat reviu/audit laporan keuangan.
D. Prosedur Koreksi Kesalahan
Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi, perlu dilakukan koreksi terhadap kesalahan tersebut agar pos-pos laporan keuangan benar, sesuai dengan seharusnya. Untuk koreksi kesalahan dapat dilalukan dengan dua cara, yaitu
1. Koreksi data
Dilakukan apabila Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga belum disampaikan kepada Menteri Keuangan dan/atau belum tutup buku. Apabila kesalahan ditemukan pada tingkat UAKPA, maka UAKPA melakukan perbaikan data melalui aplikasi SAI dan mengirimkan kembali laporan keuangan setelah koreksi ke unit akuntani di atasnya.
2. Koreksi melalui jurnal.
Koreksi ini dilakukan apabila laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga telah disampaikan kepada Menteri Keuangan dan/atau telah dilakukan tutup buku. Adapun yang dimaksud dengan tutup buku adalah setelah LKPP disahkan menjadi Undang-Undang.
Untuk mempercepat penyampaian laporan keuangan, entitas pelaporan Kementerian Negara/Lembaga selaku penggabung Laporan Keuangan Entitas Akuntasi di bawahnya berwenang melakukan koreksi atas kesalahan yang ditemukan tanpa menunggu perbaikan dari entitas akuntnasi.
Untuk mempercepat penyampaian Laporan Keuangan Pemerintah Pusat , Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku entitas pelaporan Pemerintah Pusat berwenang melakukan koreksi atas kesalahan yang ditemukan tanpa menunggu perbaikan dari entitas akuntansi/entitas pelaporan yang ada dibawahnya.
E. Unsur Kesalahan yang Perlu Dikoreksi
Unsur kesalahan yang ditemukan pada Laporan Keuangan dapat dijelaskan sebagai berikut :
Unsur Laporan Keuangan Unsur yang perlu dikoreksi
Estimasi Pendapatan, Realisasi Pendapatan, dan Realisasi Pengembalian Pendapatan Bagian Anggaran, Eselon I, Satker, Mata Anggaran dan Jumlah Rupiah
Pagu Belanja, Realisasi Belanja, dan Realisasi Pengembalian Belanja
Bagian Anggaran, Eselon I, Satker, Fungsi, Sub Fungsi, Program, Kegiatan, Sub Kegiatan, Mata Anggaran dan Jumlah Rupiah
Pembiayaan Unit Organisasi, Mata Anggaran Penerimaan Pembiayaan, Mata Anggaran Pengeluaran Pembiayaan dan Jumlah Rupiah
Aset, Kewajiban, dan Ekuitas Akun Neraca dan Jumlah Rupiah
Laporan Arus Kas Mata Anggaran Penerimaan, Mata Anggaran Pengeluaran, dan Jumlah Rupiah.
BAB XVI
REVIU LAPORAN KEUANGAN
T
ujuan reviu berbeda dengan tujuan audit atas laporan keuangan. Tujuan audit adalah untuk memberikan dasar yang memadai untuk menyatakan suatu pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan. Tujuan reviu adalah untuk memberikan keyakinan akurasi, keandalan, keabsahan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan sebelum disampaikan oleh menteri/pimpinan lembaga kepada Presiden melalui Menteri Keuangan.
Reviu oleh aparat pengawasan intern pada kementerian negara/lembaga tidak membatasi tugas pemeriksaan/pengawasan oleh lembaga pemeriksa/pengawas lainnya sesuai dengan tugas kewenangannya. Reviu tidak memberikan dasar untuk menyatakan pendapat seperti dalam audit, karena dalam reviu tidak mencakup suatu pemahaman atas pengendalian intern, penetapan resiko pengendalian, pengujian catatan akuntansi dan pengujian atas respon terhadap permintaan keterangan dengan cara pemerolehan bahan bukti yang menguatkan melalui inspeksi, pengamatan atau konfirmasi dan prosedur tertentu lainnya yang biasa dilakukan dalam suatu audit. Dalam hal sistem pengendalian intern, reviu hanya mengumpulkan keterangan yang dapat menjadi bahan untuk penyusunan Statement of Responsibility (Pernyataan Tanggung Jawab) oleh Menteri/Pimpinan Lembaga. Reviu dapat mengarahkan perhatian aparat pengawasan intern kepada hal-hal penting yang mempengaruhi laporan keuangan, namun tidak memberikan keyakinan bahwa aparat pengawasan intern akan mengetahui semua hal penting yang akan terungkap melalui suatu audit.
Dalam melakukan reviu atas laporan keuangan, aparat pengawasan intern harus memahami secara garis besar sifat transaksi entitas, sistem dan prosedur akuntansi, bentuk catatan akuntansi dan basis akuntansi yang digunakan untuk menyajikan laporan keuangan.
Ruang lingkup reviu adalah sebatas penelaahan laporan keuangan dan catatan akuntansi. Hal ini diperlukan dalam rangka menguji kesesuaian antara angka-angka yang disajikan dalam laporan keuangan terhadap catatan, buku, laporan yang digunakan dalam sistem akuntansi di lingkungan kementerian negara/lembaga yang bersangkutan. Sasaran reviu adalah untuk memperoleh keyakinan bahwa laporan keuangan entitas pelaporan telah disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.
Pelaksanaan reviu dilakukan secara paralel dengan pelaksanaan anggaran dan penyusunan laporan keuangan kementerian negara/lembaga. Aparat pengawasan intern membuat Pernyataan Telah Direviu atas laporan keuangan kementerian negara/lembaga dan dilampirkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan yang disampaikan ke Menteri Keuangan. Pernyataan Telah Direviu diterbitkan setidak-tidaknya sekali dalam setahun terhadap laporan keuangan tahunan kementerian negara/lembaga.
A. Tahapan Reviu
1. Persiapan Reviu
Sebelum pelaksanaan reviu, aparat pengawasan intern perlu melakukan persiapan-persiapan agar reviu dapat dilaksanakan secara efektif dan terpadu. Adapun persiapan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan reviu adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan informasi keuangan
Aparat pengawasan intern perlu mengumpulkan informasi keuangan seperti laporan bulanan, triwulanan, semester dan tahunan serta kebijakan akuntansi dan keuangan yang telah ditetapkan. Informasi ini diperlukan untuk memperoleh informasi awal tentang laporan keuangan entitas yang bersangkutan serta ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam akuntansi dan pelaporan keuangan.
b. Persiapan penugasan
Penugasan reviu perlu persiapan yang memadai antara lain penyusunan tim reviu. Tim reviu secara kolektif harus mempunyai kemampuan teknis yang memadai di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah. Jadwal dan jangka waktu pelaksanaan reviu disesuaikan dengan kebutuhan dan batas waktu penyelesaian dan penyampaian laporan keuangan di masing-masing kementerian negara/lembaga.
c. Penyiapan program kerja reviu
Tim yang ditugasi untuk melakukan reviu perlu menyusun program kerja reviu yang berisi langkah-langkah dan teknik reviu yang akan dilakukan selama proses reviu.
2. Pelaksanaan Reviu
Pelaksanaan reviu atas laporan keuangan dilaksanakan dengan teknik reviu sebagai berikut:
a. Penelusuran angka-angka dalam laporan keuangan
Dalam melaksanakan reviu, aparat pengawasan intern perlu menelusuri angka-angka yang disajikan dalam laporan keuangan ke buku atau catatan-catatan yang digunakan untuk meyakini bahwa angka-angka tersebut benar. Penelusuran ini dapat dilakukan dengan:
1. Membandingkan angka pos laporan keuangan terhadap saldo buku besar,
2. Membandingkan saldo buku besar terhadap buku pembantu,
3. Membandingkan angka-angka pos laporan keuangan terhadap laporan pendukung, misalnya Aset Tetap terhadap Laporan Mutasi Aset Tetap dan Laporan Posisi Aset Tetap.
b. Permintaan keterangan
Permintaan keterangan yang dilakukan dalam reviu atas laporan keuangan tergantung pada pertimbangan aparat pengawasan intern. Dalam menentukan permintaan keterangan, aparat pengawasan intern dapat mempertimbangkan:
1. Sifat dan materialitas suatu pos
2. Kemungkinan salah saji;
3. Pengetahuan yang diperoleh selama persiapan reviu;
4. Pernyataan tentang kualifikasi para personel bagian akuntansi entitas tersebut;
5. Seberapa jauh pos tertentu dipengaruhi oleh pertimbangan manajemen;
6. Ketidakcukupan data keuangan entitas yang mendasari;
7. Ketidaklengkapan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
Permintaan keterangan dapat meliputi:
1. Kesesuaian antara sistem akuntansi dan pelaporan keuangan yang diterapkan oleh entitas tersebut dengan peraturan yang berlaku.
2. Kebijakan dan metode akuntansi yang diterapkan oleh entitas yang bersangkutan.
3. Prosedur pencatatan, pengklasifikasian dan pengikhtisaran transaksi serta penghimpunan informasi untuk diungkapkan dalam laporan keuangan
4. Keputusan yang diambil oleh pimpinan entitas pelaporan/pejabat keuangan yang mungkin dapat mempengaruhi laporan keuangan
5. Memperoleh informasi dari audit atau reviu atas laporan keuangan periode sebelumnya.
6. Personel yang bertanggung jawab terhadap akuntansi dan pelaporan keuangan, mengenai:
- Apakah pelaksanaan anggaran telah dilaksanakan sesuai dengan sistem pengendalian intern yang memadai.
- Apakah laporan keuangan telah disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
- Apakah terdapat perubahan kebijakan akuntansi pada entitas pelaporan tersebut.
- Apakah ada masalah yang timbul dalam implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan dan pelaksanaan sistem akuntansi.
- Apakah terdapat peristiwa setelah tanggal neraca yang berpengaruh secara material terhadap laporan keuangan.
3. Prosedur analitik
Prosedur analitik dilakukan pada akhir reviu. Prosedur analitik dirancang untuk mengidentifikasi adanya hubungan antar pos dan hal-hal yang kelihatannya tidak biasa. Prosedur analitik dapat dilakukan dengan:
1. Mempelajari laporan keuangan untuk menentukan apakah laporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
2. Membandingkan laporan keuangan dalam beberapa periode yang setara.
3. Membandingkan realisasi terhadap anggaran).
4. Mempelajari hubungan antara unsur-unsur dalam laporan keuangan yang diharapkan akan sesuai dengan pola yang dapat diperkirakan atas dasar pengalaman entitas tersebut.
Dalam menerapkan prosedur ini, aparat pengawasan intern harus mempertimbangkan jenis masalah yang membutuhkan penyesuaian, seperti adanya peristiwa luar biasa dan perubahan kebijakan akuntansi. Jumlah-jumlah yang disebabkan karena adanya peristiwa luar biasa atau perubahan kebijakan tersebut harus dieliminasi dari laporan keuangan sebelum dilakukan proses reviu.
B. Pelaporan
Dalam pelaksanaan reviu, aparat pengawasan intern membuat kertas kerja yang seharusnya memuat hal-hal berikut ini:
1. Kertas kerja penelusuran angka-angka pos laporan keuangan
2. Daftar pertanyaan reviu dan kertas kerja permintaan keterangan.
3. Kertas kerja prosedur analitik.
4. Masalah yang tercakup dalam permintaan keterangan dan prosedur analitik.
5. Masalah yang dianggap tidak biasa oleh aparat pengawasan intern selama melaksanakan reviu, termasuk penyelesaiannya.
Kertas kerja ini menjadi dasar untuk pembuatan laporan hasil reviu dan Pernyataan Telah Direviu oleh aparat pengawasan intern. Laporan hasil reviu memuat masalah yang terjadi dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan, rekomendasi untuk pelaksanaan koreksi, dan koreksi yang telah dilakukan oleh entitas yang direviu. Hasil pelaksanaan reviu dituangkan dalam Pernyataan Telah Direviu, yang menyatakan bahwa:
1. Reviu dilaksanakan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan dan peraturan terkait.
2. Semua informasi yang dimasukkan dalam laporan keuangan adalah penyajian manajemen entitas pelaporan tersebut.
3. Reviu terutama mencakup penelusuran angka-angka dalam laporan keuangan, permintaan keterangan kepada para pejabat/petugas yang terkait dan prosedur analitik yang diterapkan terhadap data keuangan.
4. Lingkup reviu jauh lebih sempit dibandingkan dengan lingkup audit yang tujuannya untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan. Dengan demikian, reviu tidak bertujuan untuk menyatakan pendapat seperti dalam audit.
5. Aparat pengawasan intern tidak menemukan adanya suatu modifikasi material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
6. Tanggal penyelesaian permintaan keterangan dan prosedur analitik yang dilakukan oleh akuntansi harus digunakan sebagai tanggal laporannya.
Laporan hasil reviu dan Pernyataan Telah Direviu disampaikan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga terkait dalam rangka penandatanganan Pernyataan Tanggung Jawab (Statement of Responsibility). Laporan Keuangan yang direviu oleh aparat pengawasan intern harus disertai dengan Pernyataan Telah Direviu. Setiap halaman laporan keuangan yang telah direviu oleh aparat pengawasan intern harus memuat pengacuan berupa kalimat “Lihat Pernyataan Telah Direviu Aparat Pengawasan Intern”.
Prosedur lain yang dilaksanakan sebelum atau selama reviu tidak boleh diungkapkan dalam laporan audit. Apabila aparat pengawasan intern tidak dapat melaksanakan penelusuran angka-angka pos dalam laporan keuangan, pengajuan pertanyaan dan prosedur analitik yang dipandang perlu untuk memperoleh keyakinan terbatas yang seharusnya ada dalam suatu reviu, maka reviu dianggap tidak lengkap. Suatu reviu yang tidak lengkap bukanlah dasar yang memadai untuk menerbitkan laporan reviu dan/atau Pernyataan Telah Direviu.
C. Tindak Lanjut
Apabila aparat pengawasan intern yang melakukan reviu menemukan bahwa terdapat kekurangan, kesalahan dan penyimpangan dari Standar Akuntansi Pemerintah dan peraturan lainnya, aparat pengawasan intern memberitahukan hal tersebut kepada entitas yang direviu. Entitas wajib menindaklanjuti hasil reviu dengan segera melakukan koreksi terhadap laporan keuangan dan menyampaikan hasil koreksi kepada aparat pengawasan intern. Dalam hal Entitas tidak melakukan koreksi seperti yang diminta oleh aparat pengawasan intern, baik karena koreksi tidak dapat dilakukan dalam periode terkait atau kelalaian, maka aparat pengawasan intern dapat menerbitkan Pernyataan Telah Direviu dengan paragraf penjelas yang mengungkapkan mengenai penyimpangan dari Standar Akuntansi Pemerintah dan peraturan terkait lainnya. Dengan demikian, laporan keuangan yang disampaikan ke Menteri Keuangan adalah laporan keuangan yang telah dikoreksi berdasarkan hasil reviu.
BAB XVII
Catatan Atas Laporan Keuangan
Setiap Entitas pelaporan diharuskan menyajikan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) sebagai bagian yang terpisahkan dari Laporan Keuangan untuk tujuan Umum. Laporan Keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna akan informasi akuntansi keuangan yang lazim. Yang dimaksud dengan pengguna adalah masyarakat, legislatif , lembaga pengawas, pemeriksa, pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman serta pemerintah.
CaLKdimaksudkan agar laporan keuangan dapat dipahami oleh pembaca secara luas, tidak terbatas hanya pembaca tertentu ataupun manajemen entitas pelaporan. Oleh karena itu, Laporan Keuangan mungkin mengandung informasi yang dapat memiliki potensi kesalahpahaman diantara pembaca. Untuk menghindari kesalahpahaman, laporan keuangan harus dibuat CaLKyang berisi informasi yang memudahkan pengguna dalam memahami Laporan Keuangan.
CaLK harus disajikan secara sistematis. Setiap Pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas mempunyai referensi silang dengan informasi terkait dalam CaLK. CaLK keuangan meliputi penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas Termasuk pula adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan SAP serta pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontijensi dan komitmen-komitmen lainnya.
Catatan atas Laporan Keuangan menyajikan informasi tentang penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai, antara lain:
• Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;
• Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya
• Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan;
• Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas;
• Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan
Untuk memudahkan pembaca laporan, pengungkapan pada Catatan atas Laporan Keuangan dapat disajikan secara narasi, bagan, grafik daftar dan skedul atau bentuk lain yang lazim yang mengikhtisarkan secara ringkas dan padat kondisi dan posisi keuangan entitas pelaporan
Dasar Penyajian Laporan Keuangan dan Pengungkapan Kebijakan Akuntansi Keuangan
Dalam menyajikan Catatan atas Laporan Keuangan, entitas pelaporan harus mengungkapkan dasar penyajian laporan keuangan dan kebijakan akuntansi. Beberapa asumsi dasar akuntansi yang harus dilaksanakan dalam menyusun Calk adalah
Asumsi dasar atau konsep dasar akuntansi tertentu mendasari penyusunan laporan keuangan, biasanya tidak diungkapkan secara spesifik. Pengungkapan diperlukan jika tidak mengikuti asumsi atau konsep tersebut disertai alasan dan penjelasan.
Sesuai dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah adalah anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari:
(a) Asumsi kemandirian entitas;
(b) Asumsi kesinambungan entitas; dan
(c) Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement).
Asumsi kemandirian entitas berarti bahwa setiap unit organisasi dianggap sebagai unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah dalam pelaporan keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah adanya kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya dengan tanggung jawab penuh. Entitas bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan sumber daya di luar neraca untuk kepentingan yurisdiksi tugas pokoknya, termasuk atas kehilangan ataukerusakan aset dan sumber daya dimaksud, utang-piutang yang terjadi akibat keputusan entitas, serta terlaksana tidaknya program yang telah ditetapkan.
Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas pelaporan akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah diasumsikan tidak bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam jangka pendek. Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi.
Dalam menyusun CaLK perlu dijelaskan mengenai Kebijakan Akuntansi yang mendasari pelaporan keuangan yang disusun.
PSAP 04 – 8
Tiga pertimbangan pemilihan untuk penerapan kebijakanakuntansi yang paling tepat dan penyiapan laporan keuangan oleh manajemen:
(a) Pertimbangan Sehat
Ketidakpastian melingkupi banyak transaksi. Hal tersebut seharusnya diakui dalam penyusunan laporan keuangan. Sikap hati-hati tidak membenarkan penciptaan cadangan rahasia atau disembunyikan.
(b) Substansi Mengungguli Bentuk Formal 4
Transaksi dan kejadian lain harus dipertanggungjawabkan dan disajikan sesuai dengan hakekat transaksi dan realita kejadian, tidak semata-mata mengacu bentuk hukum transaksi atau kejadian.
(c) Materialitas
Laporan keuangan harus mengungkapkan semua komponen yang cukup material yang mempengaruhi evaluasi atau keputusan- keputusan.
Pengungkapan kebijakan akuntansi harus mengidentifikasikan dan menjelaskan prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan oleh entitas pelaporan dan metode-metode penerapannya yang secara material mempengaruhi penyajian Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Pengungkapan juga harus meliputi pertimbangan-pertimbangan penting yang diambil dalam memilih prinsip-prinsip yang sesuai. Secara umum, kebijakan akuntansi pada Catatan atasLaporan Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini:
• Entitas pelaporan;
• Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan;
• Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan;
• sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan ketentuan-ketentuan masa transisi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan diterapkan oleh suatu entitas pelaporan;
• setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami laporan keuangan.
SUSUNAN
Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan atas Laporan Keuangan biasanya disajikan dengan susunan sebagai berikut:
i. Kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target Undang- Undang APBN
ii. Ikhtisar pencapaian kinerja keuangan;
iii. Kebijakan akuntansi yang penting:
o Entitas pelaporan;
o Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan;
o Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan;
o Kesesuaian kebijakan-kebijakan akuntansi yang diterapkan dengan ketentuan-ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan oleh suatu entitas pelaporan;
o setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami laporan keuangan.
iv. Penjelasan pos-pos Laporan Keuangan:
v. Rincian dan penjelasan masing-masing pos Laporan Keuangan;
vi. Pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka Laporan Keuangan.
vii. Pengungkapan pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas, untuk entitas pelaporan yang menggunakan basis akrual;
viii. Informasi tambahan lainnya, yang diperlukan seperti gambaran umum daerah.
Untuk mempermudah pemaham mengenai Catatan Atas Laporan Keuangan, dibawah ini diberikan contoh Catatan atas Laporan Keuangan untuk seluruh tingkat Unit Akuntasi.
Pernyataan TanggungJawab (Statement of Responsibility)
Surat Pernyataan Tanggungjawab (Statement of Responsibility - SOR) adalah surat pernyataan bertanggungjawab atas laporan keuangan yang dihasilkan terdiri dari :
• Laporan Realisasi Anggaran;
• Neraca;
• Catatan atas Laporan Keuangan
Yang isinya telah menyajikan informasi mengenai pelaksanaan anggaran menyatakan bahwa semua transaksi keuangan baik belanja maupun pendapatan yang mempengaruhi Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca sudah dibukukan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan dan didukung dengan sistem pengendalian intern yang memadai.
Laporan Keuangan kementerian negara/lembaga semesteran disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q Dirjen Perbendaharaan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah semester berakhir. Sedangkan Laporan Keuangan tahunan disampaikan selambar-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Khusus LRA disampaikan setiap triwulan kepada Dirjen Perbendaharaan c.q. Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan. Laporan Keuangan tahunan harus disertai Pernyataan Telah Direviu yang ditanda tangani oleh aparat pengawas intern dan Pernyataan Tanggung Jawab (Statement of Responsibility) yang ditandatangani oleh Menteri /Pimpinan Lembaga.
Laporan Realisasi Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan yang digunakan oleh kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah disampaikan secara terpisah, disertai dengan Pernyataan Telah Direviu yang ditandatangani oleh aparat pengawas intern dan Pernyataan Tanggung Jawab (Statement of Responsibility) yang ditandatangani oleh Menteri /Ketua Lembaga/Kepala Daerah.
Berdasarkan PMK Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, setiap unit akuntansi wajib membuat SOR ini, akan tetapi substansi dari SOR masing-masing tingkatan terdapat perbendaan, yaitu :
• Tingkat UAKPA dan UAPA bertanggungjawab terhadap seluruh isi laporan keuangan yang disusun.
• Tingkar UAPPA-W dan UAPPA-E1 bertanggungjawab terhadap proses penggabungan laporan keuangan disetiap tingkatan (Tingkat Wilayah atau Tingkat Eselon I) sedangkan yang bertanggungjawab atas isi laporan keuangan adalah UAKPA.
Contoh pernyataan tanggungjawab disetiap tingkatan unit akuntansi
Surat Pernyataan Bertanggung Jawab (Statement of Responsibility—SOR) Tanpa Paragraph Penjelasan
TINGKAT KUASA PENGGUNA ANGGARAN (UAKPA)
Pernyataan Tanggung Jawab
Laporan Keuangan atas penggunaan anggaran Pembiayaan dan Perhitungan yang terdiri dari (a) Laporan Realisasi Anggaran (b) Neraca (c) Catatan atas Laporan Keuangan Tahun Anggaran.... sebagaimana terlampir adalah merupakan tanggung jawab kami.
Laporan Keuangan tersebut telah disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi pelaksanaan anggaran dan posisi keuangan secara layak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
............., .......................
Kepala Satuan Kerja
(.......................................)
TINGKAT PEMBANTU PENGGUNA ANGGARAN – WILAYAH ( UAPPA-W )
Pernyataan Tanggung Jawab
Penggabungan Laporan Keuangan tingkat wilayah selaku UAPPA-W yang terdiri dari (a) Laporan Realisasi Anggaran (b) Neraca (c) Catatan atas Laporan Keuangan Tahun Anggaran.... sebagaimana terlampir adalah merupakan tanggung jawab kami, sedangkan substansi Laporan Keuangan dari masing-masing Satuan Kerja merupakan tanggungjawab UAKPA.
Laporan Keuangan tersebut telah disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi pelaksanaan anggaran dan posisi keuangan secara layak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
............., .......................
Kepala Kantor Wilayah /Koordinator UPPA-W,
(.......................................)
TINGKAT PEMBANTU PENGGUNA ANGGARAN – ESELON I( UAPPA-E1)
Pernyataan Tanggung Jawab
Penggabungan Laporan Keuangan tingkat Eselon I selaku UAPPA-E1 yang terdiri dari (a) Laporan Realisasi Anggaran (b) Neraca (c) Catatan atas Laporan Keuangan Tahun Anggaran.... sebagaimana terlampir adalah merupakan tanggung jawab kami, sedangkan substansi Laporan Keuangan dari masing-masing Satuan Kerja merupakan tanggungjawab UAKPA.
Laporan Keuangan tersebut telah disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi pelaksanaan anggaran dan posisi keuangan secara layak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
............., .......................
Kepala Direktorat Jenderal /Kepala Badan/Kepala Pusat
(.......................................)
TINGKAT PENGGUNA ANGGARAN (UAPA)
Pernyataan Tanggung Jawab
Laporan Keuangan atas penggunaan anggaran Pembiayaan dan Perhitungan yang terdiri dari (a) Laporan Realisasi Anggaran (b) Neraca (c) Catatan atas Laporan Keuangan Tahun Anggaran.... sebagaimana terlampir adalah merupakan tanggung jawab kami.
Laporan Keuangan tersebut telah disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi pelaksanaan anggaran dan posisi keuangan secara layak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
............., .......................
Menteri/Pimpinan Lembaga,
(.......................................)
II. Surat Pernyataan Bertanggung Jawab (Statement of Responsibility—SOR) Dengan Paragraph Penjelasan
TINGKAT KUASA PENGGUNA ANGGARAN (UAKPA)
Pernyataan Tanggung Jawab
Laporan Keuangan atas penggunaan anggaran Pembiayaan dan Perhitungan yang terdiri dari (a) Laporan Realisasi Anggaran (b) Neraca (c) Catatan atas Laporan Keuangan Tahun Anggaran.... sebagaimana terlampir adalah merupakan tanggung jawab kami.
Laporan Keuangan tersebut telah disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi pelaksanaan anggaran dan posisi keuangan secara layak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
............., .......................
Kepala Satuan Kerja
(.......................................)
TINGKAT PEMBANTU PENGGUNA ANGGARAN – WILAYAH ( UAPPA-W )
Pernyataan Tanggung Jawab
Penggabungan Laporan Keuangan tingkat wilayah selaku UAPPA-W yang terdiri dari (a) Laporan Realisasi Anggaran (b) Neraca (c) Catatan atas Laporan Keuangan Tahun Anggaran.... sebagaimana terlampir adalah merupakan tanggung jawab kami, sedangkan substansi Laporan Keuangan dari masing-masing Satuan Kerja merupakan tanggungjawab UAKPA.
Laporan Keuangan tersebut telah disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi pelaksanaan anggaran dan posisi keuangan secara layak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
............., .......................
Kepala Kantor Wilayah /Koordinator UPPA-W,
(.......................................)
TINGKAT PEMBANTU PENGGUNA ANGGARAN – ESELON I( UAPPA-E1)
Pernyataan Tanggung Jawab
Penggabungan Laporan Keuangan tingkat Eselon I selaku UAPPA-E1 yang terdiri dari (a) Laporan Realisasi Anggaran (b) Neraca (c) Catatan atas Laporan Keuangan Tahun Anggaran.... sebagaimana terlampir adalah merupakan tanggung jawab kami, sedangkan substansi Laporan Keuangan dari masing-masing Satuan Kerja merupakan tanggungjawab UAKPA.
Laporan Keuangan tersebut telah disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi pelaksanaan anggaran dan posisi keuangan secara layak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
............., .......................
Kepala Direktorat Jenderal /Kepala Badan/Kepala Pusat
(.......................................)
TINGKAT PENGGUNA ANGGARAN (UAPA)
Pernyataan Tanggung Jawab
Laporan Keuangan atas penggunaan anggaran Pembiayaan dan Perhitungan yang terdiri dari (a) Laporan Realisasi Anggaran (b) Neraca (c) Catatan atas Laporan Keuangan Tahun Anggaran.... sebagaimana terlampir adalah merupakan tanggung jawab kami.
Laporan Keuangan tersebut telah disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi pelaksanaan anggaran dan posisi keuangan secara layak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
............., .......................
Menteri/Pimpinan Lembaga,
(.......................................)
B. PENJELASAN ATAS POS-POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN
B.1. PENJELASAN UMUM LAPORAN REALISASI APBN
Menjelaskan realisasi anggaran pada TA 2007 dengan menyebutkan jumlah rupiah realisasi dan prosentase dari anggarannya, yang terdiri dari:
1. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah
a. Penerimaan Perpajakan
b. Penerimaan Negara Bukan Pajak
2. Realisasi Belanja Negara
a. Belanja Rupiah Murni
b. Belanja Pinjaman Luar Negeri
c. Belanja Hibah
B.2. PENJELASAN PER POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN
B.2.1. Pendapatan Negara dan Hibah
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase realisasi dari anggaran Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah TA 2007, beserta grafik komposisi Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah.
Contoh Komposisi realisasi Pendapatan Negara dan Hibah (dalam persentase) TA 2007 dapat dilihat pada Grafik dibawah ini:
Grafik: Komposisi Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah TA 2007
B.2.1.1. Penerimaan Perpajakan
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari target yang direncanakan dalam DIPA realisasi Penerimaan Perpajakan TA 2007. Realisasi Penerimaan perpajakan juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadi kenaikan/penurunan.
Penerimaan Perpajakan ini berasal dari (i) Pajak Dalam Negeri dan (ii) Pajak Perdagangan Internasional.
B.2.1.1.1. Pajak Dalam Negeri
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari target yang direncanakan dalam DIPA realisasi Pajak Dalam Negeri TA 2007. Realisasi Pajak Dalam Negeri juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Besarnya realisasi Pajak Dalam Negeri ini juga dirinci dalam tabel seperti contoh di bawah ini:
Uraian TA 2007 TA 2006
PPh Nonmigas Rp XX.XXX.XXX.XXX Rp XX.XXX.XXX.XXX
PPh Migas XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
PPN dan PPn BM XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
PBB XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
BPHTB XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Cukai XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Pajak Lainnya XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Total RpXX.XXX.XXX.XXX
RpXX.XXX.XXX.XXX
B.2.1.1.2. Pajak Perdagangan Internasional
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari target yang direncanakan dalam DIPA realisasi Pajak Perdagangan Internasional TA 2007. Realisasi Pajak Perdagangan Internasional juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadi kenaikan/penurunan.
Besarnya realisasi Pajak Perdagangan Internasional dirinci dalam tabel seperti contoh di bawah ini:
Uraian TA 2007 TA 2006
Bea Masuk Rp XX.XXX.XXX.XXX Rp XX.XXX.XXX.XXX
Pajak/Pungutan Ekspor XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Total RpXX.XXX.XXX.XXX
RpXX.XXX.XXX.XXX
B.2.1.2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak TA 2007. Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Realisasi PNBP berasal dari (i) Penerimaan Sumber Daya Alam; (ii) Bagian Pemerintah atas Laba BUMN; dan (iii) PNBP Lainnya.
B.2.1.2.1. Penerimaan Sumber Daya Alam
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Penerimaan Sumber Daya Alam TA 2007. Realisasi Penerimaan Sumber Daya Alam juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Besarnya realisasi Penerimaan SDA dirinci dalam tabel dan grafik seperti contoh di bawah ini:
Uraian TA 2007 TA 2006
Pendapatan Minyak Bumi RpXX.XXX.XXX.XXX RpXX.XXX.XXX.XXX
Pendapatan Gas Alam XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Pendapatan Pertambangan Umum XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Pendapatan Kehutanan XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Pendapatan Perikanan XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Total RpXX.XXX.XXX.XXX RpXX.XXX.XXX.XXX
Grafik: Komposisi Realisasi Penerimaan Sumber Daya Alam TA 2007
B.2.1.2.2. Bagian Pemerintah atas Laba BUMN
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Bagian Pemerintah atas Laba BUMN TA 2007. Realisasi Bagian Pemerintah atas Laba BUMN juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
B.2.1.2.3. Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya TA 2007. Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Realisasni PNBP lainnya dirinci dalam tabel seperti contoh di bawah ini:
Uraian TA 2007 TA 2006
Penjualan Hasil Produksi, Sitaan Rp XX.XXX.XXX Rp XX.XXX.XXX
Penjualan Aset XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Sewa XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Jasa I XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Jasa II XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Bukan Pajak Luar Negeri XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Bunga XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pend. Gain on Bond Redemption XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pend. Premium atas Obligasi Negara XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Pendidikan XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan dari Penerimaan Kembali
Belanja TAYL XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Laba Bersih dari Hasil
Penjualan BBM XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Pelunasan Piutang XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pembetulan Pembukuan Belanja
Tahun Anggaran Berjalan XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pembetulan Pembukuan Belanja TAYL XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Lain-lain XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Iuran badan Usaha dari kegiatan
usaha penyediaan dan pendistribusian BBM XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
PNBP Lainnya I XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Total Rp XX.XXX.XXX Rp XX.XXX.XXX
B.2.1.3. Penerimaan Hibah
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Penerimaan Hibah TA 2007. Realisasi Penerimaan Hibah juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Jelaskan juga penerimaan hibah yang belum terdapat di dalam DIPA TA 2007, baik untuk hibah yang berupa uang maupun berupa barang.
Rinciian realisasi pendapatan hibah dapat dilihat pada lampiran ...........
B.2.2. Belanja Negara
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Negara TA 2007. Realisasi Belanja Negara juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Realisasi Belanja terdiri dari (i) Belanja Rupiah Murni dan (ii) Belanja Pinjaman Luar Negeri (iii) Belanja Hibah.
Komposisi alokasi Belanja juga dapat disajikan seperti Grafik di bawah ini:
Grafik : Komposisi Alokasi Belanja TA 2007
B.2.2.1. Belanja
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja TA 2007. Realisasi Belanja juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Komposisi realisasi Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis belanja dapat disajikan seperti Grafik di bawah ini:
Grafik: Komposisi Realisasi Belanja Pemerintah Pusat menurut Jenis Belanja TA 2007
Belanja Pegawai *)
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Pegawai TA 2007. Realisasi Belanja Pegawai juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rincian realisasi Belanja Pegawai adalah sebagai berikut:
Belanja Gaji dan Tunjangan PNS RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Gaji dan Tunjangan TNI/Polri XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Gaji dan Tunjangan Pejabat Negara XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Pegawai Perjan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Gaji Dokter PTT XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Honorarium XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Lembur XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Vakasi XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Tunjangan Khusus dan Belanja Pegawai Transito XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Pensiun dan Uang Tunggu XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Asuransi Kesehatan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Tunjangan Kesehatan Veteran XX.XXX.XXX.XXX
Jumlah RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Barang*)
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Barang TA 2007. Realisasi Belanja Barang juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rincian realisasi Belanja Barang adalah sebagai berikut:
Belanja Barang Operasional RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Barang Non Operasional XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Jasa XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Pemeliharaan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Perjalanan XX.XXX.XXX.XXX
Jumlah RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Moda l*)
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Modal TA 2007. Realisasi Belanja Modal juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rincian realisasi Belanja Modal adalah sebagai berikut:
Belanja Modal Tanah RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Modal Peralatan dan Mesin XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Modal Gedung dan Bangunan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Modal Fisik Lainnya XX.XXX.XXX.XXX
Jumlah RpXX.XXX.XXX.XXX
*) apabila terdapat realisasi belanja dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan agar dibuat rincian realisasi per kegiatan dan per jenis belanja.
Pembayaran Bunga Utang
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Bunga Utang TA 2007. Realisasi Belanja Bunga Utang juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rincian realisasi Pembayaran Bunga Utang adalah sebagai berikut:
Belanja Pembayaran Bunga Utang DN - Jangka Pendek RpXXX.XXX.XXX
Belanja Pembayaran Bunga Utang DN - Jangka Panjang XXX.XXX.XXX
Belanja Pembayaran Bunga Utang LN - Jangka Pendek XXX.XXX.XXX
Belanja Pembayaran Bunga Utang LN - Jangka Panjang XXX.XXX.XXX
Belanja Pembayaran Discount Surat Utang Negara DN XXX.XXX.XXX
Belanja Pembayaran Discount Surat Utang Negara LN XXX.XXX.XXX
Belanja Pembayaran Loss on Bond Redemption atas pembelian Kembali Obligasi Dalam Negeri XXX.XXX.XXX
Jumlah RpXXX.XXX.XXX
Subsidi
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Subsidi TA 2007. Realisasi Belanja Subsidi juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rinciannya adalah sebagai berikut:
Belanja Subsidi Premium RpXXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Minyak Solar XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Minyak Tanah XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Pangan XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Listrik XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Pupuk XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Bunga KPR XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Bunga Ketahanan Pangan XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi PT PELNI XXX.XXX.XXX
Jumlah RpXXX.XXX.XXX
Bantuan Sosial
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Bantuan Sosial TA 2007. Realisasi Bantuan Sosial juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rincian realisasi Bantuan Sosial adalah sebagai berikut:
Belanja Bantuan Kompensasi Kenaikan Harga BBM RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Bantuan Langsung (Block Grant) Sekolah/Lembaga/Guru XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Bantuan Imbal swadaya Sekolah/Lembaga XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Bantuan Beasiswa XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Bantuan Sosial Lembaga Peribadatan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Lembaga Sosial Lainnya XX.XXX.XXX.XXX
Jumlah RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Lain-lain *)
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Lain-lain TA 2007. Realisasi Belanja Lain-lain juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rincian realisasi Belanja lain-lain adalah sebagai berikut:
Belanja Kerjasama Teknis Internasional RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Pengeluaran Tak Tersangka XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Cadangan dana reboisasi XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Bagi hasil Biaya/Upah Pungut PBB untuk DJP XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Jasa Perbendaharaan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Lain-lain II Lainnya XX.XXX.XXX.XXX
Jumlah *) RpXX.XXX.XXX.XXX
Rincian Realisasi Belanja menurut eselon I, menurut Jenis Belanja ,
Fungsi/Subfungsi/Program/Kegiatan dapat dilihat pada lampiran..............
*) khusus Bagian Anggaran 069 Belanja Lain-lain
B.3. CATATAN PENTING LAINNYA
Laporan Realisasi Anggaran harus disertai informasi tambahan yang menjelaskan hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter, sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan realisasinya serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan *)
Contoh :
• Memberikan penjelasan apabila ada pemotongan anggaran belanja perjalanan dinas tidak mengikat sebesar 75%.
• Mencantumkan dan menjelaskan realisasi pendapatan hibah yang belum dicantumkan dalam DIPA baik berupa uang maupun barang, nomor rekening serta perlakuan terhadap sisa anggaran maupun jasa giro yang menampung dana hibah tersebut.
*) agar diungkapkan juga apakah Laporan Realisasi satuan kerja
yang menggunakan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan
Umum sudah/belum diintegrasikan dengan Laporan keuangan.
*) demikian juga agar diungkapkan apakah seluruh satuan kerja
perangkat daerah yang memperoleh alokasi dana dekonsentrasi
dan/ tugas pembantuan sudah seluruhnya menyampaikan laporan
keuangan
B. PENJELASAN ATAS POS-POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN
B.1. PENJELASAN UMUM LAPORAN REALISASI APBN
Menjelaskan realisasi anggaran pada TA 2007 dengan menyebutkan jumlah rupiah realisasi dan prosentase dari anggarannya, yang terdiri dari:
3. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah
a. Penerimaan Perpajakan
b. Penerimaan Negara Bukan Pajak
4. Realisasi Belanja Negara
a. Belanja Rupiah Murni
b. Belanja Pinjaman Luar Negeri
c. Belanja Hibah
B.2. PENJELASAN PER POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN
B.2.1. Pendapatan Negara dan Hibah
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase realisasi dari anggaran Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah TA 2007, beserta grafik komposisi Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah.
Contoh Komposisi realisasi Pendapatan Negara dan Hibah (dalam persentase) TA 2007 dapat dilihat pada Grafik dibawah ini:
Grafik: Komposisi Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah TA 2007
B.2.1.1. Penerimaan Perpajakan
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari target yang direncanakan dalam DIPA realisasi Penerimaan Perpajakan TA 2007. Realisasi Penerimaan perpajakan juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadi kenaikan/penurunan.
Penerimaan Perpajakan ini berasal dari (i) Pajak Dalam Negeri dan (ii) Pajak Perdagangan Internasional.
B.2.1.1.1. Pajak Dalam Negeri
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari target yang direncanakan dalam DIPA realisasi Pajak Dalam Negeri TA 2007. Realisasi Pajak Dalam Negeri juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Besarnya realisasi Pajak Dalam Negeri ini juga dirinci dalam tabel seperti contoh di bawah ini:
Uraian TA 2007 TA 2006
PPh Nonmigas Rp XX.XXX.XXX.XXX Rp XX.XXX.XXX.XXX
PPh Migas XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
PPN dan PPn BM XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
PBB XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
BPHTB XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Cukai XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Pajak Lainnya XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Total RpXX.XXX.XXX.XXX
RpXX.XXX.XXX.XXX
B.2.1.1.2. Pajak Perdagangan Internasional
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari target yang direncanakan dalam DIPA realisasi Pajak Perdagangan Internasional TA 2007. Realisasi Pajak Perdagangan Internasional juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadi kenaikan/penurunan.
Besarnya realisasi Pajak Perdagangan Internasional dirinci dalam tabel seperti contoh di bawah ini:
Uraian TA 2007 TA 2006
Bea Masuk Rp XX.XXX.XXX.XXX Rp XX.XXX.XXX.XXX
Pajak/Pungutan Ekspor XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Total RpXX.XXX.XXX.XXX
RpXX.XXX.XXX.XXX
B.2.1.2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak TA 2007. Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Realisasi PNBP berasal dari (i) Penerimaan Sumber Daya Alam; (ii) Bagian Pemerintah atas Laba BUMN; dan (iii) PNBP Lainnya.
B.2.1.2.1. Penerimaan Sumber Daya Alam
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Penerimaan Sumber Daya Alam TA 2007. Realisasi Penerimaan Sumber Daya Alam juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Besarnya realisasi Penerimaan SDA dirinci dalam tabel dan grafik seperti contoh di bawah ini:
Uraian TA 2007 TA 2006
Pendapatan Minyak Bumi RpXX.XXX.XXX.XXX RpXX.XXX.XXX.XXX
Pendapatan Gas Alam XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Pendapatan Pertambangan Umum XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Pendapatan Kehutanan XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Pendapatan Perikanan XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Total RpXX.XXX.XXX.XXX RpXX.XXX.XXX.XXX
Grafik: Komposisi Realisasi Penerimaan Sumber Daya Alam TA 2007
B.2.1.2.2. Bagian Pemerintah atas Laba BUMN
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Bagian Pemerintah atas Laba BUMN TA 2007. Realisasi Bagian Pemerintah atas Laba BUMN juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
B.2.1.2.3. Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya TA 2007. Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Realisasni PNBP lainnya dirinci dalam tabel seperti contoh di bawah ini:
Uraian TA 2007 TA 2006
Penjualan Hasil Produksi, Sitaan Rp XX.XXX.XXX Rp XX.XXX.XXX
Penjualan Aset XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Sewa XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Jasa I XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Jasa II XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Bukan Pajak Luar Negeri XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Bunga XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pend. Gain on Bond Redemption XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pend. Premium atas Obligasi Negara XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Pendidikan XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan dari Penerimaan Kembali
Belanja TAYL XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Laba Bersih dari Hasil
Penjualan BBM XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Pelunasan Piutang XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pembetulan Pembukuan Belanja
Tahun Anggaran Berjalan XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pembetulan Pembukuan Belanja TAYL XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Lain-lain XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Iuran badan Usaha dari kegiatan
usaha penyediaan dan pendistribusian BBM XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
PNBP Lainnya I XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Total Rp XX.XXX.XXX Rp XX.XXX.XXX
B.2.1.3. Penerimaan Hibah
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Penerimaan Hibah TA 2007. Realisasi Penerimaan Hibah juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Jelaskan juga penerimaan hibah yang belum terdapat di dalam DIPA TA 2007, baik untuk hibah yang berupa uang maupun berupa barang.
Rinciian realisasi pendapatan hibah dapat dilihat pada lampiran ...........
B.2.2. Belanja Negara
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Negara TA 2007. Realisasi Belanja Negara juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Realisasi Belanja terdiri dari (i) Belanja Rupiah Murni dan (ii) Belanja Pinjaman Luar Negeri (iii) Belanja Hibah.
Komposisi alokasi Belanja juga dapat disajikan seperti Grafik di bawah ini:
Grafik : Komposisi Alokasi Belanja TA 2007
B.2.2.1. Belanja
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja TA 2007. Realisasi Belanja juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Komposisi realisasi Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis belanja dapat disajikan seperti Grafik di bawah ini:
Grafik: Komposisi Realisasi Belanja Pemerintah Pusat menurut Jenis Belanja TA 2007
Belanja Pegawai *)
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Pegawai TA 2007. Realisasi Belanja Pegawai juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rincian realisasi Belanja Pegawai adalah sebagai berikut:
Belanja Gaji dan Tunjangan PNS RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Gaji dan Tunjangan TNI/Polri XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Gaji dan Tunjangan Pejabat Negara XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Pegawai Perjan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Gaji Dokter PTT XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Honorarium XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Lembur XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Vakasi XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Tunjangan Khusus dan Belanja Pegawai Transito XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Pensiun dan Uang Tunggu XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Asuransi Kesehatan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Tunjangan Kesehatan Veteran XX.XXX.XXX.XXX
Jumlah RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Barang*)
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Barang TA 2007. Realisasi Belanja Barang juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rincian realisasi Belanja Barang adalah sebagai berikut:
Belanja Barang Operasional RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Barang Non Operasional XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Jasa XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Pemeliharaan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Perjalanan XX.XXX.XXX.XXX
Jumlah RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Moda l*)
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Modal TA 2007. Realisasi Belanja Modal juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rincian realisasi Belanja Modal adalah sebagai berikut:
Belanja Modal Tanah RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Modal Peralatan dan Mesin XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Modal Gedung dan Bangunan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Modal Fisik Lainnya XX.XXX.XXX.XXX
Jumlah RpXX.XXX.XXX.XXX
*) apabila terdapat realisasi belanja dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan agar dibuat rincian realisasi per kegiatan dan per jenis belanja.
Pembayaran Bunga Utang
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Bunga Utang TA 2007. Realisasi Belanja Bunga Utang juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rincian realisasi Pembayaran Bunga Utang adalah sebagai berikut:
Belanja Pembayaran Bunga Utang DN - Jangka Pendek RpXXX.XXX.XXX
Belanja Pembayaran Bunga Utang DN - Jangka Panjang XXX.XXX.XXX
Belanja Pembayaran Bunga Utang LN - Jangka Pendek XXX.XXX.XXX
Belanja Pembayaran Bunga Utang LN - Jangka Panjang XXX.XXX.XXX
Belanja Pembayaran Discount Surat Utang Negara DN XXX.XXX.XXX
Belanja Pembayaran Discount Surat Utang Negara LN XXX.XXX.XXX
Belanja Pembayaran Loss on Bond Redemption atas pembelian Kembali Obligasi Dalam Negeri XXX.XXX.XXX
Jumlah RpXXX.XXX.XXX
Subsidi
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Subsidi TA 2007. Realisasi Belanja Subsidi juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rinciannya adalah sebagai berikut:
Belanja Subsidi Premium RpXXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Minyak Solar XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Minyak Tanah XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Pangan XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Listrik XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Pupuk XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Bunga KPR XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Bunga Ketahanan Pangan XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi PT PELNI XXX.XXX.XXX
Jumlah RpXXX.XXX.XXX
Bantuan Sosial
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Bantuan Sosial TA 2007. Realisasi Bantuan Sosial juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rincian realisasi Bantuan Sosial adalah sebagai berikut:
Belanja Bantuan Kompensasi Kenaikan Harga BBM RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Bantuan Langsung (Block Grant) Sekolah/Lembaga/Guru XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Bantuan Imbal swadaya Sekolah/Lembaga XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Bantuan Beasiswa XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Bantuan Sosial Lembaga Peribadatan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Lembaga Sosial Lainnya XX.XXX.XXX.XXX
Jumlah RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Lain-lain *)
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Lain-lain TA 2007. Realisasi Belanja Lain-lain juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rincian realisasi Belanja lain-lain adalah sebagai berikut:
Belanja Kerjasama Teknis Internasional RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Pengeluaran Tak Tersangka XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Cadangan dana reboisasi XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Bagi hasil Biaya/Upah Pungut PBB untuk DJP XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Jasa Perbendaharaan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Lain-lain II Lainnya XX.XXX.XXX.XXX
Jumlah *) RpXX.XXX.XXX.XXX
Rincian Realisasi Belanja menurut eselon I, menurut Jenis Belanja ,
Fungsi/Subfungsi/Program/Kegiatan dapat dilihat pada lampiran..............
*) khusus Bagian Anggaran 069 Belanja Lain-lain
B.3. CATATAN PENTING LAINNYA
Laporan Realisasi Anggaran harus disertai informasi tambahan yang menjelaskan hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter, sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan realisasinya serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan *)
Contoh :
• Memberikan penjelasan apabila ada pemotongan anggaran belanja perjalanan dinas tidak mengikat sebesar 75%.
• Mencantumkan dan menjelaskan realisasi pendapatan hibah yang belum dicantumkan dalam DIPA baik berupa uang maupun barang, nomor rekening serta perlakuan terhadap sisa anggaran maupun jasa giro yang menampung dana hibah tersebut.
*) agar diungkapkan juga apakah Laporan Realisasi satuan kerja
yang menggunakan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan
Umum sudah/belum diintegrasikan dengan Laporan keuangan.
*) demikian juga agar diungkapkan apakah seluruh satuan kerja
perangkat daerah yang memperoleh alokasi dana dekonsentrasi
dan/ tugas pembantuan sudah seluruhnya menyampaikan laporan
keuangan
I. RINGKASAN
Berdasarkan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyusun dan menyampaikan laporan keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal. Laporan Keuangan Kementerian ……….. ini telah/belum diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI). ( Sesuai dengan ketentuan pasal 12 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Laporan Keuangan yang telah disesuaikan disampaikan kepada Menteri Keuangan paling lambat 1 (satu ) minggu setelah laporan hasil pemeriksaan diterbitkan BPK RI untuk digunakan sebagai bahan penyesuaian LKPP)
Laporan Keuangan Kementerian.............. Tahun ........ Unaudited/Audited* ini telah disusun dan disajikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Laporan Keuangan Kementerian.............. Tahun ........ Unaudited/Audited* ini disusun dari laporan keuangan seluruh satuan kerja yang berada di bawah Kementerian.............. dan disusun secara berjenjang.
1. LAPORAN REALISASI ANGGARAN
Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan perbandingan antara Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran (TA) 2007 dengan realisasinya, yang mencakup unsur-unsur pendapatan, belanja, selama periode 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2007.
Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah pada TA 2007 terdiri dari Penerimaan Pajak sebesar Rp ................... atau mencapai ...,... persen, Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp ................... atau mencapai ...,... persen dari anggaran serta Penerimaan Hibah sebesar Rp .................. yang tidak dianggarkan dalam DIPA TA 2007.
Realisasi Belanja Negara pada TA 2007 adalah sebesar Rp ................... atau mencapai ..,.. persen dari anggarannya. Jumlah realisasi Belanja tersebut terdiri dari realisasi Belanja Rupiah Murni sebesar Rp ................. atau ...,...persen dari anggarannya, Belanja Pinjaman Luar Negeri sebesar Rp .................... atau ...,...persen dari anggarannya, dan Belanja Hibah sebesar Rp .................. atau ...,...persen dari anggarannya.
Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran TA 2007 dan 2006 dapat disajikan sebagai berikut:
(dalam rupiah)
TA 2007 TA 2006
Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi
Pendapatan Negara dan Hibah
Belanja Rupiah Murni
Belanja Pinjaman Luar Negeri
Belanja Hibah
JUMLAH
*) Untuk Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga Audited
2. NERACA
Neraca menggambarkan posisi keuangan entitas mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal 31 Desember 2007.
Jumlah Aset per 31 Desember 2007 adalah sebesar Rp .................. yang terdiri dari Aset Lancar sebesar Rp ...................; Aset Tetap sebesar Rp ..................; dan Aset Lainnya sebesar Rp ..................
Jumlah Kewajiban per 31 Desember 2007 adalah sebesar Rp .................. yang merupakan Kewajiban Jangka Pendek.
Sementara itu jumlah Ekuitas Dana per 31 Desember 2007 adalah sebesar Rp .................. yang terdiri dari Ekuitas Dana Lancar sebesar Rp .................. dan Ekuitas Dana Investasi sebesar Rp ...................
Ringkasan Neraca per 31 Desember 2007 dan 2006 dapat disajikan sebagai berikut:
(dalam rupiah) Nilai kenaikan/ (penurunan)
31-12- 2007
31-12-2006
Aset
Aset Lancar
Aset Tetap
Aset Lainnya
Kewajiban
Kewajiban Jangka Pendek
Ekuitas Dana
Ekuitas Dana Lancar
Ekuitas Dana Investasi
3. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) menguraikan dasar hukum, metodologi penyusunan Laporan Keuangan, dan kebijakan akuntansi yang diterapkan. Selain itu, dalam CaLK dikemukakan penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai.
Dalam penyajian Laporan Realisasi Anggaran, pendapatan, dan belanja diakui berdasarkan basis kas, yaitu pada saat kas diterima atau dikeluarkan oleh dan dari Kas Umum Negara (KUN). Dalam penyajian Neraca, aset, kewajiban, dan ekuitas dana diakui berdasarkan basis akrual, yaitu pada saat diperolehnya hak atas aset dan timbulnya kewajiban tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dikeluarkan oleh dan dari KUN.
Dalam CaLK ini diungkapkan pula kejadian penting setelah tanggal pelaporan keuangan serta informasi tambahan yang diperlukan.
SISTEM AKUAH PUSAT
Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, menyatakan bahwa agar informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas, perlu diselenggarakan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) yang terdiri dari Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga
A. Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan Pemerintah Pusat.
1. Kerangka Umum SAPP
Berdasarkan PMK Nomor 172/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, SAPP memiliki 2 (dua) subsistem, yaitu Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN) dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI). SA-BUN dilaksanakan oleh Departemen Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Selanjutnya, SA-BUN memiliki beberapa subsistem, yaitu Sistem Akuntansi Pusat (SiAP), Sistem Akuntansi Utang Pemerintah dan Hibah (SAUP & H), Sistem Akuntansi Transfer ke Daerah (SA-TD), Sistem Akuntansi Penerusan Pinjaman (SA-PP), Sistem Akuntansi Investasi Pemerintah (SA-IP), Sistem Akuntansi Transaksi Khusus (SA-TK), Sistem Akuntansi Subsidi dan Belanja Lainnya (SA-BSBL), dan Sistem Akuntansi Badan lainnya (SA-BL). SA-BUN dilaksanakan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (Chief Financial Officer [CFO]).
SAI memiliki 2 (dua) subsistem, yaitu Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN). SAI dilaksanakan oleh Menteri/Ketua Lembaga Teknis selaku Chief Operational Officer (COO).
Secara skematis SAPP dapat digambarkan sebagai berikut:
Peraga 1. Skema Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
SA-BUN adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulaii dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisii keuangan dan operasi keuangan pada Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Laporan Keuangan yang dihasilkan berupa Laporan Realisasii Anggaran termasuk pembiayaan, Neraca, Laporan Arus Kas serta dilengkapi dengan Catatan atas Laporan Keuangan.
Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga.. Kementerian negara/lembaga melakukan pemrosesan data untuk menghasilkan Laporan Keuangan berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan.
SAK digunakan untuk memproses transaksi anggaran dan realisasinya, sehingga menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran. Sedangkan SIMAK-BMN memproses transaksi perolehan, perubahan dan penghapusan BMN untuk mendukung SAK dalam rangka menghasilkan Laporan Neraca. Di samping itu, SIMAK-BMN menghasilkan berbagai laporan, buku-buku, serta kartu-kartu yang memberikan informasi manajerial dalam pengelolaan BMN.
2. Tujuan SAPP
Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan, baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik. Sistem Akuntansi Pemerintahan Pusat (SAPP) bertujuan untuk :
1. Menjaga aset Pemerintah Pusat dan instansi-instansinya melalui pencatatan, pemprosesan dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten sesuai dengan standar dan praktek akuntansi yan diterima secara umum;
2. Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran dan kegiatan keuangan Pemerintah Pusat, baik secara nasional maupun instansi yang berguna sebagai dasar penilaian kinerja, untuk menentukan ketaatan terhadap otorisasi anggaran dan untuk tujuan akuntabilitas;
3. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan suatu instansi dan Pemerintah Pusat secara keseluruhan;
4. Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan, pengelolaan dan pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintah secara efisien.
3. Ciri-ciri Pokok SAPP
a. Basis Akuntansi
Cash toward Accrual. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam neraca. Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
b. Sistem Pembukuan Berpasangan
Sistem Pembukuan Berpasangan didasarkan atas persamaan dasar akuntansi yaitu : Aset = Kewajiban + Ekuitas Dana. Setiap transaksi dibukukan dengan mendebet sebuah perkiraan dan mengkredit perkiraan yang terkait.
c. Dana Tunggal
Kegiatan akuntansi yang mengacu kepada UU-APBN sebagai landasan operasional. Dana tunggal ini merupakan tempat dimana Pendapatan dan Belanja Pemerintah dipertanggungjawabkan sebagai kesatuan tunggal.
d. Desentralisasi Pelaksanaan Akuntansi
Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan di instansi dilaksanakan secara berjenjang oleh unit-unit akuntansi baik di kantor pusat instansi maupun di daerah.
e. Bagan Akun Standar
SAPP menggunakan perkiraan standar yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku untuk tujuan penganggaran maupun akuntansi. BAS adalah daftar perkiraan buku besar yang ditetapkan dan disusun secara sistematis untuk memudahkan perencanaan dan pelaksanaan anggaran, serta pembukuan dan pelaporan keuangan pemerintah.
f. Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)
SAPP mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) dalam melakukan pengakuan, penilaian, pencatatan, penyajian, dan pengungkapan terhadap transaksi keuangan dalam rangka penyusunan laporan keuangan. SAP adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah.
Laporan keuangan pemerintah pusat terdiri dari:
a. Laporan Realisasi Anggaran
Laporan Realisasi Anggaran adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.
b. Neraca Pemerintah
Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah yaitu aset, utang dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.
c. Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas adalah laporan yang menyajikan informasi arus masuk dan keluar kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset non keuangan, pembiayaan, dan non anggaran.Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat merupakan konsolidasi Laporan Arus Kas. dari seluruh Kanwil Ditjen PBN.
d. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan adalah laporan yang menyajikan penjelasan rinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas dalam rangka pengungkapan yang memadai.
4. Ruang Lingkup SAPP
Sistem akuntansi ini berlaku untuk seluruh unit organisasi Pemerintah Pusat dan unit akuntansi pada Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan/atau Tugas Pembantuan serta pelaksanaan Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan.
Tidak termasuk dalam ruang lingkup Peraturan Menteri Keuangan ini adalah :
1. Pemerintah Daerah (sumber dananya berasal dari APBD)
2. Badan Usaha Milik Negara / Badan Usaha Milik Daerah yang terdiri dari :
a. Perusahaan Perseroan, dan
b. Perusahaan Umum.
3. Bank Pemerintah dan Lembaga Keuangan Milik Pemerintah.
Dalam Modul ini, ruang lingkup pembahasan hanya mengenai Sistem Akuntansi Keuangan yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara/Lembaga.
B. Sistem Akuntansi Keuangan
Sistem Akuntansi Keuangan merupakan bagian SAI yang digunakan untuk memproses transaksi anggaran dan realisasinya, sehingga menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran.
SAK dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga. Berdasarkan PMK Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Perdirjen Nomor Per 24/PB/2006 tentang Pelaksanaan Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan SAK kementerian negara/lembaga membentuk dan menunjuk unit akuntansi di dalam organisasinya, yang terdiri dari :
• UAPA pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga;
• UAPPA-E1 pada tingkat Eselon I;
• UAPPA-W pada tingkat wilayah;
• UAKPA pada tingkat satuan kerja.
Peraga 1. Skema Sistem Akuntansi Instansi
Unit-unit akuntansi instansi tersebut melaksanakan fungsi akuntansi dan pelaporan keuangan atas pelaksanaan anggaran sesuai dengan tingkat organisasinya. Laporan keuangan yang dihasilkan merupakan bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran oleh unit-unit akuntansi, baik sebagai entitas akuntansi maupun entitas pelaporan. Laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang dihasilkan unit akuntansi instansi tersebut terdiri dari:
a. Laporan Realisasi Anggaran
Laporan Realisasi Anggaran menyajikan informasi realisasi pendapatan dan belanja, yang masing-masing dibandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.
b. Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas akuntansi dan entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, ekuitas dana per tanggal tertentu.
c. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan, daftar rinci, dan analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca.
Kementerian negara/lembaga yang menggunakan Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan, disamping wajib menyusun laporan keuangan atas bagian anggarannya sendiri, juga wajib menyusun Laporan Keuangan Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan secara terpisah.
Atas Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang dilimpahkan/dialokasikan oleh kementerian negara/lembaga kepada pemerintah daerah, laporan keuangannya merupakan satu kesatuan/tidak terpisah dari laporan keuangan kementerian negara/lembaga.
Data akuntansi dan laporan keuangan secara berkala disampaikan kepada unit akuntansi di atasnya (asas desentralisasi). Data akuntansi dan laporan keuangan dimaksud dihasilkan oleh sistem akuntansi keuangan (SAK) dan sistem akuntansi barang milik negara (SIMAK-BMN) yang dikompilasi.
D. Rekonsiliasi
Rekonsiliasi adalah proses pencocokan informasi berupa laporan keuangan yang dihasilkan dari dokumen yang sama yang diproses oleh dua unit pemroses data yang berbeda. Unit pemroses tersebut adalah Menteri Keuangan yang bertindak selaku Chief Financial Officer (CFO) dengan Kementerian Negara/Lembaga sebagai Chief Operation Officer (COO). Berdasarkan PMK Nomor 171/PMK.06/2007 rekonsiliasi dilakukan terhadap data keuangan dan data BMN. Proses rekonsiliasi untuk data keuangan dimulai pada level unit akuntansi terbawah yaitu satuan kerja sampai dengan level akuntansi teratas yaitu tingkat Kementerian Negara/Lembaga.
Rekonsiliasi data Keuangan. Proses rekonsiliasi data keuangan ini diwajibkan terhadap semua level akuntansi untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dihasilkan oleh CFO dan COO menghasilkan angka yang sama. Terhadap COO yang tidak melakukan rekonsiliasi dengan CFO dapat dikenakan sanksi. Ketentuan sanksi ini dimulai pada level satuan kerja.
Proses rekonsiliasi untuk data keuangan sudah dilakukan sejak diterbitkan PMK Nomor 59/PMK.05/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. Rekonsiliasi mulai dilakukan antara satuan kerja (UAKPA) dengan KPPN. Sejak dimulainya proses rekonsilasi ditingkat satker, perkembangan ketaatan satuan kerja menyusun laporan keuangan meningkat cukup tajam. Sehingga dapat dikatakan hampir seluruh satuan kerja sudah menyusun laporan keuangan dengan tingkat kesempurnaan yang berbeda-beda. Diharapkan dengan berjalannya waktu laporan keuangan yang dihasilkan akan lebih sempurna.
Ketentuan Sanksi
• Bagi Satuan kerja yang tidak melakukan rekonsiliasi dengan KPPN akan dikenakan sanksi berupa penundaan pencairan dana atas SPM – UP dan SPM-LS Bendahara. Laporan Keuangan yang direkonsiliasi berupa LRA Belanja, LRA Pendapatan, dan Neraca.
• Pada tingkat Wilayah, UAPPA-W yang tidak melaksanakan rekonsiliasi data dengan Kantor Wilayah Dirjen Perbendaharaan c.q Bidang Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (Bidang Aklap) dapat dikenakan sanksi yang akan ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan.
• Untuk Level UAPPA-E1 dan UAPA belum diatur sanksi terhadap kelalaian melakukan rekonsiliasi dengan pihak CFO.
Rekonsiliasi data BMN. Rekonsiliasi data BMN ditetapkan dalam PMK Nomor 171/PMK.05/2007. Rekonsiliasi dilakukan antara Kementerian Negara/Lembaga dengan Menteri Keuangan. Demikian juga rekonsiliasi dilakukan antara Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara baik ditingkat satuan kerja (KPPN dengan KPKNL), tingkat wilayah (Kanwil DJPBN dengan Kanwil DJKN) dan tingkat Pusat (Kantor Pusat DJPBN dengan Kantor Pusat DJKN).
Rekonsiliasi yang dilakukan antara satuan kerja dengan KPPN terkait dengan BMN adalah memastikan bahwa nilai aset yang tercantum dalam neraca sudah sesuai dengan rincian aset yang dibukukan dalam SIMAK-BMN. KPPN juga harus memiliki saldo awal aset seluruh satker yang berada diwilayah kerjanya. Sehingga setiap mutasi perubahan BMN pada satker juga dicatat oleh KPPN. KPPN juga harus secara cermat menganalisa realisasi Belanja Modal yang telah dilakukan satuan kerja terkait dengan jumlah kenaikan saldo BMN pada Neraca.
Satuan kerja (UAKPB) setiap semester melakukan rekonsiliasi dan pemuktahiran data BMN dengan KPKNL selaku kuasa Pengelola Barang. KPKNL harus memonitor perkembangan BMN dan menjaga saldo awal BMN yang telah ditetapkan tidak mengalami perubahan. KPKNL akan meneruskan perolehan data BMN ini kepada Kanwil DJKN sebagai bahan menyusun laporan BMN tingkat Wilayah.
Rekonsiliasi antara KPPN dengan KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) dilakukan setiap semester dan tahunan untuk memastikan bahwa laporan BMN yang disampaikan oleh satuan kerja sudah sesuai dengan nilai BMN pada laporan Neraca.
E. Dekonsentrasi
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah pusat melalui kementerian negara/lembaga kepada gubernur selaku wakil pemerintah. Dana Dekonsentrasi merupakan dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. Dana Dekonsentrasi merupakan bagian dari anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja kementerian negara/lembaga dan dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan Gubernur. Gubernur memberitahukan kepada DPRD tentang kegiatan Dekonsentrasi.
1. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Dekonsentrasi
a. Penganggaran Pelaksanaan Dekonsentrasi
1. Penganggaran pelaksanaan Dekonsentrasi dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN. Ketentuan lebih lanjut ditetapkan dengan keputusan Kenteri Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan Menteri teknis terkait.
Dalam pelaksanaan dekonsentrasi, Gubernur wajib mengusulkan daftar SKPD yang mendapatkan alokasi dana dekonsentrasi kepada kementerian negara/lembaga yang memberikan alokasi dana, untuk ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang. Apabila Gubernur tidak menyampaikan usulan daftar SKPD, kementerian negara/lembaga dapat meninjau kembali pengalokasian dana dekonsentrasi.
2. Anggaran pelaksanaan Dekonsentrasi merupakan bagian dari anggaran Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bersangkutan.
b. Penyaluran Dana dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Dekonsentrasi
1. Penyaluran dana pelaksanaan Dekonsentrasi dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku bagi APBN, ketentuan lebih lanjut ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
2. Dalam hal pelaksanaan Dekonsentrasi menghasilkan penerimaan, maka penerimaan tersebut merupakan penerimaan APBN. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemungutan dan penyetoran penerimaan disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi APBN.
3. Semua kegiatan pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh Gubernur dalam pelaksanaan Dekonsentrasi diselenggarakan secara terpisah dari kegiatan pengelolaan keuangan untuk pelaksanaan Desentralisasi dan Tugas Pembantuan.
4. Tata cara pelaksanaan kegiatan pengelolaan keuangan oleh Gubernur dalam pelaksanaan Dekonsentrasi mengacu kepada peraturan perundang-undangan tentang tata cara pelaksanaan kegiatan pengelolaan keuangan APBN yang berlaku.
5. Dalam hal terdapat saldo anggaran pelaksanaan Dekonsentrasi, maka saldo tersebut disetor ke Kas Negara.
6. Gubernur menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan atas pelaksanaan Dekonsentrasi kepada Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bersangkutan.
c. Pelaporan Pelaksanaan Dekonsentrasi
1. Pelaporan pelaksanaan Dekonsentrasi dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN.
2. Ketentuan lebih lanjut pelaporan pelaksanaan Dekonsentrasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan memperhatikan pertim-bangan Menteri teknis terkait.
3. Berdasarkan PMK Nomor 171/PMK.05/2007, SKPD yang mendapatkan Dana Dekonsentrasi merupakan UAKPA/UAKPB Dekonsentrasi dengan penanggungjawabnya adalah Kepala SKPD, sedangkan Propinsi yang menerima pelimpahan wewenang dekonsentrasi merupakan Koordinator UAPPA-W/UAPPB-W Dekonsentrasi dengan penanggungjawabnya adalah Gubernur. Yang bertidak selaku UAPPA-W Dekonsentrai adalah Kepala Dinas Propinsi.
F. Dana Tugas Pembantuan
Dana Tugas Pembantuan merupakan dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. Dana Tugas Pembantuan merupakan bagian dari anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja kementerian negara/lembaga dan dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan oleh Gubernur, Bupati, atau Walikota. Tugas Pembantuan adalah penugasan pemerintah kepada daerah dan/atau desa atau sebutan lain, dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
Dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan, Kepala Daerah wajib mengusulkan daftar SKPD yang mendapatkan alokasi dana Tugas Pembantuan kepada kementerian negara/lembaga yang memberikan alokasi dana, untuk ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang. Apabila Kepala Daerah tidak menyampaikan usulan daftar SKPD, kementerian negara/lembaga dapat meninjau kembali pengalokasian Dana Tugas Pembantuan. Pemerintah Daerah memberitahukan adanya Tugas Pembantuan kepada DPRD.
1. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Tugas Pembantuan
a. Penganggaran Pelaksanaan Tugas Pembantuan
1. Penganggaran pelaksanaan Tugas Pembantuan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN. Ketentuan lebih lanjut ditetapkan dengan keputusan Kenteri Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan Menteri teknis terkait
2. Anggaran pelaksanaan Tugas Pembantuan merupakan bagian dari anggaran Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen yang menugaskannya.
b. Penyaluran Dana dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan
Tugas Pembantuan
1. Penyaluran dana pelaksanaan Tugas Pembantuan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyaluran dana ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
2. Dalam hal pelaksanaan Tugas Pembantuan menghasilkan penerimaan, maka penerimaan tersebut merupakan penerimaan APBN. Ketentuan mengenai pemungutan dan penyetoran penerimaan diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi APBN.
3. Semua kegiatan pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh Daerah dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan diselenggarakan secara terpisah dari kegiatan pengelolaan keuangan untuk pelaksanaan Desentralisasi dan Dekonsentrasi.
4. Tata cara pelaksanaan kegiatan pengelolaan keuangan oleh Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan mengacu kepada peraturan perundang-undangan tentang tata cara pelaksanaan kegiatan pengelolaan keuangan APBN yang berlaku.
5. Dalam hal terdapat saldo anggaran pelaksanaan Tugas Pembantuan, maka saldo tersebut disetor ke Kas Negara.
6. Pemerintah Daerah menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan atas pelaksanaan Tugas Pembantuan kepada Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen yang menugaskannya.
c. Pelaporan Pelaksanaan Tugas Pembantuan
1. Pelaporan pelaksanaan Tugas Pembantuan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan Menteri teknis terkait. Berdasarkan PMK Nomor 172/PMK.05/2007 pasal 27, SKPD yang mendapatkan Dana Tugas Pembantuan merupakan UAKPA/UAKPB Tugas Pembantuan dengan penanggungjawabnya adalah Kepala SKPD, sedangkan provinsi/Kabupaten/kota yang menerima pelimpahan wewenang Dana Tugas Pembantuan merupakan Koordinator UAPPA-W/UAPPB-W Tugas Pembantuan dengan penanggungjawabnya adalah Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota). Sedangkan yang bertindak selaku UAPPA-W Tugas Pembantuan adalah Kepada Dinas provinsi/Kabupaten/kota yang membawahi SKPD penerima dana Tugas Pembantuan
G. Badan Layanan Umum
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja dilingkungan pemerintah. Dengan Pasal 68 dan 69 dari Undang-Undang tersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas. Instansi demikian, dengan sebutan umum sebagai Badan Layanan Umum (BLU), diharapkan menjadi contoh kongkrit yang menonjol dari penerapan manajemen keuangan berbasis pada hasil (kinerja).
Sistem Akuntansi yang diterapkan pada satuan kerja berstatus BLU menggunakan Standar Akuntasi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, akan tetapi untuk tujuan konsolidasi Laporan Keuangan tingkat Kementerian Negara/Lembaga BLU harus menggunakan Standar Akuntasi Pemerintahan.
BLU dapat mengembangkan sistem akuntansi yang mendukung penyusunan laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan dan penyusunan laporan keuangan untuk diintegrasikan dalam laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan.
H. Dokumen Sumber
Dokumen sumber yang digunakan di tingkat satuan kerja adalah :
1. Dokumen penerimaan yang terdiri dari :
• Estimasi Pendapatan yang dialokasikan: (DIPA PNBP, tidak termasuk estimasi Pengembalian Belanja dan Pembetulan Pembukuan);
• Realisasi Pendapatan: BPN (Bukti Penerimaan Negara) yang didukung oleh dokumen penerimaan seperti SSBP, SSPB, SSP, SSBC, dokumen lain yang dipersamakan.
2. Dokumen pengeluaran yang terdiri dari :
• Alokasi Anggaran DIPA, SKO dan dokumen lain yang dipersamakan;
• Realisasi Pengeluaran : SPM dan SP2D, dan dokumen lain yang dipersamakan.
3. Dokumen Piutang.
4. Dokumen Persediaan.
5. Dokumen Konstruksi dalam Pengerjaan.
6. Dokumen lainnya.
I. Surat Kuasa Pengguna Anggaran (SKPA)
Selain DIPA, dokumen lain yang dapat digunakan dalam pelaksanaan anggaran pada satuan kerja adalah Surat Kuasa Penggunaan Anggaran (SKPA).
1. Definisi
Pola SKPA dengan sistem ini diperuntukkan bagi Departemen/lembaga yang melaksanakan SKPA dalam satu unit organisasi terhadap unit vertikal dibawahnya
2. Pelaksanaan
• SKPA menambah Pagu DIPA Satuan Kerja penerima SKPA, dan mengurangi Pagu DIPA Satuan Kerja Pemberi SKPA
• KPPN dalam hal ini hanya melakukan pengurangan Pagu anggaran untuk kegiatan yang di SKPAkan oleh Satker pemberi SKPA sebesar anggaran yang di SKPA-kan
• KPPN penerima SKPA menambah Pagu anggaran Satker Penerima untuk kegiatan yang di SKPAkan dan wajib memonitor laporan realisasi SKPA (SPM, dan SP2D) yang dilaksanakan oleh Satker Penerima SKPA
• SPM yang diterbitkan oleh KPA penerima SKPA menggunakan kode Satker Penerima SKPA, sehingga tanggungjawab pelaksanaan anggaran dan penyusunan Laporan Keuangan dilaksanakan oleh KPA penerima SKPA
• SKPA menjadi dasar untuk Revisi alokasi anggaran.
BAB II
N E R A C A
Neraca adalah salah satu komponen laporan keuangan yang menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan pada tanggal tertentu. Yang dimaksud dengan posisi keuangan adalah posisi aset, kewajiban dan ekuitas dana.
Aset adalah sumber daya yang dapat memberikan manfaat ekonomi dan/atau sosial yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah dan dapat diukur dalam satuan uang.
Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah.
Ekuitas dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah.
Neraca mencerminkan persamaan akuntansi yang biasa dikenal yaitu:
Aset = Kewajiban + Ekuitas Dana
Ekuitas pemerintah disebut ekuitas dana. Ekuitas dana pemerintah merupakan selisih aset dengan kewajiban, sehingga persamaan akuntansinya menjadi:
Aset – Kewajiban = Ekuitas Dana
Akun-akun neraca dikembangkan secara berpasangan. Akun-akun aset dan kewajiban berpasangan dengan akun-akun yang ada dalam ekuitas dana. Contohnya Piutang berpasangan dengan Cadangan Piutang, Aset Tetap berpasangan dengan Diinvestasikan Dalam Aset Tetap.
A. Struktur Neraca.
B. Neraca menyajikan menyajikan posisi aset, kewajiban dan ekuitas dana. Aset diklasifikasikan menjadi aset lancar dan aset nonlancar. Aset lancar sendiri terdiri dari kas atau aset lainnya yang dapat diuangkan atau dapat dipakai habis dalam waktu 12 bulan mendatang. Aset nonlancar terdiri dari investasi jangka panjang, aset tetap dan aset lainnya.
Kewajiban dikelompokkan ke dalam kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang. Kewajiban jangka pendek adalah kewajiban yang akan jatuh tempo dalam waktu kurang dari atau sama dengan 12 bulan setelah tanggal pelaporan, sedangkan kewajiban jangka panjang akan jatuh tempo dalan jangka waktu lebih dari 12 bulan.
Sedangkan ekuitas dana diklasifikasikan menjadi ekuitas dana lancar dan ekuitas dana investasi.
NERACA
TINGKATKEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
PER 31 DESEMBER 200X
ASET
ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Penerimaan
Kas di BLU
Piutang
Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran
Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi
Piutang Lainnya
Persediaan
Uang Muka Belanja
Belanja yang Dibayar Dimuka
INVESTASI JANGKA PANJANG
Investasi Nonpermanen
Dana Bergulir
ASET TETAP
Tanah
Peralatan dan Mesin
Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Aset Tetap Lainnya
Konstruksi Dalam Pengerjaan
ASET LAINNYA
Tagihan Penjualan Angsuran
Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi
Kemitraan Dengan Pihak Ketiga
Aset Tak Berwujud
Aset Lain-lain
KEWAJIBAN
KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
Uang Muka dari Rekening Khusus
Uang Muka dari BUN
Uang Muka dari KPPN
Pendapatan yang Ditangguhkan
Belanja yang Masih Harus Dibayar
EKUITAS DANA
EKUITAS DANA LANCAR
Cadangan Piutang
Cadangan Pesediaan
Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek
Saldo Dana Lancar
EKUITAS DANA INVESTASI
Diinvestasikan Dalam Investasi Jangka Panjang
Diinvestasikan Dalam Aset Tetap
Diinvestasikan Dalam Aset Lainnya
B. Aset Lancar
Aset adalah sumber daya ekonmi yang dikuasi dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang.
Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar apabila :
• diharapkan segera dapat direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam waktu dua belas bulan sejak tanggal pelaporan, atau
• berupa kas atau setara kas
1. Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Pengeluaran merupakan kas yang dikuasi, dikelola, dan di bawah tanggung jawab Bendahara Pengeluaran yang berasal dari sisa Uang Persediaan (UP) yang belum dipertanggungjawabkan atau disetorkan kembali ke Kas Negara per tanggal neraca. Kas di Bendahara Pengeluaran mencakup seluruh saldo rekening bendahara pengeluaran, uang logam, uang kertas dan lain-lain kas termasuk bukti pengeluaran yang belum dipertanggungjawabkan yang sumbernya berasal dari dana kas kecil UP yang belum disetor kembali ke Kas Negara per tanggal neraca. Apabila terdapat bukti-bukti pengeluaran yang belum dipertanggungjawabkab, maka hal ini harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Kas di Bendahara Pengeluaran disajikan sebesar nilai rupiahnya. Apabila terdapat kas dalam valuta asing dikonversi menjadi rupiah menggunakan kurs tengah bank sentral/ Bank Indonesia pada tanggal neraca.
Jurnal untuk mencatat Kas di Bendahara Pengeluaran adalah sebagai berikut:
Kas di Bendahara Pengeluaran xxx
Uang Muka dari Kas Umum Negara xxx
2. Kas di Bendahara Penerimaan.
Kas di Bendahara Penerimaan mencakup seluruh kas, baik itu saldo rekening di bank maupun saldo uang tunai, yang berada di bawah tanggung jawab bendahara penerimaan yang sumbernya berasal dari pelaksanaan tugas pemerintahan (penerimaan Negara Bukan Pajak). Saldo kas ini mencerminkan saldo yang berasal dari pungutan yang sudah diterima oleh bendahara penerimaan selaku wajib pungut yang belum disetorkan ke kas negara. Akun Kas di Bendahara Penerimaan yang disajikan dalam neraca harus mencerminkan kas yang benar-benar ada pada tanggal neraca. Kas di Bendahara Penerimaan disajikan sebesar nilai rupiahnya. Apabila terdapat kas dalam valuta asing dikonversi menjadi rupiah menggunakan kurs tengah bank sentral/Bank Indonesia pada tanggal neraca.
Saldo Kas di Bendahara Penerimaan diperoleh dari Laporan Keadaan Kas (LKK) bendahara penerimaan yan dilampiri bukti penerimaan kas dari wajib pungut. Menurut peraturan perundangan yang berlaku, pada akhir tahun tidak boleh ada kas di bendahara penerimaan, tetapi apabila memang ada harus dilaporkan dalam neraca.
Jurnal untuk mencatat Kas di Bendahara Penerimaan adalah sebagai berikut:
Kas di Bendahara Penerimaan xxx
Pendapatan yang Ditangguhkan xxx
3. Kas di BLU
Kas di BLU merupakan saldo kas yang berada pada BLU yang dipergunakan untuk mebiayai kegiatan operasional BLU. Perkiraan Kas di BLU dihasilkan dari selisih pendapatan BLU yang diterima secara tunai dengan belanja BLU yang dibayarkan secara tunai. BLU dapat melakukan belanja-belanja dari Pendapatan yang diterima atas hasil penjualan barang atau penyerahan jasa kepada masyarakat tanpa harus terlebih dahulu disetor ke kas negara.
4. Piutang
Piutang adalah hak pemerintah untuk menerima pembayaran dari entitas lain termasuk wajib pajak/bayar. Piutang dikelompokkan menjadi Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran, Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi, Piutang Pajak, Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Piutang Bukan Pajak Lainnya, dan piutang Lainnya.
5. Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran
Pemerintah seringkali melakukan penjualan aset tetap yang tidak dipisahkan pengelolaannya, misalnya lelang kendaraan roda empat atau penjualan angsuran rumah dinas. Biasanya penjualan dilakukan kepada pegawai dengan cara mengangsur. Penjualan aset yang tidak dipisahkan pengelolaannyadan biasanya diangsur lebih dari dua belas bulan disebut sebagai Tagihan Penjualan Angsuran. Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran merupakan reklasifikasi tagihan penjualan angsuran jangka panjang ke dalam piutang jangka pendek. Reklasifikasi in dilakukan karena adanya tagihan angsuran jangka panjang yang jatuh tempo pada satu tahun berikutnya sesudah tanggal neraca. Reklasifikasi ini mengurangi akun Tagihan Penjualan Angsuran. Seluruh tagihan penjualan angsuran yang jatuh tempo dalam kurun waktu satu tahun atau kurang diakui sebagai Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran. Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran dicatat sebesar nilai nominal yaitu sejumlah tagihan penjualan angsuran yang harus diterima dalam waktu satu tahun.
Untuk mendapatkan saldo Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran, perlu dihitung berapa bagian dari Tagihan Penjualan Angsuran yang akan jatuh tempo dalam tahun depan.
Jurnal untuk mencatat Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran adalah sebagai berikut:
Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran xxx
Cadangan Piutang xxx
6. Bagian Lancar Tuntutan Perbandaharaan/Tuntutan Ganti Rugi
Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pihak lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau lalai yang mengakibatkan kerugian keuangan negara, wajib mengganti kerugian tersebut. Kewajiban untuk mengganti kerugian yang dikenakan kepada bendahara dikenal dengan istilah Tuntutan Perbendaharaan (TP), dan kewajiban untuk mengganti kerugian yang dikenakan kepada non bendahara dikenal dengan istilah Tuntutan Ganti Rugi (TGR). Biasanya TP/TGR ini diselesaikan pembayarannya selambat-lambatnya dua puluh empat bulan (dua tahun) sehingga di neraca termasuk dalan ASET LAINNYA.
Bagian Lancar TP/TGR merupakan reklasifikasi aset yang berupa TP/TGR ke dalam aset lancar disebabkan adanya TP/TGr jangka panjang yang jatuh tempo tahun berikutnya. Reklasifikasi ini dilakukan hanya untuk tujuan penyusunan neraca karena penerimaan kembali TP/TGR akan mengurangi akun Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi bukan Akun Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi. Bagian lancar Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi dicatat sebesar nilai nominal yaitu sejumlah rupiah Tuntutan Ganti Rugi yang akan diterima dalam waktu satu tahun.
Jurnal untuk mencatat saldo Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi adalah sebagai berikut:
Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi xxx
Cadangan Piutang xxx
7. Piutang Pajak
Basis kas menuju akrual menghendaki adanya pengakuan akun-akun akrual antara lain utang dan piutang. Oleh karena itu, Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang sampai pada tanggal neraca belum dibayar oleh wajib pajak harus dilaporkan sebagai Piutang Pajak dalam neraca.
Piutang Pajak dicatat sebesar nilai nominal seluruh SKP yang belum dibayar oleh wajib pajak pada tanggal neraca.
Jurnal untuk mencatat saldo Piutang Pajak adalah sebagai berikut:
Piutang Pajak xxx
Cadangan Piutang xxx
Jenis-jenis piutang pajak dan bea dan cukai antara lain :
Kode Perk. Uraian
113111 Piutang PPh Minyak Bumi
113112 Piutang PPh Gas Alam
113119 Piutang PPh Migas Lainnya
113114
113121 Piutang PPh Pasal 21
113122 Piutang PPh Pasal 22
113123 Piutang PPh Pasal 22 Impor
113124 Piutang PPh Pasal 23
113125 Piutang PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi
113126 Piutang PPh Pasal 25/29 Badan
113127 Piutang PPh Pasal 26
113128 Piutang PPh Final dan Fiskal Luar Negeri
113129 Piutang PPh Fiskal Luar Negeri
113131 Piutang PPN Dalam Negeri
113132 Piutang PPN Impor
113139 Piutang PPN Lainnya
113141 Piutang PPnBM dalam Negeri
113142 Piutang PPnBM Impor
113149 Piutang PPnBM Lainnya
113151 Piutang PBB Pedesaan
113152 Piutang PBB Perkotaan
113153 Piutang PBB Perkebunan
113154 Piutang PBB Kehutanan
113155 Piutang PBB Pertambangan
113156 Piutang BPHTB
113159 Piutang PBB Lainnya
113161 Piutang Cukai Hasil Tembakau
113162 Piutang Cukai Ethyl Alkohol
113163 Piutang Cukai Minuman mengandung Ethyl Alkohol
113164 Piutang Pendapatan Denda Administrasi Cukai
113166 Piutang Bea Meterai
113169 Piutang Pendapatan Cukai Lainnya
113171 Piutang Pendapatan dari Penjualan Benda Materai
113172 Piutang Pajak Tidak Langsung Lainnya
113173 Piutang Bunga Penagihan PPh
113174 Piutang Bunga Penagihan PPN
113175 Piutang Bunga Penagihan PPnBM
113176 Piutang Bunga Penagihan PTLL
113181 Piutang Bea masuk
113182 Piutang Bea Masuk ditanggung Pemerintah atas Hibah (SPM Nihil)
113183 Piutang Pendapatan Denda Administrasi Pabean
113184 Piutang Pendapatan Pabean Lainnya
113185 Piutang Pajak/pungutan ekspor
8. Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Basis kas menuju akrual menghendaki adanya pengakuan akun-akun akrual antara lain utang dan piutang. Oleh sebab itu, Surat Penagihan (SPN)dan/atau Surat Pemindahan Penagihan Piutang Negara (SP3N) PNBP yang sampai pada tanggal neraca belum dibayar oleh wajib bayar harus dilaporkan di neraca sebagai Piutang PNBP. Piutang PNBP dicatat sebesar nilai nominal seluruh tagihan yan belum dibayar oleh wajib bayar pada tanggal neraca.
Jurnal untuk mencatat saldo Piutang PNBP adalah sebagai berikut:
Piutang PNBP xxx
Cadangan Piutang xxx
Kode Perk. Uraian
113211 Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak
113212 Piutang Lainnya
9. Uang Muka Belanja
Akun Uang Muka Belanja digunakan untuk mencatat transaksi yang berkaitan dengan pemberian uang muka belanja kepada pihak yang akan melaksanakan kewajiban sesuai dengan jenis belanja yang dikeluarkan. Uang Muka Belanja dicatat sebesar nilai nominal yaitu sebesar nilai rupiah yang telah dilunasi.
Jurnal untuk mencatat Piutang Lainnya adalah sebagai berikut:
Uang Muka Belanja xxx
Cadangan Piutang xxx
10. Persediaan
Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan (supplies) yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Persediaan dicatat sebesar biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian, biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri dan nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan.
Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk digunakan, misalnya barang habis pakai seperti alat tulis kantor, barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti komponen bekas.
Persediaan dapat meliputi barang konsumsi, amunisi, bahan untuk pemeliharaan, suku cadang, persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga, pita cukai dan leges, bahan baku, barang dalam proses/setengah jadi, tanah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.
Persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga antara lain berupa cadangan energi (misalnya minyak) atau cadangan pangan (misalnya beras).
Jurnal untuk mencatat Persediaan adalah ebagai berikut:
Persediaan xxx
Cadangan Persediaan xxx
Persediaan diakui pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah. Pada akhir periode akuntansi, persediaan dicatat berdasarkan hasil inventarisasi fisik.
Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki dan akan dipakai dalam pekerjaan pembangunan fisik yang dikerjakan secara swakelola, dimasukkan sebagai perkiraan aset untuk kontruksi dalam pengerjaan, dan tidak dimasukkan sebagai persediaan.
Persediaan disajikan sebesar:
(1) Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian. Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang serupa mengurangi biaya perolehan. Nilai pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan yang terakhir diperoleh.
(2) Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri. Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya overhead tetap dan variabel yang dialokasikan secara sistematis, yang terjadi dalam proses konversi bahan menjadi persediaan.
(3) Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan.
Persediaan disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam catatan atas laporan keuangan harus diungkapkan pula:
1. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan;
2. Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan yang digunakan dalam pelayanan masyarakat, barang atau perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang masih dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat
3. Kondisi persediaan;
4. Hal-hal lain yang perlu diungkapkan berkaitan dengan persediaan, misalnya persediaan yang diperoleh melalui hibah atau rampasan.
5. Persediaan dengan kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam neraca, tetapi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Daftar perkiraan persediaan sebagaimana pada tabel di bawah ini
Kode Perk. Neraca Uraian Kode Perk. SABMN Uraian
1151 Persediaan 4 Persediaan
11511 Persediaan untuk Bahan Operasional
115111 Barang Konsumsi 4.01.03.01 Alat Tulis Kantor
4.01.03.02 Kertas dan Cover
4.01.03.03 Bahan Cetak
4.01.03.04 Bahan Komputer
4.01.03.06 Alat Listrik
115112 Amunisi 4.01.01.03 Bahan Peledak
115113 Bahan untuk Pemeliharaan 4.01.03.05 Perabot Kantor
115114 Suku Cadang 4.01.02.00 Suku Cadang
11512 Persediaan untuk dijual/diserahkan kepada Masyarakat
115121 Pita Cukai, Materai dan Leges
115122 Tanah Bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada Masyarakat
115123 Hewan dan Tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada Masyarakat
11513 Persediaan Bahan untuk Proses Produksi
115131 Bahan Baku 4.01.01.01 Bahan Bangunan dan Konstruksi
4.01.01.02 Bahan Kimia
4.01.01.04 Bahan Bakar dan Pelumas
4.01.01.05 Bahan Baku
4.01.01.06 Bahan Kimia Nuklir
115132 Barang dalam Proses Belum diatur dalam SK Menkeu No.18/KMK.018/1999
11519 Persediaan Bahan Lainnya
115191 Persediaan untuk tujuan strategis/ berjaga-jaga
115192 Persediaan Barang Hasil Sitaan
115192 Persediaan Lainnya 4.02.01.00 Komponen
4.02.02.00 Pipa
4.03.01.00 Komponen Bekas dan Pipa Bekas
C. Investasi Jangka Panjang
Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih dari dua belas bulan. Investasi jangka panjang dibagi menurut sifat penanaman investasinya, yaitu nonpermanen dan permanen.
Investasi nonpermanen adal investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. Investasi jenis ini diharapkan akan berakhir dalam jangka waktu tertentu seperti investasi dalam bentuk dana bergulir.
1. Dana Bergulir
Dana bergulir adalah dana yang dipinjamkan kepada sekelompok masyarakat, perusahaan negara/daerah, untuk ditarik kembali setelah jangka waktu tertentu, dan kemudian disalurkan kembali.
Nilai investasi dalam bentuk dana bergulir dinilai sejumlah nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value), yaitu sebesar nilai kas yang dipegang unit pengelola ditambah jumlah yang diharapkan dapat tertagih.
Dana bergulir dapat diperoleh pada unit yang diserahi tugas untuk menyalurkannya. Unit penyalur dana bergulir antara lain adalah Departemen Keuangan, Kementerian Negara Koperasi dan UKM.
Jurnal untuk mencatat Dana Bergulir adalah sebagai berikut:
Dana Bergulir xxx
Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang xxx
D. Aset Tetap
Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
Aset tetap terdiri dari:
1. Tanah;
2. Peralatan dan Mesin;
3. Gedung dan Bangunan;
4. Jalan, Irigasi, dan Jaringan;
5. Aset Tetap Lainnya;
6. Konstruksi Dalam Pengerjaan.
Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai ast tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.
1. Tanah
Tanah yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah tanah yang dimiliki atau diperoleh dengan maksud untuk digunakan dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap digunakan. Tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh instansi pemerintah di luar negeri, misalnya tanah yang digunakan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, hanya diakui bila kepemilikan tersebut berdasarkan isi perjanjian penguasaan dan hukum serta perundang-undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik Indonesia berada bersifat permanen.
a. Pengakuan
Kepemilikan atas Tanah ditunjukkan dengan adanya bukti bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum seperti sertifikat tanah. Apabila perolehan tanah belum didukung dengan bukti secara hukum maka tanah tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaannya telah berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas sertifikat tanah atas nama pemilik sebelumnya.
b. Pengukuran
Tanah dinilai dengan biaya perolehan. Biaya perolehan mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan, pengukuran, penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan sampai tanah tersebut siap pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang terletak pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua tersebut dimaksudkan untuk dimusnahkan.
Apabila penilaian tanah dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai tanah didasarkan pada nilai wajar/harga taksiran pada saat perolehan.
c. Pengungkapan
Tanah disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam catatan atas laporan keuangan harus diungkapkan pula:
1. Dasar penilaian yang digunakan
2. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode menurut jenis tanah yang menunjukkan:
• Penambahan;
• Pelepasan;
• Mutasi Tanah lainnya.
Jurnal untuk mencatat Tanah adalah sebagai berikut:
Tanah xxx
Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx
2. Gedung dan Bagunan
Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang dibeli atau dibangun dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. Termasuk dalam kategori Gedung dan Bangunan adalah BMN yang berupa Bangunan Gedung, Monumen, Bangunan Menara, Rambu-rambu, serta Tugu Titik Kontrol.
a. Pengakuan
Gedung dan Bangunan yang diperoleh bukan dari donasi diakui pada periode akuntansi ketika asset tersebut siap digunakan berdasarkan jumlah belanja modal yang diakui untuk aset tersebut.
Gedung dan Bangunan yang diperoleh dari donasi diakui pada saat Gedung dan Bangunan tersebut diterima dan hak kepemilikannya berpindah.
Pengakuan atas Gedung dan Bangunan ditentukan jenis transaksinya meliputi: penambahan, pengembangan, dan pengurangan. Penambahan adalah peningkatan nilai Gedung dan Bangunan yang disebabkan pengadaan baru, diperluas atau diperbesar. Biaya penambahan dikapitalisasi dan ditambahkan pada harga perolehan Gedung dan Bangunan tersebut.
Pengembangan adalah peningkatan nilai Gedung dan Bangunan karena peningkatan manfaat yang berakibat pada: durasi masa manfaat, peningkatan efisiensiensi dan penurunan biaya pengoperasian.
Pengurangan adalah penurunan nilai Gedung dan Bangunan dikarenakan berkurangnya kuantitas aset tersebut.
b. Pengukuran
Gedung dan Bangunan dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian Gedung dan Bangunan dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar/taksiran pada saat perolehan.
Biaya perolehan Gedung dan Bangunan yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut.
Jika Gedung dan Bangunan diperoleh melalui kontrak, biaya perolehan meliputi nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, serta jasa konsultan.
c. Pengungkapan
Gedung dan Bangunan disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya.
Selain itu di dalam catatan atas laporan keuangan diungkapkan pula:
(1) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai.
(2) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
• Penambahan;
• Pengembangan; dan
• Penghapusan;
• Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Gedung dan Bangunan;
Jurnal untuk mencatat Gedung dan Bangunan adalah sebagai berikut:
Gedung dan Bangunan xxx
Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx
3. Peralatan dan Mesin
Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor, alat elektronik, dan seluruh inventaris kantor yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai. Wujud fisik Peralatan dan Mesin bisa meliputi: Alat Besar, Alat Angkutan, Alat Bengkel dan Alat Ukur, Alat Pertanian, Alat Kantor dan Rumah Tangga, Alat Studio, Komunikasi dan Pemancar, Alat Kedokteran dan Kesehatan, Alat Laboratorium, Alat Persenjataan, Komputer, Alat Eksplorasi, Alat Pemboran, Alat Produksi, Pengolahan dan Pemurnian, Alat Bantu Eksplorasi, Alat Keselamatan Kerja, Alat Peraga, serta Unit Proses/Produksi.
a. Pengakuan.
Peralatan dan Mesin yang diperoleh bukan dari donasi diakui pada periode akuntansi ketika aset tersebut siap digunakan berdasarkan jumlah belanja modal yang diakui untuk aset tersebut.
Peralatan dan Mesin yang diperoleh dari donasi diakui pada saat Peralatan dan Mesin tersebut diterima dan hak kepemilikannya berpindah.
Pengakuan atas Peralatan dan Mesin ditentukan jenis transaksinya meliputi: penambahan, pengembangan, dan pengurangan. Penambahan adalah peningkatan nilai Peralatan dan Mesin yang disebabkan pengadaan baru, diperluas atau diperbesar. Biaya penambahan dikapitalisasi dan ditambahkan pada harga perolehan Peralatan dan Mesin tersebut.
Pengembangan adalah peningkatan nilai Peralatan dan Mesin karena peningkatan manfaat yang berakibat pada: durasi masa manfaat, peningkatan efisiensiensi dan penurunan biaya pengoperasian.
Pengurangan adalah penurunan nilai Peralatan dan Mesin dikarenakan berkurangnya kuantitas aset tersebut.
b. Pengukuran
Biaya perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah pengeluaran yang telah dilakukan untuk memperoleh peralatan dan mesin tersebut sampai siap pakai. Biaya perolehan atas Peralatan dan Mesin yang berasal dari pembelian meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan.
Biaya perolehan Peralatan dan Mesin yang diperoleh melalui kontrak meliputi nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan dan jasa konsultan.
Biaya perolehan Peralatan dan Mesin yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan Peralatan dan Mesin tersebut.
c. Pengungkapan
Peralatan dan Mesin disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam catatan atas laporan keuangan diungkapkan pula:
(1) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai.
(2) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
• Penambahan;
• Pengembangan; dan
• Penghapusan;
(3) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Peralatan dan Mesin.
Jurnal untuk mencatat Peralatan dan Mesin adalah sebagai berikut:
Peralatan dan Mesin xxx
Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx
4. Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh pemerintah serta dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. BMN yang termasuk dalam kategori aset ini adalah Jalan dan Jembatan, Bangunan Air, Instalasi, dan Jaringan.
a. Pengakuan
Jalan, Irigasi dan Jaringan yang diperoleh bukan dari donasi diakui pada periode akuntansi ketika aset tersebut siap digunakan berdasarkan jumlah belanja modal yang diakui untuk aset tersebut.
Jalan, Irigasi dan Jaringan yang diperoleh dari donasi diakui pada saat Jalan, Irigasi dan Jaringan tersebut diterima dan hak kepemilikannya berpindah.
Pengakuan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan ditentukan jenis transaksinya meliputi: penambahan, pengembangan, dan pengurangan. Penambahan adalah peningkatan nilai Jalan, Irigasi dan Jaringan yang disebabkan pengadaan baru, diperluas atau diperbesar. Biaya penambahan dikapitalisasi dan ditambahkan pada harga perolehan Jalan, Irigasi dan Jaringan tersebut.
Pengembangan adalah peningkatan nilai Jalan, Irigasi dan Jaringan karena peningkatan manfaat yang berakibat pada: durasi masa manfaat, peningkatan efisiensiensi dan penurunan biaya pengoperasian.
Pengurangan adalah penurunan nilai Jalan, Irigasi dan Jaringan dikarenakan berkurangnya kuantitas aset tersebut.
b. Pengukuran
Biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi, dan jaringan sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai.
Biaya perolehan untuk jalan, irigasi dan jaringan yang diperoleh melalui kontrak meliputi biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, jasa konsultan, biaya pengosongan, dan pembongkaran bangunan lama.
Biaya perolehan untuk jalan, irigasi dan jaringan yang dibangun secara swakelola meliputi biaya langsung dan tidak langsung, yang terdiri dari meliputi biaya bahan baku, tenaga kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, biaya pengosongan dan pembongkaran bangunan lama.
c. Pengungkapan
Jalan, Irigasi dan Jaringan disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam catatan atas laporan keuangan diungkapkan pula:
1. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai.
2. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
• Penambahan;
• Pengembangan; dan
• Penghapusan;
3. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Jalan, Irigasi dan Jaringan.
Jurnal untuk mencatat Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah sebagai berikut:
Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx
Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx
5. Aset Tetap Lainnya
Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok Tanah; Peralatan dan Mesin; Gedung dan Bangunan; Jalan, Irigasi dan Jaringan, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. BMN yang termasuk dalam kategori aset ini adalah Koleksi Perpustakaan/ Buku, Barang Bercorak Kesenian/Kebudayaa/Olah Raga, Hewan, Ikan dan Tanaman.
a. Pengakuan
Aset Tetap Lainnya yang diperoleh bukan dari donasi diakui pada periode akuntansi ketika aset tersebut siap digunakan berdasarkan jumlah belanja modal yang diakui untuk aset tersebut.
Aset Tetap Lainnya yang diperoleh dari donasi diakui pada saat Aset Tetap Lainnya tersebut diterima dan hak kepemilikannya berpindah.
Pengakuan atas Aset Tetap Lainnya ditentukan jenis transaksinya meliputi: penambahan dan pengurangan. Penambahan adalah peningkatan nilai Aset Tetap Lainnya yang disebabkan pengadaan baru, diperluas atau diperbesar. Biaya penambahan dikapitalisasi dan ditambahkan pada harga perolehan Aset Tetap Lainnya tersebut.
Pengurangan adalah penurunan nilai Aset Tetap Lainnya dikarenakan berkurangnya kuantitas asset tersebut.
b. Pengukuran
Biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut sampai siap pakai.
Biaya perolehan aset tetap lainnya yang diperoleh melalui kontrak meliputi pengeluaran nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan, serta biaya perizinan.
Biaya perolehan asset tetap lainnya yang diadakan melalui swakelola meliputi biaya langsung dan tidak langsung, yang terdiri dari biaya bahan baku, tenaga kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, dan jasa konsultan.
c. Pengungkapan
Aset Tetap Lainnya disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam catatan atas laporan keuangan diungkapkan pula:
1. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai.
2. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan Penambahan dan Penghapusan;
3. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Aset Tetap Lainnya.
Jurnal untuk mencatat Aset Tetap Lainnya adalah sebagai berikut:
Aset Tetap Lainnya xxx
Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx
6. Konstruksi Dalam Pengerjaan
Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses pembangunan pada tanggal laporan keuangan. Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu periode waktu tertentu dan belum selesai. Karena Konstruksi Dalam Pengerjaan belum diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 18/KMK.018/1999 tanggal 14 Januari 1999 tentang Klasifikasi dan Kodefikasi Barang Inventaris Milik/Kekayaan Negara, maka Konstruksi Dalam Pengerjaan belum diproses dalam SABMN sehingga langsung dibukukan oleh Unit Akuntansi Keuangan dan hanya disajikan dalam Neraca. Konstruksi Dalam Pengerjaan belum dicatat dalam buku inventaris namun telah tercatat dalam Perkiraan Buku Besar dalam Sistem Akuntansi Pemerintah.
a. Pengakuan
Konstruksi Dalam Pengerjaan merupakan aset yang dimaksudkan untuk digunakan dalam operasional pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat dalam jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan dalam aset tetap.
Suatu aset berwujud harus diakui sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan jika biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal dan masih dalam proses pengerjaan.
Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke aset tetap yang bersangkutan setelah pekerjaan konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya.
b. Pengukuran
Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat sebesar biaya perolehan.
Biaya perolehan konstruksi yang dikerjakan secara swakelola meliputi:
• Biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi yang mencakup biaya pekerja lapangan termasuk penyelia; biaya bahan; pemindahan sarana, peralatan dan bahan-bahan dari dan ke lokasi konstruksi; penyewaan sarana dan peralatan; serta biaya rancangan dan bantuan teknis yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi.
• Biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut mencakup biaya asuransi; Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung berhubungan dengan konstruksi tertentu; dan biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi yang bersangkutan seperti biaya inspeksi.
• Biaya perolehan konstruksi yang dikerjakan kontrak konstruksi meliputi:
• Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan tingkat penyelesaian pekerjaan;
• Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan dengan pelaksanaan kontrak konstruksi.
c. Pengungkapan
Konstruksi dalam pengerjaan disajikan di Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam catatan atas laporan keuangan diungkapkan pula:
1. Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya;
2. Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaanya;
3. Jumlah biaya yang telah dikeluarkan;
4. Uang muka kerja yang diberikan;
5. Retensi.
Jurnal untuk mencatat Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah sebagai berikut:
Konstruksi Dalam Pengerjaan xxx
Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx
7. Perolehan Secara Gabungan
Biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang diperoleh secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang bersangkutan.
E. Aset Renovasi
Aset Renovasi adalah gedung atau bangunan yang dibangun pada aset tetap yang bukan miliknya. Hal ini dapat terjadi apabila suatu satker melakukan kegiatan membangun suatu bangunan diatas lokasi bangunan yang bukan miliknya. Misalkan Satker Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menempati bangunan milik Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Untuk meningkatkan mutu bangunan dan kenyamanan, BC melakukan renovasi atas bangunan yang memenuhi kriteria kapitalisasi. Atas pengeluaran tersebut, BC harus mencatat sebagai Aset Renovasi. Dengan jurnal sbb :
Aset Renovasi xxxx
Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxxx
F. Aset Bersejarah (Heritage Assets)
Aset bersejarah (heritage assets) tidak disajikan di neraca namun aset tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Contoh dari aset bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala (archaeological sites) seperti candi, dan karya seni (works of art). Karakteristik-karakteristik di bawah ini sering dianggap sebagai ciri khas dari suatu aset bersejarah,
1. Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar;
2. Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat pelepasannya untuk dijual;
3. Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun;
4. Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus dapat mencapai ratusan tahun.
Aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam waktu yang tak terbatas. Aset bersejarah dibuktikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemerintah mungkin mempunyai banyak aset bersejarah yang diperoleh selama bertahun-tahun dan dengan cara perolehan beragam termasuk pembelian, donasi, warisan, rampasan, ataupun sitaan. Aset bersejarah dicatat dalam kuantitasnya tanpa nilai, misalnya jumlah unit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen.
Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi harus dibebankan sebagai belanja tahun terjadinya pengeluaran tersebut. Biaya tersebut termasuk seluruh biaya yang berlangsung untuk menjadikan aset bersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang ada pada periode berjalan.
Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat lainnya kepada pemerintah selain nilai sejarahnya, sebagai contoh bangunan bersejarah digunakan untuk ruang perkantoran. Untuk kasus tersebut, aset ini akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset tetap lainnya.
G. Aset Lainnya
Aset lainnya adalah aset pemerintah selain aset lancar, investasi jangka panjang, aset tetap dan dana cadangan.
Aset lainnya antara lain terdiri dari:
1. Aset Tak Berwujud
2. Tagihan Penjualan Angsuran
3. Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR)
4. Kemitraan dengan Pihak Ketiga
5. Aset Lain-lain
1. Aset Tak Berwujud
Aset Tak berwujud adalah aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual.
Aset tak berwujud meliputi:
1. Software komputer
2. Lisensi dan franchise
3. Hak cipta (copyright), paten, dan hak lainnya
4. Hasil kajian/penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang paten kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu paten yang diberi perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau meperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor (penemu) atas hasil invensi (temuan) di bidang teknologi., yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Hasil kajian/penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang adalah suatu kajian atau penelitian yang memberikan manfaat ekonomis dan/atau sosial di masa yang akan datang yang dapat diidentfikasi sebagai aset. Apabila hasil kajian tidak dapat diidentifikasi dan tidak memberikan manfaat ekonomis dan/atau sosial sosial maka tidak dapat dikapitalisasi sebagai aset tak berwujud.
Aset tak berwujud dinilai sebesar pengeluaran yang terjadi dengan SPM belanja modal non fisik yang melekat pada aset tersebut.
Dokuman sumber yang dapat digunakan untuk menentukan nilai aset tak berwujud adalah SPM untuk belanja modal non fisik (setelah dikurangi dengan biaya-biaya lain yang tidak dapat dikapitalisir).
Jurnal untuk mencatat Aset Tak Berwujud adalah sebagai berikut:
Aset Tak Berwujud xxx
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya xxx
2. Tagihan Penjualan Angsuran
Tagihan Penjualan Angsuran menggambarkan jumlah yang dapat diterima dari penjualan aset pemerintah secara angsuran kepada pegawai pemerintah. Contoh tagihan penjualan angsuran adalah penjualan rumah dinas dan penjualan kendaraan dinas.
Tagihan penjualan angsuran dinilai sebesar nilai nominal dari kontrak/berita acara penjualan aset yang bersangkutan setelah dikurangi dengan angsuran yang telah dibayarkan oleh pegawai ke kas negara.
Dokumen sumber yang dapat digunakan untuk menentukan nilai tagihan penjualan angsuran adalah daftar saldo tagihan penjualan angsuran yang nilainya menggambarkan nilai yang ditetapkan dalam berita acara penjualan aset setelah dikurangi dengan angsuran yang telah dibayarkan oleh pegawai ke kas negara. Dokumen mengenai tagihan penjualan angsuran dapat diperoleh di biro/bagian keuangan yang mengelola tagihan penjualan angsuran.
Jurnal untuk mencatat Tagihan Penjualan Angsuran adalah sebagai berikut:
Tagihan Penjualan Angsuran xxx
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya xxx
3. Tuntutan Perbendaharaan (TP) dan Tuntutan Ganti Rugi (TGR)
Tuntutan Perbendaharaan merupakan suatu proses yang dilakukan terhadap bendahara dengan tujuan untuk menuntut penggantian atas suatu kerugian yang diderita oleh negara sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh bendahara atau kelalaian dalam pelaksanaan tugas kewajibannya.
Tuntutan perbendaharaan dinilai sebesar nilai nominal dalam Surat Keputusan Pembebanan setelah dikurangi dengan setoran yan telah dilakukan oleh bendahara yang bersangkutan ke kas negara.
Dokumen sumber yang dapat digunakan untuk menentukan nilai tuntutan perbendaharaan adalah Surat Keputusan Pembebanan dan surat tanda setoran (SSBP atau STS lainnya). Dokumen mengenai TP dan TGR dapat diperoleh di biro/bagian keuangan yang mengelola TP dan TGR dimaksud.
Tuntutan ganti rugi merupakan suatu proses yang dilakukan terhadap pegawai negeri bukan bendahara dengan tujuan untuk menuntut penggantian atas suatu kerugian yang diderita oleh negara sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatatn melanggar hukum yang dilakukan oleh pegawai tersebut atau kelalaian dalam pelaksanaan tugas kewajibannya.
Tuntutan ganti rugi dinilai sebesar nilai nominal dalam Surat Keterangan Tanggungjawab Mutlak (SKTM) setelah dikurangi dengan setoran yang telah dilakukan oleh pegawai yang bersangkutan ke kas negara.
Dokumen sumber yang dapat digunakan untuk menentukan nilai tuntutan ganti rugi adalah Surat Keterangan Tanggungjawab Mutlak dan bukti setor berupa STS atau SSBP.
Jurnal untuk mencatat saldo awal Tuntutan Perbendaharaan/ Tuntutan Ganti Rugi adalah sebagai berikut:
Tuntutan Perbendaharaan/ Tuntutan Ganti Rugi xxx
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya xxx
4. Kemitraan Dengan Pihak Ketiga
Kemitraan Dengan Pihak Ketiga adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang mempunyai komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama dengan menggunakan aset dan/atau hak usaha yang dimiliki.
Dokumen sumber yang dapat digunakan untuk membukukan kemitraan dengan pihak ketiga adalah kontrak kerjasama dengan pihak ketiga yang bersangkutan.
Bentuk kemitraan tersebut anatara lain berupa Bangun, Kelola, Serah (BKS) dan Bangun, Serah, Kelola (BSK).
BKS adalah suatu bentuk kerjasama berupa pemanfaatan aset pemerintah oleh pihak ketiga/investor, dengan cara pihak ketiga/investor tersebut mendirikan bangunan dan/atau sarana lain berikut fasilitasnya serta mendayagunakannya dalam jangka waktu tertentu, untuk kemudian menyerahkan kembali bangunan dan atau sarana lain berikut fasilitasnya kepada pemerintah setelah berakhirnya jangka waktu yang disepakati (masa konsensi). Dalam perjanjian ini pencatatannya dilakukan terpisah oleh masing-masing pihak.
BKS dicatat sebesar nilai aset yang diserahkan oleh pemerintah kepada pihak ketiga/investor untuk membangun aset BKS tersebut. Aset dalam BKS ini disajikan terpisah dari Aset Tetap.
BSK adalah pemanfaatan aset pemerintah oleh pihak ketiga/investor, dengan cara pihak ketiga/investor tersebut mendirikan bangunan dan/atau sarana lain berikut fasilitasnya kemudian menyerahkan aset yang dibangun tersebut kepada pemerintah untuk dikelola sesuai dengan tujuan pembangunan aset tersebut. Penyerahan aset oleh pihak ketiga/investor kepada pemerintah disertai dengan kewajiban pemerintah untuk melakukan pembayaran kepada pihak ketiga/investor. Pembayaran oleh pemerintah ini dapat juga dilakukan secara bagi hasil.
BSK dicatat sebesar nilai perolehan aset yang dibangun yaitu sebesar nilai aset yang diserahkan pemerintah ditambah dengan jumlah aset yang dikeluarkan oleh pihak ketiga/investor untuk membangun aset tersebut.
Jurnal untuk mencatat Kemitraan dengan Pihak Ketiga adalah sebagai berikut:
Kemitraan dengan Pihak Ketiga xxx
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya xxx
H. Aset Lain-lain
Pos Aset Lain-lain digunakan untuk mencatat aset lainnya yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam Aset Tak Berwujud, Tagihan Penjualan Angsuran, Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi serta Kemitraan dengan Pihak Ketiga. Contoh aset lain-lain adalah aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah.
Jurnal untuk mencatat Aset Lain-lain adalah sebagai berikut:
Aset Lain-lain xxx
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya xxx
I. Kewajiban Jangka Pendek
Kewajiban jangka pendek merupakan kewajiban yang diharapkan akan dibayar kembali atau jatuh tempo dalam waktu dua belas bulan setelah tanggal neraca.
1. Belanja Yang Masih Harus Dibayar
Utang ini berasal dari kontrak atau perolehan barang/jasa yang belum dibayar sampai dengan tanggal neraca. Akun ini pada umumnya muncul di satuan kerja pengguna anggaran karena pengguna anggaran yang melakukan kegiatan perolehan barang/jasa.
Jurnal untuk mencatat Belanja Yang Masih Harus Dibayar adalah sebagi berikut:
Dana yang harus Disediakan untuk Pembayaran
Utang Jangka Pendek xxx
Belanja Yang Masih Harus Dibayar xxx
2. Uang Muka dari KUN
Uang Muka dari KUN merupakan utang yang timbul akibat bendahara Kementerian Negara/Lembaga belum menyetor sisa UYHD/UP sampai dengan tanggal neraca.
Nilai yang dicantumkan dalam neraca untuk akun ini adalah sebesar saldo uang muka yang belum disetorkan ke kas negara pada tanggal neraca.
Jurnal untuk Uang Muka KUN adalah sebagi berikut:
Kas di Bendahara Pengeluaran xxx
Uang Muka dari Kas Umum Negara xxx
J. Ekuitas Dana
Ekuitas dana merupakan pos pada neraca pemerintah yang menampung selisih antara aset dan kewajiban pemerintah. Pos Ekuitas Dana terdiri dari:
1. Ekuitas Dana Lancar
2. Ekuitas Dana Investasi
3. Ekuitas Dana Cadangan
1. Ekuitas Dana Lancar
Ekuitas Dana Lancar merupakan selisih antara aset lancar dengan kewajiban jangka pendek/lancar. Ekuitas Dana Lancar antara lain adalah Pendapatan yang ditangguhkan, Cadangan Piutang, Cadangan Persediaan dan Dana yang Harus Disediakan Untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang.
Pendapatan yang ditangguhkan merupakan akun lawan untuk menampung kas di bendahara penerima, cadangan piutang adalah akun lawan yang dimaksudkan untuk menampung piutang lancar, sedangkan cadangan persediaan adalah akun lawan dari aset lancar yang berupa persediaan.
2. Ekuitas Dana Investasi
Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah yang tertanam dalam investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset lainnya, dikurangi dengan kewajiban jangka panjang. Pos ini terdiri dari:
a. Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang, yang merupakan akun lawan dari Investasi Jangka Panjang
b. Diinvestasikan dalam Aset Tetap, yang merupakan akun lawan dari Aset Tetap
c. Diinvestasikan dalan Aset Lainnya, yang merupakan akun lawan Aset Lainnya
3. Ekuitas Dana Cadangan
Ekuitas Dana Cadangan mencerminkan kekayaan pemerintah yang dicadangkan untuk tujuan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Akun ini merupakan akun lawan dari Dana Cadangan.
K. Telaah Akun Neraca
1. Kas di Bendahara Pengeluaran
Saldo normal untuk akun Kas di Bendahara Pengeluaran adalah debit. Pada saat terjadi penambahan Kas di Bendaharawan Pengeluaran, maka akun ini dicatat di debit sebesar penambahannya. Sebaliknya, ketika terjadi pengurangan, maka akun ini dikredit sebesar pengurangannya. Akun Kas di Bendahara Pengeluaran disajikan di Neraca sebagai bagian dari pos Aset Lancar. Penyeimbang akun Kas di Bendahara Pengeluaran adalah akun Uang Muka dari KPPN yang disajikan di Neraca sebagai bagian dari pos Kewajiban Jangka Pendek.
Berikut adalah ikhtisar yang menunjukkan Mata Anggaran Pengeluaran (MAK) dan Mata Anggaran Penerimaan (MAP) yang berpengaruh pada akun Kas di Bendahara Pengeluaran:
111411—Kas di Bendahara Pengeluaran
Kode
MAK (MAP) Uraian MAK (MAP) Debit Kredit
825111 Pengeluaran Uang Persediaan Dana Rupiah -
825112 Pengeluaran Uang Persediaan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri -
825113 Pengeluaran Uang Persediaan Pengguna PNBP (Swadana) -
(815111) (Penerimaan Pengembalian Uang Persediaan Dana Rupiah) -
(815112) (Penerimaan Pengembalian Uang Persediaan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri) -
(815113) (Penerimaan Pengembalian Uang Persediaan Pengguna PNBP (Swadana)) -
(815114) (Penerimaan Pengembalian Uang Persediaan Tahun Anggaran yang Lalu) -
Pengeluaran uang persediaan dengan MAK 825111, 825112, dan 825113 dibukukan dari SPM/SP2D DUP dan TUP pada kolom pengeluaran. Penerimaan pengembalian uang persediaan dengan MAP 815111, 815112, dan 815113 dicatat dari SPM/SP2D pada kolom potongan atau dari SSBP yang digunakan untuk menyetor pengembalian uang persediaan. Penerimaan pengembalian uang persediaan dengan MAP 815114 dicatat dari SSBP yang digunakan untuk menyetor sisa Uang Persediaan tahun anggaran yang lalu.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam telaah atas akun Kas di Bendahara Pengeluaran pada akhir periode:
a. Jika akun Kas di Bendahara Pengeluaran memiliki nilai positif:
Tanyakan kepada bendahara pengeluaran, apakah secara aktual jumlah tersebut memang masih ada?
• Jika jawabannya ya, berarti akun Kas di Bendahara Pengeluaran sudah menyajikan nilai sesuai dengan kenyataannya. Pastikan bahwa saldo kas tersebut telah disetorkan pada bulan Januari tahun anggaran berikutnya dan tidak diperhitungkan dengan UP tahun anggaran berikutnya yang dibuktikan dengan bukti setoran berupa SSBP.
• Jika jawabannya tidak, dalam arti secara aktual sudah tidak ada lagi kas di bendahara pengeluaran, maka ada kemungkinan masih terdapat SPM/SP2D GU Nihil atau SSBP Pengembalian Uang Persediaan yang belum dibukukan. Karenanya, pastikan kembali SPM/SP2D GU Nihil serta SSBP penyetoran kembali uang persediaan telah direkam dan diposting tanpa terkecuali. Pengujian hasil posting dapat dilihat dari cetakan buku besar Kas di Bendahara Pengeluaran.
b. Jika akun Kas di Bendahara Pengeluaran memiliki nilai negatif:
Tanyakan kepada bendahara pengeluaran, berapa saldo kas di bendahara pengeluaran yang secara aktual masih ada?
• Jika jawabannya adalah 0, dalam arti sudah tidak ada lagi, maka pastikan kembali bahwa SPM/SP2D Dana Uang Persediaan serta Tambahan Uang Persediaan sudah direkam dan diposting secara keseluruhan tanpa terkecuali.
• Jika jawabannya adalah masih ada dengan nilai positif, maka perlu dipastikan kembali kelengkapan SPM/SP2D yang berkaitan dengan uang persediaan dan merekam serta memosting SPM/SP2D uang persediaan yang terlewat.
• Ada kemungkinan lain, bendahara pengeluaran melakukan penyetoran kembali uang persediaan melalui SSBP yang jumlahnya lebih besar dari sisa uang persediaan pada akhir periode.
2. Aset Tetap
Saldo normal untuk akun-akun pada pos Aset Tetap adalah debit. Pada saat terjadi penambahan nilai akun-akun pada pos Aset Tetap, maka akun-akun ini didebit sebesar penambahannya. Sebaliknya, ketika terjadi pengurangan, maka akun-akun ini dikredit sebesar pengurangannya. Penyeimbang nilai total akun-akun Aset Tetap adalah akun Diinvestasikan dalam Aset yang disajikan di Neraca sebagai bagian dari pos Ekuitas Dana Investasi.
Berikut adalah akun-akun (baik yang final maupun sementara) yang tercakup dalam pos Aset Tetap:
Kode
Akun Uraian Akun
131111 Tanah
131211 Tanah Sebelum Disesuaikan
131311 Peralatan dan Mesin
131411 Peralatan dan Mesin Sebelum Disesuaikan
131511 Gedung dan Bangunan
131611 Gedung dan Bangunan Sebelum Disesuaikan
131711 Jalan, Irigasi, dan Jaringan
131811 Jalan, Irigasi, dan Jaringan Sebelum Disesuaikan
131911 Aset Tetap Lainnya
132111 Konstruksi Dalam Pengerjaan
Akun-akun aset tetap dengan kata-kata ”sebelum disesuikan“ merupakan akun sementara yang merupakan hasil penjurnalan setiap kali terjadi belanja modal. Akun sementara ini tidak boleh muncul dalam penyajian neraca pada akhir periode akuntansi. Jika pada tanggal neraca masih terdapat saldo akun ini, maka harus direklasifikasi ke dalam akun aset tetap yang bersesuaian, meliputi: Tanah; Peralatan dan Mesin; Gedung dan Bangunan; Jalan, irigasi, dan jaringan; Aset Tetap Lainnya; atau Konstuksi dalam Pengerjaan.
MAK-MAK belanja modal yang menimbulkan akun-akun sebelum disesuaikan:
Mata Anggaran
Pengeluaran
Akun-akun Neraca
yang ditimbulkan
Kode Uraian Kode Uraian
531111 Belanja Modal Tanah 131211 Tanah Sebelum Disesuaikan
532111 Belanja Modal Peralatan dan Mesin 131411 Peralatan dan Mesin Sebelum Disesuaikan
533111 Belanja Modal Gedung dan Bangunan 131611 Gedung dan Bangunan Sebelum Disesuaikan
5341 Belanja Modal Jalan Irigasi dan Jaringan 131811 Jalan, Irigasi, dan Jaringan Sebelum Disesuaikan
534111 Belanja Modal Jalan dan Jembatan
534112 Belanja Modal Irigasi
534113 Belanja Modal Jaringan
Akun-akun sebelum disesuaikan akan dibalik secara sistemik melalui jurnal balik yang ditimbulkan oleh proses penerimaan ADK dari UAKPB. Tentu saja ini bisa terjadi jika KPB sudah menggunakan aplikasi SABMN dan melakukan prosedur pengiriman dengan benar. Jika hal ini telah dilakukan, tetapi pada akhir periode masih tetap ada akun sebelum guna dalam penyajian neraca.
Sebagai contoh, selama tahun anggaran 200X, Satuan Kerja KLM melakukan belanja modal:
• Gedung dan bangunan (MAK 533111) sebesar Rp500.000.000.
• Peralatan dan mesin (MAK 532111) sebesar Rp200.000.000.
Selama 200X, UAKPA telah melakukan proses penerimaan ADK SABMN secara rutin tiap akhir bulan. Namun demikian pada Neraca per 31 Desember 200X, masih terdapat akun Gedung dan Bangunan Sebelum Disesuaikan sebesar Rp500.000.000.
Langkah telaah yang dilakukan:
1. Cetaklah buku besar untuk akun ”Gedung dan Bangunan Sebelum Disesuaikan”, cermatilah apakah terdapat pengkreditan sebesar Rp500.000.000 dengan jenis dokumen ”JRNBMN”?
2. Jika jawaban untuk poin 1 adalah tidak, tanyakanlah kepada petugas akuntansi SABMN apakah selama tahun 200X telah terjadi serah terima pekerjaan selesai atas pembangunan Gedung dan Bangunan dari pemborong?
3. Jika jawaban poin 2 adalah sudah, maka mintalah petugas akuntansi SABMN merekam perolehan Gedung dan Bangunan dengan bukti pendukung semua SPM/SP2D yang terkait dengan perolehan Gedung dan Bangunan tersebut. Kemudian dilakukan proses pengiriman ulang ke UAKPA, terima di SAKPA dan posting ulang.
4. Jika jawaban untuk poin 2 adalah belum, lakukan jurnal reklasifiksi dari Gedung dan Bangunan Sebelum Disesuaikan menjadi Konstruksi Dalam Pengerjaan melalui jurnal aset, dan lakukan proses posting.
BAB III
LAPORAN REALISASI ANGGARAN
L
aporan Realisasi Anggaran adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.
Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode.
Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yan menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.
Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.
Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan bagi hasil.
Surplus/defisit adalah selisih lebi/kurang antara pendaptan dan belanja selama satu periode pelaporan.
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
A. Akuntansi Anggaran
Akuntansi anggaran merupakan teknik pertanggungjawaban dan pengendalian manajemen yang digunakan untuk membantu pengelolaan pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan. Akuntansi Anggaran diselenggarakan pada saat anggaran disahkan dan anggaran dialokasikan.
Akuntansi anggaran diselenggarakan sesuai dengan struktur anggaran yang terdiri dari anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Anggaran pendapatan meliputi estimasi pendapatan yang dijabarkan menjadi alokasi estimasi pendapatan. Anggaran belanja terdiri dari apropriasi yang dijabarkan menjadi otorisasi kredit anggaran (allotment). Anggaran pembiayaan terdiri adri penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Apropriasi merupakan anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan mandat yang diberikan kepada presiden/gubernur/bupati/walikota untuk melakuakn pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan.
Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah guna membiayai pengeluran-pengeluran selama periode otorisasi tersebut.
B. Akuntansi Pendapatan
Pendapatan diakui saat diterima pada Rekening Umum Negara/Daerah.
Pendapatan diklasifikasikan menurut jenis pendapatan. Pendapatan dibagi menjadi:
1. Pendapatan Pajak
2. Pendapatan Negara Bukan Pajak
3. Hibah.
Akuntansi pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). Pengembalian atas pendapatan yang sifatnya normal dan berulang (recurring) atas penerimaan pendapatan pada periode penerimaan maupun pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang sama. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-recuring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang sama. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang ekuitas dana lancar pada periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut. Berdasarkan Bagan Akun Standar tidak terdapat Mata Anggaran khusus untuk pengembalian pendapatan, apabila terjadi pengembalian pendapatan maka menggunakan Mata Anggaran yang sama pada saat melakukan membukukan pendapatan.
C. Akuntansi Belanja
Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/ Daerah. Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan.
Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja), organisasi, dan fungsi. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja yang didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas. Klasifikasi ekonomi untuk pemerintah pusat yaitu belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.
Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari pemerintah pusat yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja operasi antara lain meliputi belanja pegawai, belanja barang, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial.
Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, dan aset tak berwujud.
Belanja lain-lain/tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penangulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat.
Klasifikasi belanja menurut ekonomi (jenis belanja) adalah sebagai berikut :
- belanja operasi
o belanja pegawai
o belanja barang
o bunga
o subsidi
o hibah
o bantuan sosial
- belanja modal:
o belanja aset tetap
o balanja aset lainnya
- belanja lain-lain/takterduga
Klasifikasi menurut organisasi yaitu klasifikasi berdasarkan unit organisasi pengguna anggaran. Klasifikasi belanja menurut organisasi di lingkungan pemerintahm pusat antara lain belanja per kementerian negara/lembaga berserta unit organisasi di bawahnya.
Klasifikasi menurut fungsi adalah klasifikasi yang didasarkan pada fungsi-fungsi utama pemerintah pusat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Klasifikasi belanja menurut fungsi adalah sebagai berikut:
1. Pelayanan Umum
2. Pertahan
3. Ketertiban dan Keamanan
4. Ekonomi
5. Perrlindungan Lingkungan Hidup
6. Perumahan dan Pemukiman
7. Kesehatan
8. Pariwisata dan Budaya
9. Agama
10. Perlindungan Sosial
Realisasi anggaran belanja dilaporkan sesuai dengan klasifikasi yang di tetapkan dalam dokumen anggaran.
Koreksi atas pengeluaran belanja (penerimaan kembali belanja) yang terjadi pada periode pengeluaran belanja dibukukan sebagai pengurang belanja pada periode yang sama. Apabila diterima pada periode berikutnya, koreksi atas pengeluaran belanja dibukukan dalam pendapatan lain-lain.
D. Telaah Akun Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Laporan Realisasi Pengembalian Pendapatan
Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.
Pendapatan ada tiga kelompok :
1. Pendapatan Pajak (41XXXX)
2. Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) (42XXXX)
3. Hibah (43XXXX)
Akuntansi pendapatan:
1. Pendapatan diakui berdasarkan prinsip basis kas dalam akuntansi pemerintahan. Pendapatan diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Umum Negara/Daerah;
2. Pendapatan diklasifikasikan menurut jenis pendapataan;
3. Akuntansi pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).
Pendapatan dilaporkan dalam laporan Realisasi Anggaran Pendapatan. Laporan Realisasi Pendapatan merupakan laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan yang diperbamndingkan dengan anggarannya dalam satu Periode.
Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan terdiri dari:
1. Laporan Realisasi Pendapatan: Menurut Mata Anggaran
2. Laporan Realisasi Pendapatan: Menurut Program-Kegiatan
Laporan realisasi pendapatan merupakan laporan yang berisi data dari dokumen sumber yang berupa SSBP, SSP, SSBC, dan SSPB yang telah memiliki Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). Apabila formulir tersebut belum memiliki NTPN, maka belum bisa diakui sebagai penerimaan negara.
Langkah-langkah telaah laporan realisasi anggaran pendapatan dan laporan realisasi pengembalian pendapataan
Secara garis besar cara membaca maupun menganalisis laporan realisasi pendapataan berbeda dengan laporan realisasi anggaran belanja. Karena laporan realisasi pendapatan tidak melihat apakah realisasi yang terjadi pada anggarannya atau tidak maka yang lebih di tekankan disini adalah apakah pendapatan suatu kementerian negara/lembaga merupakan pendapataan yang wajar diterima.
1. Analisis Pendapataan Pajak
a. Pendapatan pajak dengan mata anggaran 41111X, 41112X, 41121X, 41122X, 41131X,41141X, 41161X, 41162X (SSP) masuk Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan Ditjen Pajak, Departemen Keuangan (015.04).
b. Pendapatan bea dan cukai dengan mata anggaran 411151, 41211X, 41221X, 41231X, 41232X (SSBC) masuk Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan Ditjen Bea dan Cukai, Departemen Keuangan (015.05).
Daftar Mata Anggaran untuk Pendapatan Pajak sbb:
KELOMPOK PENDAPATAN PERPAJAKAN
41 Penerimaan Perpajakan
411 Pendapatan Pajak Dalam Negeri
4111 Pendapatan Pajak Penghasilan
41111 Pendapatan PPh Migas
411111 Pendapatan PPh Minyak Bumi
411112 Pendapatan PPh Gas Alam
411113 Pendapatan PPh Lainnya dari Minyak Bumi
411119 Pendapatan PPh Migas Lainnya
41112 Pendapatan PPh Non-Migas
411121 Pendapatan PPh Pasal 21
411122 Pendapatan PPh Pasal 22
411123 Pendapatan PPh Pasal 22 Impor
411124 Pendapatan PPh Pasal 23
411125 Pendapatan PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi
411126 Pendapatan PPh Pasal 25/29 Badan
411127 Pendapatan PPh Pasal 26
411128 Pendapatan PPh Final dan Fiskal Luar Negeri
411129 Pendapatan PPh Nonmigas Lainnya
4112 Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai
41121 Pendapatan PPN
411211 Pendapatan PPN Dalam Negeri
411212 Pendapatan PPN Impor
411219 Pendapatan PPN Lainnya
41122 Pendapatan PPnBM
411221 Pendapatan PPnBM dalam Negeri
411222 Pendapatan PPnBM Impor
411229 Pendapatan PPnBM Lainnya
4113 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan
41131 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan
411311 Pendapatan PBB Pedesaan
411312 Pendapatan PBB Perkotaan
411313 Pendapatan PBB Perkebunan
411314 Pendapatan PBB Kehutanan
411315 Pendapatan PBB Pertambangan
411319 Pendapatan PBB Lainnya
4114 Pendapatan BPHTB
41141 Pendapatan BPHTB
411411 Pendapatan BPHTB
4115 Pendapatan Cukai
41151 Pendapatan Cukai
411511 Pendapatan Cukai Hasil Tembakau
411512 Pendapatan Cukai Ethyl Alkohol
411513 Pendapatan Cukai Minuman mengandung Ethyl Alkohol
411514 Pendapatan Denda Administrasi Cukai
411519 Pendapatan Cukai Lainnya
4116 Pendapatan Pajak Lainnya
41161 Pendapatan Pajak Lainnya
411611 Pendapatan Bea Meterai
411612 Pendapatan dari Penjualan Benda Materai
411619 Pendapatan Pajak Tidak Langsung Lainnya
41162 Pendapatan Bunga Penagihan Pajak
411621 Pendapatan Bunga Penagihan PPh
411622 Pendapatan Bunga Penagihan PPN
411623 Pendapatan Bunga Penagihan PPnBM
411624 Pendapatan Bunga Penagihan PTLL
412 Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional
4121 Pendapatan Bea Masuk
41211 Pendapatan Bea Masuk
412111 Pendapatan Bea Masuk
412112 Pendapatan Bea Masuk ditanggung Pemerintah atas Hibah (SPM Nihil)
412113 Pendapatan Denda Administrasi Pabean
412114 Pendapatan Bea Masuk dalam rangka Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE)
412119 Pendapatan Pabean Lainnya
4122 Pendapatan Pajak/pungutan ekspor
41221 Pendapatan Pajak/pungutan ekspor
412211 Pendapatan Pajak/pungutan ekspor
2. Analisa PNBP
Sesuai dengan PP no. 22 tahun 1997, PNBP dibagi menjadi dua bagian:
a. PNBP Umum
PNBP ini merupakan PNBP yan pelaksanaan pemungutannya ada di seluruh Kementerian Negara/Lembaga. PNBP ini terdiri dari:
1. Penerimaan kembali belanja TAYL.
Penerimaan kembali belanja yang diterima pada periode berikutnya dengan mata anggaran 42391X (pendapatan Lain-lain).
2. Penerimaan hasil penjualan barang /kekayaan negara.
3. Penerimaan hasil penyewaan barang /kekayaan negara.
4. Penerimaan hasil penyimpanan uang negara (jasa giro).
5. Penerimaan ganti rugi atas kerugian negara (Tuntutan Ganti Rugi dan Tuntutan Perbendaharaan).
6. Penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah.
7. Penerimaan dari hasil penjualan dokumen lelang.
b. PNBP Khusus
PNBP khusus adalah PNBP yang pelaksanaan pemungutannya hanya dilakukan oleh satu kementerian negara/lembaga tertentu yang mengacu kepada tugas pokok dan fungsi masing-masing kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.
Untuk melakukan telaah terhadap Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan perlu diperhatikan PNBP khusus, karena tidak boleh PNBP khusus ini diterima oleh kementerian negara/lembaga yang tidak berhak. Sebagian dari PNBP khusus yang terdapat pada Kementerian Negara/Lembaga dapat dicontohkan sebagai berikut, antara lain:
1. Departemen Keuangan (015.06) yaitu MAP 421111 Pendapatan minyak bumi, 421211 Pendapatan bagian pemerintah dan penjualan gas alam, 422111 Pendapatan laba BUMN perbankan, 422121 Pendapatan laba BUMN non perbankan.
2. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (020) yaitu MAP 421211 Pendapatan Iuran Tetap, 421312 Pendapatan royalti batubara, 423113 Pendapatan penjualan hasil tambang.
3. Departemen Kehutanan (029) yaitu Pendapatan Kehutanan (mata anggaran 4214XXX) dan MAP 423142 Pendapatan Tempat Hiburan/Taman/Museum dan Pungutan Usaha Pariwisata Alam (PUPA).
4. Departemen Kelautan dan Perikanan (032) yaitu Pendapatan perikanan (mata anggaran 4215XX).
5. Departemen Pertanian (018) yaitu MAP 423112 Pendapatan Penjualan Hasil Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan, 423112 Pendapatan Penjualan Hasil Peternakan dan Perikanan; Pendapatan dari Pendaftaran Pestisida, Royalti Hasil Penelitian dan Pembuatan Label Obat-obtan pertanian/Peternakan; MAP 423145 Pendapatan Sensor/ karantina, pengawasan/periksaan untuk pendapatan sensor/karantina, pengawasan, pemeriksaan.
6. Kejaksaan Agung (006) yaitu MAP 423114 Pendapatan penjualan hasil sitaan/rampasan dan harta peninggalan.
7. Departemen Pekerjaan Umum (033) yaitu MAP 423123 Pendapatan penjualan sewa beli.
8. Departemen Pendidikan Nasional (023) yaitu MAP 423142 Pendapatan tempat hiburan/taman/museum dan pungutan usaha pariwisata alam (PUPA); MAP 423145 Pendapatan sensor/karantina, pengawasan/pemeriksaan untuk pendapatan sensor/karantina, pengawasan, pemeriksaan.
9. LIPI (079) yaitu MAP 423142 Pendapatan tempat hiburan /taman/museum dan pungutan usaha pariwisata alam (PUPA).
10. Departemen Hukum dan HAM (013) yaitu MAP 423143 Pendapatan surat keterangan, visa, paspor, SIM, STNK, dam BPKB; MAP 423144 Pendapatan hak dan perijinan untu pendapatan dari permintaan hak paten, hak cipta maupun perpanjangan merek; MAP 423156 Pendapatan uang pewarganegaraan.
11. Departemen Perindustrian/Perdagangan (019 dan/atau 090) yaitu Pendapatan wajib daftar perusahaan, pengujian mutu barang dan sertifikasi mutu barang; MAP 423145 Pendapatan sensor/karantina, pengawasan/pemeriksaan untuk pendapatan sensor/karantina, pengawasan, pemeriksaan.
12. Departemen Perhubungan (022) yaitu biaya hak penggunaan frekuensi radio, biaya ijin amatir radio, MAP 423148 Pendapatan jasa bandar udara, kepelabuhan, dan kenavigasian, 423152 Pendapatan jasa telekomunikasi.
13. Departemen Tenaga Kerja (026) yaitu Pendapatan hak dan perijinan tenaga kerja.
14. BPN (056) yaitu Pendapatan hak dan perijinan pertanahan.
15. Departemen Kesehatan (024) yaitu MAP 423145 Pendapatan sensor/karantina, pengawasan/pemeriksaan untuk pendapatan sensor/karantina, pengawasan, pemeriksaan di berbagai departemen (018, 019, 023, 024).
16. pendapatan sesuai dengan tugas dan fungsi di seluruh departemen yaitu MAP 423146 Pendapatan jasa tenaga, pekerjaan, informasi,pelatihan, teknologi, pendapatan BPN, pendapatan DJBC. Pendapatan tersebut meliputi pendapatan jasa teknologi sesuai dengan tugas dan fungsi di seluruh departemen. Pendapatan BPN (pelayanan pendaftaran tanah yang meliputi: pengukuran dan pemetaan tanah untuk pertama kali, pemeliharaan data pendaftaran tanah, pelayanan konsulidasi tanah secara swadaya, pelayanan redistribusi tanah, pelayanan periksaan tanah, pelayanan informasi pertanahan); jasa pekerjaan yang berasal dari cukai dan kepabeanan.
17. Departemen Agama (025) yaitu MAP 423147 Pendapatan jasa Kantor Urusan Agama .
18. Departemen Sosial (027) yaitu MAP 423153 Pendapatan iauran lelang untuk fakir miskin.
19. Departemen Dalam Negeri (011) yaitu Map 4223154 Pendapatan jasa catatan sipil.
20. Departemen Keuangan (015) yaitu map 423155 Pendapatan biaya penagihan pajak negara dengan surat paksa, MAP 423157 Pendapatan bea lelang, MAP 423158 Pendapatan biaya pengurusan piutang dan lelang negara.
21. Departemen Luar Negeri (011) yaitu Map 423161 Pendapatan dari pemberian surat perjalanan RI, 423162 Pendapatan dari jasa pengurusan dokumen konsuler.
3. Analisis Pendapatan Hibah
Pendapatan hibah dapat berasal dari hibah dalam negeri dan hibah luar negeri. Pendapatan hibah terdapat di seluruh kementerian negara/lembaga akan tetapi yang melakukan pencatatan adalah Menteri Keuangan yang mempunyai fungsi sebagai Bendahara Umum Negara. Pendapatan hibah harus dikaitkan dengan belanja hibah yang ada di kementerian negara/lembaga. Hibah dapat berupa hibah barang, jasa maupun hibah uang dan dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan serta diungkapkan pada CaLK.
4. Analisis Laporan Realisasi Pengembalian Pendapatan
Dalam Laporan Realisasi Pengembalian Pendapatan akan berlaku prinsip:
a. Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang (recurring) atas penerimaan pendapatan pada periode penerimaan maupun pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan.
b. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang sama;
c. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang ekuitas dana lancar pada periode ditemukanyna koreksi dan pengembalian tersebut.
E. Telaah Akun Laporan Realisasi Anggaran Belanja dan Laporan Realisasi Pengembalian Belanja
Laporan Realisasi Anggaran Belanja (LRAB) menggambarkan jumlah realisasi atau jumlah belanja yang dilaksanakan/direalisasi oleh entitas akuntansi dalam satu periode pelaporan. Realisasi belanja di LRAB disajikan menurut Mata Anggaran (MA), meliputi belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, dan belanja bantuan sosial.
Klasifikasi Mata Anggaran Pengeluaran. Mata Anggaran Pengeluaran diklasifikasikan menurut jenis belanja, yaitu sebagai berikut:
1. Belanja Pegawai (51)
Belanja pegawai meliputi Belanja Gaji dan Tunjangan (511) yang digunakan untuk pembayaran gaji dan tunjangan PNS dan TNI/Polri; Belanja Honorarium/Lembur/Vakasi/Tunjangan Khusus dan Belanja pegawai Transito (512); Belanja Kontribusi Sosial (513) yang dipergunakan untuk belanja pensiun PNS/TNI/Polri, Belanja Asuransi Kesehatan dan Tunjangan Kesehatan Veteran.
Belanja pegawai merupakan transaksi yang menghasilkan perkiraan operasional. Transaksi ini akan mempengaruhi LRAB, dengan mengurangi anggaran dan menambah realisasi.
2. Belanja Barang (52)
Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Perbendaharaan no. SE-14/PB/2005 tentang Belanja Barang dan Belanja Modal dalam Perolehan dan Pemeliharaan Barang Milik Negara, Belanja Barang didefinisikan sebagai pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis dipakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat.
Belanja barang meliputi Belanja Barang dan Jasa (521,522), Belanja Pemeliharaan (523), dan Belanja Perjalanan Dinas (524).
Belanja Barang dan Jasa merupakan pengeluaran yang antara lain dilakukan untuk membiayai keperluan kantor sehari-hari, pengadaan barang yang habis dipakai seperti alat tulis kantor, pengadaan/penggantian inventaris kantor, langganan daya dan jasa, lain-lain pengeluaran untuk membiayai pekerjaan yang besifat non fisik dan secara langsung menunjang tugas pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga, pengadaan inventaris kantor yang nilainya tidak memenuhi syarat nilai kapitalisasi minimum sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 01/KMK.12/2001 dan pengeluaran jasa non fisik seperti pengeluaran untuk biaya pelatihan dan penelitian.
Belanja Pemeliharaan adalah pengeluaran yang dimaksudkan untuk mempertahankan aset tetap atau aset lainnya yang sudah ada ke dalam kondisi normal tanpa memperhatikan besar kecilnya jumlah belanja. Belanja Pemeliharaan meliputi antara lain pemeliharaan tanah, gedung dan bangunan kantor, rumah dinas, kendaraan bermotor dinas, perbaikan peralatan dan sarana gedung, jalan jaringan, irigasi, peralatan dan mesin dan lain-lain sarana yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemrintahan.
Belanja Perjalanan Dinas merupakan pengeluaran yang dilakukan untuk membiayai perjalanan dinas dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi, dan jabatan.
Belanja barang merupakan transaksi yang menghasilkan perkiraan operasional. Transaksi in dicatat sebagai realisasi belanja dalam LRA.
3. Belanja Modal (53)
Menurut Surat Edaran Dirjen Perbendaharaan no. SE-14/PB/2005 tentang Belanja Barang dan Belanja Modal dalam Perolehan dan Pemeliharaan Barang Milik Negara, Belanja Modal dimkasudkan untuk menampung pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal. Belanja Modal meliputi belanja modal tanah (531), belanja modal mesin dan peralatan (532), belanja modal gedung dan bangunan (533), belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan (534), dan belanja modal fisik lainnya (535).
Belanja modal terdiri dari:
a. Pengeluaran untuk perolehan barang milik negara, baik berupa aset tetap, maupun aset lainnya yang memberi masa manfaat lebih dari setahun, baik dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, maupun dalam bentuk fisik lainnya seperti buku, binatang dan sebagainya.
b. Pengeluaran setelah perolehan yang mengakibatkan bertambahnya masa manfaat, kapasitas, kualitas, dan volume aset yang telah dimiliki lainnya.
c. Pengeluaran untuk perolehan aset yang tidak ditujukan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, contoh pengadaan buku untuk perpustakaan.
d. Pengeluaran mulai dari pengadaan/perolehan aset sampai dengan aset yang diadakan/diperoleh siap untuk digunakan.
e. Pengeluaran untuk perolehan/penambahan aset tetap atau aset lainnya yang besarnya melebihi batas nilai satuan kapitalisasi sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan RI no. 01/KMK.12/2001.
f. Pengeluaran untuk belanja perjalanan dan jasa yang terkait dengan perolehan aset tetap atau aset lainnya, termasuk didalamnya biaya konsultan perencana, konsultan pengawas, dan pengembangan perangkat lunak/software.
Belanja modal merupakan transaksi yang menghasilkan perkiraan operasional. Transaksi ini dicatat sebagai realisasi belanja dalam LRAB.
4. Belanja Pembayaran Bunga Utang (54)
Digunakan untuk membiayai pembayaran bunga uatng dalam negeri dan luar negeri serta pembayaran discount surat utang dalam negeri dan luar negeri.
Belanja Pembayaran Bunga Utang merupakan transaksi yang menghasilkan perkiraan operasional. Transaksi ini dicatat sebagai realisasi belanja dalam LRAB.
5. Belanja Subsidi (55)
Terdiri dari Belanja Subsidi Perusahaan Negara dan Belanja Subsidi Perusahaan Swasta. Belanja Subsidi merupakan transaksi yang menghasilkan perkiraan operasional. Transaksi ini dicatat sebagai realisasi belanja dalam LRAB.
6. Belanja Hibah (56)
Terdiri dari Hibah Kepada Pemerintah Luar Negeri, Hibah Kepada Organisasi Internasional, dan Hibah Kepada Pemerintah Daerah. Belanja Hibah merupakan transaksi yang menghasilkan perkiraan operasional. Transaksi ini dicatat sebagai realisasi belanja dalam LRAB.
7. Belanja Bantuan Sosial (57)
Digunakan untuk pengeluaran negara dalam bentuk trnasfer uang/barang yang diberikan kepada masyarakat melalui kementerian negara/lemabga, guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.
Belanja Bantuan Sosial merupakan transaksi yang menghasilkan perkiraan operasional. Transaksi ini dicatat sebagai realisasi belanja dalam LRAB.
8. Belanja Lain-lain (58)
Digunakan untuk pengeluaran atau belanja pemerintah pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, dan cadangan umum.
Belanja Lain-lain merupakan transaksi yang menghasilkan perkiraan operasional. Transaksi ini dicatat sebagai realisasi belanja dalam LRAB.
Pengembalian Belanja. Mata anggaran pengembalian belanja:
1. Pengembalian belanja atas realisasi belanja tahun berjalan menggunakan mata anggaran yang sama pada waktu melakukan belanja (5XXXXX) dan disajikan pada laporan realisasi belanja dan laporan pengembalian belanja.
2. Pengembalian belanja tahun anggaran lalu menggunakan mata anggaran pendapatan lain-lain (42391X) dan disajikan di laporan realisasi pendapatan.
3. Pengembalian uang persediaan menggunakan mata anggaran pengembalian uang persediaan (815XXX), tidak mempengaruhi laporan realisasi anggaran belanja tetapi mengurangi akun Kas di Bendahara Pengeluaran di neraca.
BAB IV
JURNAL STANDARD
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) yang terdiri dari Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga. Masing - masing sistem tersebut dalam pelaksanaannya akan melakukan proses akuntansi yang akan dimulai dari dokumen sumber sampai menghasilkan suatu laporan keuangan. Dalam pelaksanaan proses akuntansi tersebut perlu dilakukan penjurnalan terhadap masing masing transaksi keuangan yang dilakukan. Bagian ini akan membahas secara detail mengenai Jurnal Standar yang dipergunakan dalam memproses transaksi-transaksi keuangan dimaksud. Jurnal Standar dikelompokkan menjadi lima kelompok besar yaitu :
1. Jurnal standar APBN.
2. Jurnal standar DIPA.
3. Jurnal standar Saldo Awal.
4. Jurnal standar Realisasi.
5. Jurnal standar Penutup.
A. Jurnal APBN
Jurnal Standar APBN terdiri dari Estimasi Pendapatan, Appropriasi belanja, Estimasi Penerimaan Pembiayaan dan Appropriasi Pengeluaran Pembiayaan.
1. Estimasi Penerimaan
Jurnal Standar untuk Estimasi Pendapatan dilakukan dengan mendebet perkiraan Estimasi Pendapatan masing-masing jenis pendapatan, dan mengkredit Surplus/defisit dengan jumlah yang sama dengan besarnya estimasi pendapatan dalam APBN. Jurnal Standar untuk estimasi pendapatan hanya dilakukan oleh SAKUN, sedangkan pada SAI dan SAU transaksi ini tidak dijurnal. Jurnal standar dimaksud adalah:
a. Estimasi Penerimaan Perpajakan.
DR. Estimasi Pendapatan Pajak XXX
CR. Surplus/Defisit XXX
b. Estimasi Penerimaan Negara Bukan Pajak.
DR. Estimasi Pendapatan Negara Bukan Pajak XXX
CR. Surplus/Defisit XXX
c. Estimasi Penerimaan Hibah.
DR. Estimasi Pendapatan Hibah XXX
CR. Surplus/Defisit XXX
2. Appropriasi Belanja
Jurnal Standar untuk Appropriasi Belanja dilakukan dengan mendebet perkiraan Surplus/defisit, dan mengkredit Appropriasi belanja dari masing-masing jenis belanja dengan jumlah yang sama dengan besarnya apropriasi belanja dalam APBN. Jurnal Standar aprropriasi belanja hanya dilakukan oleh SAKUN, sedangkan pada SAI dan SAU transaksi ini tidak dijurnal. Jurnal standar dimaksud adalah:
a. Appropriasi Belanja Pegawai.
DR. Surplus/Defisit XXX
CR. Appropriasi Belanja Pegawai XXX
b. Appropriasi Belanja Barang.
DR. Surplus/Defisit XXX
CR. Appropriasi Belanja Barang XXX
c. Appropriasi Belanja Modal.
DR. Surplus/Defisit XXX
CR. Appropriasi Belanja Modal XXX
d. Appropriasi Belanja Pembayaran Bunga
DR. Surplus/Defisit XXX
CR. Appropriasi Belanja Pembayaran Bunga Utang XXX
e. Appropriasi Belanja Bantuan Sosial
DR. Surplus/Defisit XXX
CR. Appropriasi Belanja Bantuan Sosial XXX
f. Appropriasi Belanja Lain-lain
DR. Surplus/Defisit XXX
CR. Appropriasi Belanja Lain-lain XXX
g. Appropriasi Belanja Dana Perimbangan
DR. Surplus/Defisit XXX
CR. Appropriasi Belanja Dana Perimbangan XXX
j. Appropriasi Belanja Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
DR. Surplus/Defisit XXX
CR. Appropriasi Belanja Dana Otsus XXX
3. Estimasi Penerimaan Pembiayaan.
Jurnal Standar untuk Estimasi Penerimaan Pembiayaan dilakukan dengan mendebet perkiraan Estimasi Penerimaan Pembiayaan masing-masing jenis penerimaan pembiayaan, dan mengkredit Pembiayaan Netto dengan jumlah yang sama dengan besarnya estimasi penerimaan pembiayaan dalam APBN. Jurnal Standar ini hanya dilakukan oleh SAKUN, sedangkan pada SAI dan SAU transaksi ini tidak dijurnal.
Jurnal standar dimaksud adalah:
DR. Estimasi Penerimaan Pembiayaan XXX
CR. Pembiayaan Netto XXX
4. Appropriasi Pengeluaran Pembiayaan.
Jurnal Standar untuk Apropriasi Pengeluaran Pembiayaan dilakukan dengan mendebet perkiraan Pembiayaan Netto, dan mengkredit Appropriasi Pengeluaran Pembiayaan dengan jumlah yang sama. Jurnal Standar ini hanya dilakukan oleh SAKUN, sedangkan pada SAI dan SAU transaksi ini tidak dijurnal. Jurnal standar dimaksud adalah:
CR. Pembiayaan Netto XXX
DR. Appropriasi Pengeluaran Pembiayaan XXX
B. Jurnal DIPA
Jurnal Standar DIPA terdiri dari Estimasi Pendapatan yang dialokasikan, Allotment belanja, Estimasi Penerimaan Pembiayaan yang dialokasikan dan Allotment Pengeluaran Pembiayaan.
1. Estimasi Penerimaan yang dialokasikan.
Jurnal Standar untuk Estimasi Pendapatan yang dialokasikan dilakukan pada dua sistem yaitu SAI dan SAU, sedangkan pada SAKUN transaksi ini tidak dijurnal. Pada SAI, transaksi ini dijurnal dengan mendebet Estimasi Pendapatan yang Dialokasikan, dan mengkredit Utang Kepada KUN dengan jumlah yang sama dengan jenis pendapatan yang ada dalam DIPA. Sedangkan untuk SAU, transaksi ini dijurnal dengan mendebet Estimasi Pendapatan yang Dialokasikan, dan mengkredit Utang Kepada KUN dengan jumlah yang sama dengan jenis pendapatan yang ada dalam DIPA.
Jurnal standar dimaksud pada SAI dan SAU:
a. Estimasi Penerimaan Perpajakan yang dialokasikan.
DR. Estimasi Pendapatan Pajak yang dialokasikan xxx
CR. Utang kepada KUN xxx
b. Estimasi Penerimaan Negara Bukan Pajak yang dialokasikan.
DR. Estimasi PNBP yang dialokasikan xxx
CR. Utang kepada KUN xxx
c. Estimasi Penerimaan Hibah yang dialokasikan.
DR. Estimasi Pendapatan Hibah yang dialokasikan xxx
CR. Surplus/Defisit xxx
2. Allotment Belanja.
Jurnal Standar untuk Allotment Belanja dilakukan pada dua sistem yaitu SAI dan SAU, sedangkan pada SAKUN transaksi ini tidak dijurnal. Pada SAI, transaksi ini dijurnal dengan mendebet Piutang dari BUN, dan mengkredit Allotment Belanja ditambah uraian MAK dari masing-masing allotment belanja dalam DIPA. Untuk SAU, jurnal yang dibuat sama dengan SAI yaitu transaksi ini dijurnal dengan mendebet Estimasi Pendapatan yang Dialokasikan, dan mengkredit Utang Kepada KUN dengan jumlah yang sama dengan jenis belanja dalam DIPA. Jurnal standar
dimaksud pada SAI dan SAU:
a. Allotment Belanja Pegawai.
DR. Piutang dari KUN xxx
CR. Allotment Belanja Pegawai xxx
b. Allotment Belanja Barang.
DR. Piutang dari KUN xxx
CR. Allotment Belanja Barang xxx
c. Allotment Belanja Modal.
DR. Piutang dari KUN xxx
CR. Allotment Belanja Modal xxx
d. Allotment Belanja Pembayaran Bunga Utang.
DR. Piutang dari KUN xxx
CR. Allotment Belanja Pemabayaran Bungan Utang xxx
e. Allotment Belanja Subsidi.
DR. Piutang dari KUN xxx
CR. Allotment Belanja Subsidi xxx
f. Allotment Belanja Hibah.
DR. Piutang dari KUN xxx
CR. Allotment Belanja Hibah xxx
g. Allotment Belanja Bantuan Sosial.
DR. Piutang dari KUN xxx
CR. Allotment Belanja Bantuan Sosial xxx
h. Allotment Belanja Lain-lain.
DR. Piutang dari KUN xxx
CR. Allotment Belanja Lain-lain xxx
i. Allotment Belanja Dana Perimbangan.
DR. Piutang dari KUN xxx
CR. Allotment Belanja Dana Perimbangan xxx
j. Allotment Belanja Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
DR. Piutang dari KUN xxx
CR. Allotment Belanja Dana Otsus xxx
3. Estimasi Penerimaan Pembiayaan yang dialokasikan.
Jurnal Standar untuk Estimasi Penerimaan Pembiayaan yang Dialokasikan dilakukan pada dua sistem yaitu SAI dan SAU, sedangkan pada SAKUN transaksi ini tidak dijurnal. Pada SAI dan SAU transaksi ini dijurnal dengan mendebet Estimasi Penerimaan pembiayaan yang Dialokasikan, dan mengkredit Utang Kepada KUN dengan jumlah yang sama dengan jenis penerimaan pembiayaan dalam DIPA. Jurnal standar dimaksud pada SAI dan SAU:
DR.Estimasi Penerimaan Pembiayaan yang dialokasikan xxx
CR.Utang kepada KUN xxx
D. Allotment Pengeluaran Pembiayaan.
Jurnal Standar untuk Allotment Pengeluaran Pembiayaan dilakukan pada dua sistem yaitu SAI dan SAU, sedangkan pada SAKUN transaksi ini tidak dijurnal. Pada SAI, transaksi ini dijurnal dengan mendebet Piutang dari KUN, dan mengkredit Allotment Pengeluaran Pembiayaan dari masing-masing jenis pembiayaan dalam DIPA. Untuk SAU, jurnal yang dibuat sama dengan dimaksud pada SAI dan SAU:
DR. Piutang dari KUN xxx
CR. Allotment Pengeluaran Pembiayaan xxx
C. Jurnal Standar Saldo Awal
Jurnal Standar Saldo awal terdiri dari beberapa jurnal untuk saldo awal neraca, antara lain saldo awal Kas, Piutang, Persediaan, Aset Tetap, Aset Lainnya, Investasi Jangka Pendek, Investasi jangka Panjang , Utang PFK, Bagian Lancar Hutang, dan Hutang jangka Panjang
1. Jurnal Standar untuk Saldo Awal Kas terdiri dari:
• Kas di Bendahara Pembayar:
Jurnal SAI dan SAU adalah :
DR. Kas di Bendahara Pembayar xxx
CR. Uang Muka dari KUN (KPPN/BUN/Reksus) xxx
Jurnal SAKUN:
DR. Kas di Bendahara Pembayar xxx
CR. SAL xxx
• Kas di Bendahara Penerima:
Jurnal SAI dan SAU adalah :
DR. Kas di Bendahara Penerima xxx
CR. Pendapatan yang ditangguhkan xxx
Jurnal SAKUN:
DR. Kas di Bendahara Penerima xxx
CR. SAL xxx
• Kas di BI, KPPN.
Jurnal SAKUN
DR. Kas di BI, KPPN xxx
CR. SAL xxx
2. Jurnal Standar untuk Saldo awal Piutang
Jurnal Standar untuk Saldo awal Piutang, hanya dilakukan di SAI dan SAU, sedangkan SAKUN tidak ada jurnal. Jurnal untuk SAI dan SAU dilakukan dengan mendebet akun Piutang dan mengkredit akun Cadangan Piutang dengan jumlah yang sama. Jurnal standar saldo awal piutang adalah:
DR Piutang xxx
CR Cadangan Piutang xxx
3. Jurnal Standar untuk Saldo awal Persediaan
Jurnal Standar untuk Saldo awal Persediaan hanya dilakukan pada SAI dan SAU, jurnal untuk saldo awal piutang dilakukan dengan mendebet akun Persediaan, dan mengkredit akun Cadangan Persediaan. Jurnal standar saldo awal persediaan adalah:
DR Persediaan xxx
CR Cadangan Persediaan xxx
4. Jurnal Standar untuk Saldo awal Aset Tetap
Jurnal Standar untuk Saldo awal Aset Tetap hanya dilakukan di SAI dan SAU, sedangkan pada SAKUN saldo awal tidak ada jurnal. Jurnal untuk SAI dan SAU dilakukan dengan mendebet masing-masing akun Asset Tetap serta mengkredit akunt Diinvestasikan dalam Aset tetap dengan jumlah yang sama.
Jurnal Standar untuk saldo awal ini adalah:
DR Tanah xxx
DR Peralatan dan Mesin xxx
DR Gedung dan Bangunan xxx
DR Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx
DR Aset tetap Lainnya xxx
DR Kontruksi dalm Pengerjaan xxx
CR Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx
5. Jurnal Standar Saldo Awal Aset Lainnya
Jurnal Standar untuk Saldo Awal Aset Lainnya seperti TGR, Tagihan Penjualan Angsuran dan lain sebagainya hanya dilakukan di SAI dan SAU. Jurnal Standar untuk hal ini dilakukan dengan mendebet akun Aset Lainnya, dan mengkredit akun Diinvestasikan dalam asset tetap lainnya. Jurnal standar saldo awal asset tetap lainnya adalah:
DR Aset Lainnya xxx
CR Diinvestasikan dalam Aset Lainnya xxx
6. Jurnal Standar untuk Saldo Awal Investasi
Jurnal Standar untuk Saldo Awal Investasi baik jangka pendek maupun jangka panjang hanya dilakukan di SAI dan SAU. Jurnal Standar dilakukan dengan mendebet akun saldo awal masing-masing investasi dan mengkredit akun Diinvestasikan Dalam Investasi Jangka Panjang atau Investasi jangka pendek dengan jumlah yang sama. Jurnal saldo awal Investasi adalah:
DR Investasi Jangka Pendek xxx
CR Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Pendek xxx
DR Investasi Jangka Panjang xxx
CR Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang xxx
7. Jurnal Standar untuk Saldo Awal Hutang Jangka Pendek
Jurnal Standar untuk Saldo Awal Utang Jangka Pendek dilakukan di SAI, SAU maupun SAKUN. Jurnal yang dilakukan di SAKUN hanya menyangkut untuk Utang PFK. Jurnal dilakukan dengan mendebet Dana yang disediakan untuk pembayaran Hutang Jangka Pendek dan mengkredit masing-masing akun hutang jangka pendek dengan jumlah yang sama. Jurnal standarnya adalah:
DR Dana yang harus disediakan untuk pembayaran
Utang Jangka Pendek xxx
CR Utang Jangka Pendek xxx
8. Jurnal Standar untuk Saldo Awal Hutang Jangka Panjang
Jurnal Standar untuk Saldo Awal Hutang Jangka Panjang dilakukan di SAI dan SAU, dengan mendebet akun Dana Yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Hutang Jangka Panjang dan mengkredit akun masing-masing saldo utang jangka panjang.
DR Dana yang harus disediakan untuk pembayaran
Utang Jangka Panjang xxx
CR Utang Jangka Panjang xxx
D. Jurnal Standar Realisasi Anggaran
Jurnal Standar untuk realisasi anggaran dapat dikelompokkan kedalam beberapa jenis antara lain: Jurnal Standar UYHD, Realisasi Pendapatan, Belanja, Penerimaan Pembiayaan, Pengeluaran Pembiayaan serta Jurnal Standar Non Anggaran.
Jurnal Standar untuk UYHD antara lain terdiri dari:
1. Jurnal Standar Penyediaan Uang Persediaan .
Jurnal Standar ini dilakukan baik pada SAI, SAU dan SAKUN. Jurnal Standar untuk SAI dan SAU dilakukan dengan mendebet akun Kas di Bendaharawan Pembayar dan mengkredit Uang Muka Dari KPPN/BUN/Reksus. Sedangkan untuk SAKUN dilakukan dengan mendebet perkiraan Pengeluaran Transito dan mengkredit Kas di KPPN/BUN/Reksus.
Jurnal Standar SAI dan SAU adalah:
Kas di Bendaharawan Pembayar xxx
Uang Muka dari KUN (KPPN/BUN/Reksus) xxx
Jurnal Standar SAKUN adalah:
Pengeluaran Transito xxx
Kas di KUN (KPPN/BUN/Reksus) xxx
2. Jurnal Standar Pengembalian/Setoran Uang Persediaan.
Jurnal Standar ini dilakukan baik pada SAI, SAU maupun SAKUN. Jurnal Standar untuk SAI dan SAU dilakukan dengan mendebet Uang Muka dari KPPN/BUN/Reksus dan mengkredit Kas di Bendaharawan Pembayar sejumlah dana UYHD yang dikembalikan/disetor. Sedangkan untuk SAKUN dilakukan dengan mendebet Kas di KPPN/BUN/Reksus dan mengkredit Penerimaan Transito.
Jurnal Standar SAI dan SAU:
DR Uang Muka dari KUN (KPPN/BUN/Reksus) xxx
CR Kas di Bendaharawan Pembayar xxx
Jurnal Standar SAKUN adalah:
DR Kas di KUN (KPPN/BUN/Reksus) xxx
CR Pengeluaran Transito xxx
mengkredit akun Hutang Kepada KUN.
Jurnal untuk SAI dan SAU adalah:
Pengembalian Pendapatan Pajak + uraian MAP DR
CR Hutang Kepada KUN
Pengembalian Pendapatan Pajak + uraian MAP DR
Kas di KUN (KPPN/BUN/Reksus) CR
3. Jurnal Standar Realisasi Pendapatan.
Jurnal untuk transaksi ini dilakukan baik pada SAI, SAU maupun SAKUN. Jurnal Standar SAI dan SAU untuk realisasi pendapatan dilakukan dengan mendebet akun Hutang Kepada KUN dan mengkredit masing-masing jenis akun realisasi pendapatan. Untuk SAKUN penjurnalan transaksi ini dilakukan dengan mendebet akun Kas di KUN dan mengkredit akun masing-masing jenis akun realisasi Pendapatan.
Jurnal untuk SAI dan SAU adalah:
DR Hutang Kepada KUN xxx
CR Pendapatan Pajak /PNBP xxx
Jurnal untuk SAKUN adalah:
DR Kas di KUN (KPPN/BUN/Reksus) xxx
CR Pendapatan Pajak / PNBP xxx
4. Jurnal Standar Pengembalian Pendapatan.
Jurnal dilakukan pada SAI dan SAU dengan cara mendebet akun Pengembalian Pendapatan ditambah uraian MAP serta mengkredit akun Hutang Kepada KUN.
DR Pengembalian Pendapatan xxx
CR Hutang Kepada KUN xxx
Untuk SAKUN, penjurnalan transaksi ini dilakukan dengan mendebet akun Pengembalian Pendapatan + uraian MAP dan mengkredit akun Kas di KPPN.
Jurnal SAKUN adalah:
DR Pengembalian Pendapatan xxx
CR Kas di KUN (KPPN/BUN/Reksus) xxx
5. Jurnal Standar Realisasi Belanja.
Jurnal pada SAI dan SAU dilakukan dengan mendebet masing-masing akun Belanja, dan mengkredit Piutang dari KUN.
Jurnal SAI dan SAU adalah:
DR Belanja xxx
CR Piutang dari KUN xxx
Untuk SAKUN penjurnalan transaksi ini dilakukan dengan mendebet masing-masing akun Belanja, dan mengkredit akun Kas di KPKN/BUN.
Jurnal SAKUN adalah:
DR Belanja xxx
CR Kas di KPPN/BUN xxx
Khusus realisasi Belanja Modal, terdapat perlakuan khusus dalam pencatatan transaksi ini karena pada saat belanja modal direalisasikan tidak hanya transaksi keuangan yang terkait namun juga transaksi asset. Pencatatan ini seringkali disebut dengan jurnal ikutan atau jurnal korolari yang mengikuti setiap ada belanja modal. Jurnal korolari ini hanya dicatat dalam SAI dan SAU dengan cara mendebet akun Aset Tetap Sebelum disesuaikan, dan mengkredit akun Diinvestasikan dalam Aset Tetap. Jurnal untuk SAI dan SAU adalah:
Jurnal kololari SAI dan SAU adalah:
DR Aset Tetap Sebelum Disesuaikan xxx
CR Diinvestasikan Dalam Aset Tetap xxx
Pada saat asset tetap diakui Jurnal Standar di SAI akan dilakukan penyesuaian dengan mendebet perkiraan Aset tetap yang sudah definitif, dan mengkredit akun Diinvestasikan dalam Aset Tetap. Selain itu apabila asset tetap telah diakui maka harus ada proses pembatalan jurnal korolari yang pernah dibuat saat terjadi belanja modal yaitu dengan mendebet akun Diinvestasikan dalam Aset Tetap dan mengkredit akun Aset Tetap Sebelum Desesuaikan.
Jurnal untuk kedua hal tersebut adalah:
DR Aset Tetap xxx
CR Diinvestasikan Dalam Aset Tetap xxx
Penghapusan Korolari;
DR Diinvestasikan Dalam Aset Tetap xxx
CR Aset Tetap Sebelum Disesuaikan xxx
6. Jurnal Standar Realisasi Perngembalian Belanja.
Jurnal pada SAI dan SAU dilakukan dengan mendebet akun Pitang dari KUN, dan mengkredit Pengembalian Belanja. Jurnal pada SAI dan SAU adalah:
DR Piutang dari KUN xxx
CR Pengembalian Belanja xxx
Untuk SAKUN penjurnalan transaksi ini dilakukan dengan mendebet akun Kas di
KPPN/BUN, dan mengkredit akun Pengembalian Belanja.
Jurnal pada SAKUN adalah:
DR Kas di KPPN/BUN xxx
CR Pengembalian Belanja xxx
7. Jurnal Standar Realisasi Penerimaan Pembiayaan.
Jurnal dilakukan baik pada SAI, SAU maupun SAKUN. Jurnal Standar SAI dan SAU untuk realisasi penerimaan Pembiayaan dilakukan dengan mendebet akun Hutang Kepada KUN dan mengkredit masing-masing jenis akun Penerimaan Pembiayaan. Jurnal pada SAI dan SAU adalah:
DR Hutang Kepada KUN xxx
CR Penerimaan Pembiayaan xxx
Untuk SAKUN penjurnalan transaksi ini dilakukan dengan mendebet akun Kas di BI dan mengkredit akun masing-masing jenis akun penerimaan Pembiayaan.
Jurnal pada SAKUN adalah:
DR Kas di Bank Indonesia xxx
CR Penerimaan Pembiayaan xxx
8. Jurnal Standar Pengembalian Penerimaan Pembiayaan.
Jurnal pada SAI dan SAU dilakukan dengan cara mendebet akun Pengembalian Penerimaan Pembiayaan serta mengkredit akun Hutang Kepada KUN.
Jurnal SAI dan SAU adalah:
DR Pengembalian Penerimaan Pembiayaan xxx
CR Hutang Kepada KUN xxx
Untuk SAKUN, penjurnalan transaksi ini dilakukan dengan mendebet akun Pengembalian Penerimaan Pembiayaan mengkredit akun Kas di BI.
Jurnal pada SAKUN adalah:
DR Pengembalian Penerimaan Pembiayaan xxx
CR Kas di BI xxx
9. Jurnal Standar Realisasi Pengeluaran Pembiayaan.
Jurnal SAI dan SAU dilakukan dengan mendebet masing-masing akun engeluaran Pembiayaan, dan mengkredit Piutang dari KUN.
Jurnal SAI dan SAU adalah:
DR Pengeluaran Pembiayaan xxx
CR Piutang dari KUN xxx
Untuk SAKUN penjurnalan transaksi ini dilakukan dengan mendebet masing-masing akun Pengeluaran Pembiayaan, dan mengkredit akun Kas di BI.
Jurnal SAKUN adalah:
DR Pengeluaran Pembiayaan xxx
CR Kas di Bank Indonesia xxx
Khusus realisasi Pengeluaran Pembiayaan, terdapat perlakuan khusus dalam pencatatan transaksi ini karena pada saat terjadi belanja yang bersumber dari Pinjaman direalisasikan tidak hanya transaksi keuangan yang terkait namun juga transaksi Kewajiban. Pencatatan ini seringkali disebut dengan jurnal ikutan atau jurnal korolari yang mengikuti setiap ada Belanja yang bersumber dari pinjaman. Jurnal korolari ini hanya dicatat dalam SAI dan SAU dengan cara mendebet akun Dana yang harus disediakan untuk pembayaran utang jangka pendek/panjang, dan mengkredit akun Utang jangka pendek/panjang.
Jurnal untuk SAI dan SAU adalah:
DR Dana yang harus disediakan untuk pembayaran utang
(Jangka Pendek/Jangka Panjang) xxx
CR Utang Jangka Pendek/Panjang xxx
10. Jurnal Standar Realisasi Perngembalian Pengeluaran Pembiayaan.
Jurnal SAI dan SAU dilakukan dengan mendebet akun Piutang dari KUN, dan mengkredit Pengembalian Pengeluaran Pembiayaan.
Jurnal untuk SAI dan SAU adalah:
DR Piutang dari KUN xxx
CR Pengembalian Pengeluaran Pembiayaan xxx
Untuk SAKUN penjurnalan transaksi ini dilakukan dengan mendebet akun Kas di BI, dan mengkredit akun Pengembalian Belanja.
Jurnal SAKUN adalah:
DR Kas di Bank Indonesia xxx
CR Pengembalian Pengeluaran Pembiayaan xxx
11. Jurnal Standar Transaksi non Anggaran.
Jurnal untuk transaksi non Anggaran hanya terdapat di SAKUN saja, sedangkan pada SAI dan SAU tidak dijurnal. Jurnal untuk transaksi non Anggaran antara lain jurnal Perhitungan Pihak Ketiga dan Kiriman Uang. Jurnal tersebut terdiri dari jurnal penerimaan dan pengeluaran adapun standar jurnal dimaksud adalah:
• Jurnal Standar Penerimaan Non Anggaran:
DR. Kas Di KPKN xxx
CR Penerimaan FPK xxx
CR Penerimaan Kiriman Uang xxx
CR Penerimaan Wesel Pemerintah xxx
• Jurnal Standar Pengeluaran Non Anggaran :
DR. Pengeluaran PFK xxx
DR. Pengeluaran Kiriman Uang xxx
DR. Penerimaan Wesel Pemerintah xxx
CR. Kas di KPKN xxx
E. Jurnal Standar Penutup
Jurnal penutup mencakup SAI, SAU dan SAKUN dimana bertujuan untuk menutup seluruh perkiraan – perkiraan sementara yang bertujuan untuk penyusunan laporan keuangan. Jurnal penutup dimaksud akan terdiri dari jurnal penutup Anggaran dengan Realisasinya. Untuk perkiraan – perkiraan yang akan masuk kedalam unsur Neraca tidak dilakukan penutupan.
1. Jurnal Penutup Estimasi Pendapatan
Jurnal ini ditutup dengan cara mendebet masing-masing akun Pendapatan dan mengkredit Estimasi Pendapatan yang bersangkutan, serta memasukkan selisihnya pada akun Surplus/Defisit. Jurnal dimaksud adalah:
DR. Pendapatan Pajak XXX
DR. Pendapatan Negara Bukan Pajak XXX
DR. Pendapatan Hibah XXX
DR. Surplus/ Defisit XXX
CR Estimasi Pendapatan Pajak XXX
CR Estimasi Pendapatan Negara Bukan Pajak XXX
CR Estimasi Hibah XXX
2. Jurnal Penutup Appropriasi Belanja
Jurnal ini dilakukan dengan cara mendebet masing-masing akun Appropriasi Belanja dan mengkredit masing-masing akun belanja, serta mememasukkan
selisihnya pada akun Surplus Defisit. Jurnal dimaksud adalah:
DR. Appropriasi Belanja Pegawai XXX
DR. Appropriasi Belanja Barang XXX
DR. Appropriasi Belanja Modal XXX
DR. Appropriasi Belanja Pembayaran Bunga Utang XXX
DR. Appropriasi Belanja Subsidi XXX
DR. Appropriasi Belanja Hibah XXX
CR Surplus/Defisit XXX
CR Belanja Pegawai XXX
CR. Belanja Barang XXX
CR. Belanja Modal XXX
CR. Belanja Pembayaran Bunga Utang XXX
Jurnal yang ditutup dalam SAKUN adalah seluruh jurnal APBN, Pembiayaan Neto dan SILPA. Jurnal penutup SAKUN dilakukan dengan mendebet seluruh akun yang berada di sisi kredit dan mengkredit seluruh akun yang berada di sisi debet. Jurnal standar dimaksud adalah:
Jurnal Penutup SAKUN.
3. Jurnal Penutup Penerimaan Pembiayaan
Jurnal standar ini dilakukan dengan cara mendebet masing-masing akun Penerimaan Pembiayaan dan mengkredit masing-masing akun Estimasi Penerimaan Pembiayaan, serta memasukkan selisihnya pada akun Pembiayaan Netto.
Jurnal dimaksud adalah:
DR. Penerimaan Pembiayaan Dlm Negri Perbankan XXX
DR. Penerimaan Pembiayaan Dlm Negri Non Perbanka XXX
DR. Penerimaan Pembiayaan Pinjaman Luar Negri XXX
DR Pembiayaan Neto XXX
CR Est. Pener Pembiayaan DN Perbankan XXX
CR. Est. Pener Pembiayaan DN Non Perbanka XXX
CR. Est. Penerimaan Pembiayaan PLN XXX
4. Jurnal Penutup Pengeluaran Pembiayaan
Jurnal Standar ini dilakukan dengan cara mendebet akun Appropriasi Pengeluaran Pembiayaan dan mengkredit akun Pengeluaran Pembiayaan serta memasukkan selisihnya pada akun Pembiayaan Neto. Jurnal tersebut adalah:
DR. Appropriasi Pengeluaran Pembayaran Cicilan Pokok HLN XXX
DR. Appropriasi Pengeluaran Pembiayaan Dlm Negri Perbankan XXX
DR. Appropriasi Pengeluaran Pembiayaan DN Non Perbankan XXX
CR. Pembiayaan Neto XXX
CR. Pengeluaran Pembayaran Cicilan Pokok HLN XXX
CR. Pengeluaran Pembiayaan DN Perbankan XXX
CR. Pengeluaran Pembiayaan DN Non Perbankan XXX
5. Jurnal Penutup Pembiayaan Neto dan Surplus Defisit serta SILPA
Jurnal Standar dilakukan dengan membalik masing-masing akun surplus/defisit dan pembiayaan neto kemudian memasukkannya pada akun SILPA. Jurnal dimaksud adalah:
DR. Pembiayaan Neto XXX
DR. Surplus/Defisit XXX
CR SILPA XXX
Jurnal standar untuk menutup SILPA adalah:
DR. SILPA XXX
CR SAL XXX
6. Jurnal Penutup transaksi Non Anggaran
Jurnal penutup penerimaan dan pengeluaran transito, Kiriman Uang serta PFK. Jurnal tersebut adalah:
• Jurnal penutup penerimaan dan pengeluaran transito:
DR. Kas dalam Transito xxx
CR Pengeluaran Kiriman Uang xxx
• Jurnal penutup Kiriman Uang:
DR. Penerimaan Kiriman Uang xxx
CR. Kas dalam Transito xxx
• Jurnal Penutup PFK:
DR. Penerimaan PFK XXX
CR. Hutang PFK XXX
CR. Pengeluaran PFK XXX
F. Jurnal Penutup SAI dan SAU.
1. Jurnal penutup Estimasi Pendapatan Yang Dialokasikan pada akun Hutang Kepada KUN.
Jurnal dimaksud adalah:
DR. Penerimaan Transito XXX
DR. Kas Di Bendaharawan Pembayar XXX
CR. Pengeluaran Transito XXX
Jurnal yang ditutup dalam SAI dan SAU adalah seluruh estimasi pendapatan yang
dialokasikan, seluruh Allotment Belanja, estimasi penerimaan pembiayaan, serta allotment Jurnal ini ditutup dengan cara mendebet masing-masing akun Pendapatan dan mengkredit Estimasi Pendapatan yang dialokasikan, serta memasukkan selisihnya
DR. Pendapatan Pajak XXX
DR. Pendapatan PNBP XXX
DR. Hutang Kepada KUN XXX
CR Estimasi Pendapatan Pajak yg dialokasikan XXX
CR Estimasi Pendapatan PNBP yg dialokasikan XXX
2. Jurnal penutup Allotment Belanja
Jurnal ini ditutup dengan cara mendebet seluruh allotment belanja dan mengkredit
masingmasing akun belanja serta memasukkan selisihnya pada Piutang dari KUN.
DR. Allotment Belanja Pegawai XXX
DR. Allotment Belanja Barang XXX
DR. Allotment Belanja Modal XXX
CR Belanja Pegawai XXX
CR. Belanja Barang XXX
CR. Belanja Modal XXX
CR. Piutang Dari KUN XXX
3. Jurnal penutup Penerimaan Pembiayaan yang Dialokasikan Kepada KUN.
Jurnal standar ini dilakukan dengan cara mendebet masing-masing akun Penerimaan Pembiayaan dan mengkredit masing-masing akun Estimasi Penerimaan Pembiayaan yang dialokasikan, serta memasukkan selisihnya pada akun Hutang.Jurnal dimaksud adalah:
Jurnal dimaksud adalah:
DR. Pener Pembiayaan XXX
DR Hutang Kepada KUN XXX
CR Estimasi Penerimaan Pembiayaan yang dialokasikan XXX
4. Jurnal Penutup Pengeluaran Pembiayaan
Jurnal Standar ini dilakukan dengan cara mendebet akun Allotment Pengeluaran
Pembiayaan dan mengkredit akun Pengeluaran Pembiayaan serta memasukkan
DR. Allotment Pengeluaran Pemb Cicilan Pokok HLN XXX
DR. Allotment Pengeluaran Pembiayaan Perbankan XXX
DR Allotment Pembiayaan DN Non Perbankan XXX
CR. Piutang Dari KUN XXX
CR. Pengeluaran Pembayaran Cicilan Pokok HLN XXX
CR. Pengeluaran Pembiayaan DN Perbankan XXX
CR. Pengeluaran Pembiayaan DN Non Perbankan XXX
1.
BAB V
AKUNTANSI PIUTANG PNBP
S
etiap pejabat yang diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja, dan kekayaan negara/daerah wajib mengusahakan agar setiap piutang negara/daerah diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu sesuai dengan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Piutang negara yang dimaksud di atas termasuk piutang bukan pajak yang dikelola oleh kementerian negara/lembaga.
Selain itu piutang negara juga mencakup:
1. Pinjaman atau hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah sesuai dengan yang tercantum/ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN.
2. Pinjaman atau hibah dari Pemerintah Pusat kepada lembaga asing sesuai dengan yang tercantum/ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN (Pasal 33 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004).
Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP menyatakan bahwa jumlah penerimaan negara bukan pajak yang terutang ditentukan dengan cara ditetapkan oleh Instansi pemerintah dan dihitung sendiri oleh wajib pajak. Lebih lanjut, Pasal 10 ayat (2) menyatakan bahwa penetapan jumlah PNBP yang terutang oleh instansi pemerintah kedaluwarsa setelah 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak saat terutangnya PNBP.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, Paragraf 43 PSAP Nomor 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan menyatakan bahwa piutang pajak dan bukan pajak harus dicantumkan dalam neraca.
Lebih lanjut, Paragraf 49 PSAP Nomor 01 menyatakan bahwa piutang merupakan salah satu klasifikasi dari aset lancar. Pos-pos piutang antara lain piutang pajak, denda, penjualan angsuran, tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya yang diharapkan diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.
Berdasarkan uraian di atas, setiap kementerian negara/lembaga wajib melaksanakan penatausahaan dan akuntansi piutang PNBP yang menjadi tanggungjawabnya, sehingga piutang PNBP dapat disajikan dalam laporan keuangan dengan andal dan tepat waktu. Tujuan penatausahaan dan akuntansi piutang PNBP adalah:
1. menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu mengenai piutang;
2. mengamankan transaksi piutang PNBP melalui pencatatan, pemrosesan dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten;
3. mendukung penyelenggaraan SAPP yang menghasilkan informasi piutang PNBP sebagai dasar pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan.
Untuk tercapainya keseragaman dalam penatausahaan dan akuntansi piutang PNBP, perlu disusun pedoman mengenai penatausahaan piutang PNBP yang memberikan petunjuk kepada kementerian negara/lembaga terkait dalam melaksanakan pencatatan dan pelaporan piutang PNBP.
A. Ruang Lingkup
Pedoman penatausahaan dan akuntansi piutang PNBP ini berlaku untuk seluruh piutang yang berasal dari penerimaan negara bukan pajak yang dikelola oleh kementerian negara/lembaga.
Pedoman ini tidak mengatur penatausahaan dan akuntansi piutang PNBP yang dikelola oleh:
1. Pemerintah Daerah;
2. BUMN/BUMD;
3. Bank Pemerintah dan Lembaga Keuangan Milik Pemerintah.
B. Klasifikasi Piutang PNBP
Secara garis besar, Piutang PNBP digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:
I. Piutang dari Penerimaan Sumber Daya Alam, terdiri dari:
a. Piutang dari Pendapatan Minyak Bumi;
b. Piutang dari Pendapatan Gas Alam;
c. Piutang dari Pendapatan Pertambangan Umum;
d. Piutang dari Pendapatan Kehutanan;
e. Piutang dari Pendapatan Perikanan;
II. Piutang dari Pendapatan Bagian Laba BUMN, terdiri dari:
Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba BUMN;
III. Piutang dari Pendapatan PNBP Lainnya, terdiri dari:
a. Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa;
b. Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan;
c. Piutang dari Pendapatan Pendidikan;
d. Piutang dari Pendapatan lain-lain;
Rincian Piutang dari PNBP adalah sebagai berikut:
I. Piutang dari Penerimaan Sumber Daya Alam, terdiri dari:
a. Piutang dari Pendapatan Minyak Bumi:
Piutang dari Pendapatan Minyak Bumi;
b. Piutang dari Pendapatan Gas Alam:
Piutang dari Pendapatan Gas Alam;
c. Piutang dari Pendapatan Pertambangan Umum:
1. Piutang dari Pendapatan Iuran Tetap;
2. Piutang dari Pendapatan Royalti Batubara;
d. Piutang dari Pendapatan Kehutanan:
1. Piutang dari Pendapatan Dana Reboisasi;
2. Piutang dari Pendapatan Provisi Sumber Daya Hutan;
3. Piutang dari Pendapatan IIUPH (IHPH) Tanaman Industri;
4. Piutang dari Pendapatan IIUPH (IHPH) Bambu;
5. Piutang dari Pendapatan IIUPH (IHPH) Tanaman Rotan;
6. Piutang dari Pendapatan IIUPH (IHPH) Hutan Alam;
7. Piutang dari Pendapatan Dana Pengamanan Hutan;
8. Piutang dari Pendapatan Denda Pelanggaran Eksploitasi Hutan;
9. Piutang dari Pendapatan Iuran Menangkap/Mengambil/Mengangkut Satwa Liar/Mengambil/Mengangkut Tumbuhan Alam Hidup atau Mati (IASL/TA);
10. Piutang dari Pungutan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (PIPPA);
11. Piutang dari Pungutan Izin Pengusahaan Taman Buru (PIPTB);
12. Piutang dari Pungutan Izin Berburu di taman buru dan areal buru (PIB);
13. Piutang dari Pungutan Masuk Obyek Wisata Alam;
14. Piutang dari Iuran Hasil Usaha Pengusahaan Pariwisata Alam (IHUPA);
15. Piutang dari Iuran Hasil Usaha Perburuan di Taman Buru (IHUPA);
e. Piutang dari Pendapatan Perikanan:
1. Piutang dari Pendapatan Perikanan;
2. Piutang dari Pendapatan Penerimaan Dana Kompensasi Pelestarian Sumber Daya Alam Kelautan;
II. Piutang dari Pendapatan Bagian Laba BUMN, terdiri dari:
a. Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah Pemerintah atas Laba BUMN:
1. Piutang dari Pendapatan Laba BUMN Perbankan;
2. Piutang dari Pendapatan Laba BUMN Non Perbankan;
III. Piutang dari Pendapatan PNBP Lainnya, terdiri dari:
a. Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa;
1. Piutang dari Pendapatan Penjualan Hasil Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan;
2. Piutang dari Pendapatan Penjualan Hasil Peternakan dan Perikanan;
3. Piutang dari Pendapatan Penjualan Hasil Tambang;
4. Piutang dari Pendapatan Penjualan Hasil Sitaan/Rampasan dan Harta Peninggalan;
5. Piutang dari Pendapatan Penjualan Obat-obatan dan Hasil Farmasi Lainnya;
6. Piutang dari Pendapatan Penjualan Informasi, Penerbitan, Film, Survey, Pemetaan dan Hasil Cetakan Lainnya;
7. Piutang dari Pendapatan Penjualan Dokumen-dokumen Pelelangan;
8. Piutang dari Pendapatan Penjualan Cadangan Beras Pemerintah Dalam Rangka Operasi Pasar Murni;
9. Piutang dari Pendapatan Penjualan Lainnya;
10. Piutang dari Pendapatan Penjualan Rumah, Gedung, Bangunan dan Tanah;
11. Piutang dari Pendapatan Penjualan Kendaraan Bermotor;
12. Piutang dari Pendapatan Penjualan Sewa Beli;
13. Piutang dari Pendapatan Penjualan Aset Bekas Milik Asing;
14. Piutang dari Pendapatan Penjualan Aset Lainnya yang Berlebih/Rusak/ Dihapuskan;
15. Piutang dari Pendapatan Sewa Rumah Dinas/Rumah Negeri;
16. Piutang dari Pendapatan Sewa Gedung, Bangunan, dan Gudang;
17. Piutang dari Pendapatan Sewa Benda-benda Bergerak;
18. Piutang dari Pendapatan Sewa Benda-benda Tak Bergerak Lainnya;
19. Piutang dari Pendapatan Rumah Sakit dan Instansi Kesehatan Lainnya;
20. Piutang dari Pendapatan Tempat Hiburan/Taman/Museum dan Pungutan Usaha Pariwisata Alam (PUPA);
21. Piutang dari Pendapatan Surat Keterangan, Visa, Paspor, SIM, STNK, dan BPKB;
22. Piutang dari Pendapatan Hak dan Perijinan;
23. Piutang dari Pendapatan Sensor/Karantina, Pengawasan/Pemeriksaan;
24. Piutang dari Pendapatan Jasa Tenaga, Pekerjaan, Informasi, Pelatihan, Teknologi, Pendapatan BPN, Pendapatan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
25. Piutang dari Pendapatan Jasa Kantor Urusan Agama;
26. Piutang dari Pendapatan Jasa Bandar Udara, Kepelabuhan, dan Kenavigasian;
27. Piutang dari Pendapatan Jasa I Lainnya;
28. Piutang dari Pendapatan Jasa Lembaga Keuangan (Jasa Giro);
29. Piutang dari Pendapatan Jasa Penyelenggaraan Telekomunikasi;
30. Piutang dari Pendapatan Iuran Lelang untuk Fakir Miskin;
31. Piutang dari Pendapatan Jasa Catatan Sipil;
32. Piutang dari Pendapatan Biaya Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa;
33. Piutang dari Pendapatan Uang Pewarganegaran;
34. Piutang dari Pendapatan Bea Lelang;
35. Piutang dari Pendapatan Biaya Pengurusan Piutang dan Lelang Negara;
36. Piutang dari Pendapatan Jasa II Lainnya;
37. Piutang dari Pendapatan dari Pemberian Surat Perjalanan Republik Indonesia;
38. Piutang dari Pendapatan dari Jasa Pengurusan Dokumen Konsuler;
39. Piutang dari Pendapatan Rutin Lainnya dari Luar Negeri;
40. Piutang dari Pendapatan Bunga atas Investasi dalam Obligasi;
41. Piutang dari Pendapatan BPPN atas Bunga Obligasi;
42. Piutang dari Pendapatan Bunga dari Piutang dan Penerusan Pinjaman;
43. Piutang dari Pendapatan Bunga Lainnya;
44. Piutang dari Pendapatan Gain on Bond Redemption atas Pembelian Kembali Obligasi Dalam Negeri Jangka Panjang;
45. Piutang dari Pendapatan Premium Obligasi Negara Dalam Negeri/ Rupiah;
46. Piutang dari Pendapatan Premium Obligasi Negara Dalam Valuta Asing;
b. Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan:
1. Piutang dari Pendapatan Legalisasi Tanda Tangan;
2. Piutang dari Pendapatan Pengesahan Surat Dibawah Tangan;
3. Piutang dari Pendapatan Uang Meja (Leges) dan Upah Pada Panitera Badan Pengadilan (Peradilan);
4. Piutang dari Pendapatan Hasil Denda/Tilang dan sebagainya;
5. Piutang dari Pendapatan Ongkos Perkara;
6. Piutang dari Pendapatan Kejaksanaan dan Peradilan Lainnya;
c. Piutang dari Pendapatan Pendidikan:
1. Piutang dari Pendapatan Uang Pendidikan;
2. Piutang dari Pendapatan Uang Ujian Masuk, Kenaikan Tingkat, dan Akhir Pendidikan;
3. Piutang dari Pendapatan Uang Ujian untuk Menjalankan Praktek;
4. Piutang dari Pendapatan Pendidikan Lainnya;
d. Piutang dari Pendapatan lain-lain:
1. Piutang dari Pendapatan Minyak Mentah (DMO);
2. Piutang dari Pendapatan Lainnya dari kegiatan Hulu Migas;
3. Piutang dari Pendapatan Pelunasan Piutang Non Bendahara;
4. Piutang dari Pendapatan Pelunasan Ganti Rugi atas Kerugian yang Diderita Oleh Negara (masuk TP/TGR) Bendahara;
5. Piutang dari Penerimaan Kembali Persekot/Uang Muka Gaji;
6. Piutang dari Pendapatan Denda Keterlambatan Penyelesaian Pekerjaan Pemerintah;
7. Piutang dari Pendapatan atas Denda Administrasi PBHTB;
8. Piutang dari Penerimaan Premi Penjaminan Perbankan Nasional;
9. Piutang dari Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Pasar Modal;
10. Piutang dari Pendapatan dari Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL);
11. Piutang dari Pendapatan Registrasi Dokter dan Dokter Gigi;
12. Piutang dari Pendapatan dari Biaya Pengawasan HET Minyak Tanah;
13. Piutang dari Pendapatan Anggaran Lain-lain;
14. Piutang dari Pendapatan Iuran Badan Usaha dari kegiatan usaha penyediaan dan pendistribusian BBM;
15. Piutang dari Pendapatan Iuran Badan Usaha dari kegiatan usaha pengangkutan Gas Bumi melalui Pipa.
C. PENATAUSAHAAN PIUTANG PNBP
1. Pihak yang Terkait dengan Penatausahaan Piutang PNBP
Unit penatausahaan piutang dapat berupa unit struktural atau petugas sesuai dengan besar kecilnya organisasi dan transaksi yang ditangani. Unit penatausahaan piutang pajak adalah unit pada Direktorat Jenderal Pajak, Departemen Keuangan. Unit penatausahaan Piutang Bukan Pajak, Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran, Bagian Lancar Tagihan Tuntutan Ganti Rugi, Bagian Lancar Investasi Permanen, dan Piutang Bukan Pajak Lainnya pada Kementerian Negara/Lembaga disesuaikan dengan struktur organisasinya.
Unit penatausahaan piutang pada kementerian negara/lembaga melibatkan unit operasional, unit administrasi yang mendukung fungsi akuntansi piutang, dan unit pembukuan pada unit operasional.
a. Unit Operasional
Unit Operasional adalah unit/organisasi yang mengelola penerimaan negara pada suatu instansi. Kegiatan yang dilaksanakan oleh unit/petugas operasional adalah:
a. Membuat surat pernyataan piutang;
b. Membuat surat penagihan piutang;
c. Mengirimkan surat tagihan kepada petugas administrasi dan petugas pembukuan;
d. Membuat surat tentang penyerahan piutang yang tidak tertagih dengan membuat permintaan penagihan dilaksanakan oleh Ditjen. Piutang dan Lelang Negara Departemen Keuangan;
e. Membuat usulan penghapusan piutang;
f. Mengarsipkan dokumen piutang.
b. Unit Administrasi
Unit Administrasi adalah unit/petugas yang melaksanakan penerimaan dan pengiriman dokumen piutang. Kegiatan yang dilaksanakan oleh unit administrasi adalah:
a. Menerima dokumen/surat penagihan piutang;
b. Mengagendakan surat/dokumen yang masuk maupun yang harus dikirim kepada debitur (penanggung hutang kepada negara yaitu orang atau badan yang berhutang menurut perjanjian atau peraturan yang bersangkutan);
c. Membuat surat pengantar;
d. Meneruskan dokumen tanggapan debitur ke unit/petugas operasional;
e. Mengirim bukti setor kepada unit pembukuan.
c. Unit Pembukuan
Unit Pembukuan adalah unit/organisasi yang melaksanakan pembukuan dan pelaporan piutang. Kegiatan yang dilaksanakan oleh unit pembukuan sebagai berikut:
a. Melakukan pencatatan piutang ke dalam Kartu Piutang berdasarkan dokumen-dokumen transaksi;
b. Membuat Daftar Rekapitulasi Piutang;
c. Membuat Daftar Umur Piutang Dan Reklasifikasi Piutang;
d. Membuat Daftar Saldo Piutang setiap triwulan berdasarkan Kartu Piutang;
e. Melakukan pengarsipan dokumen;
f. Mengirimkan laporan-laporan.
Hubungan antara unit-unit penatausahaan piutang digambarkan di bawah ini:
(1)
(3) (2) (5)
(6)
(4)
Keterangan:
1) Mengirimkan dokumen/surat penagihan piutang kepada debitur melalui unit administrasi untuk mendapat surat tanggapan;
2) Mengirimkan dokumen/surat penagihan piutang kepada unit/petugas pembukuan untuk dicatat;
3) Menyampaikan surat tanggapan dari debitur yang disampaikan melalui unit adminstrasi;
4) Menyampaikan bukti setor kepada unit pembukuan;
5) Membuat laporan piutang per jenis piutang;
6) Menyampaikan laporan-laporan piutang kepada unit akuntansi level di atasnya.
2. Dokumen Sumber
Dokumen sumber yang menjadi dasar penatausahaan piutang PNBP adalah sebagai berikut:
1. Perjanjian/kontrak piutang PNBP;
2. Surat Ketetapan dalam hal piutang PNBP, Surat Ketetapan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM)/SKTM;
3. Surat Setoran Bukan Pajak dan bukti setor lainnya;
4. Surat Keputusan Penghapusan;
5. Dokumen lain yang berkaitan dengan piutang PNBP.
3. Penatausahaan Piutang PNBP oleh Unit/Petugas Akuntansi Piutang pada Kementerian Negara/Lembaga
Penatausahaan piutang PNBP adalah proses pencatatan dan pelaporan jumlah uang yang menjadi hak pemerintah atau kewajiban pihak lain kepada pemerintah sebagai akibat penyerahan uang, barang dan jasa oleh pemerintah atau akibat lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Formulir/daftar yang digunakan dalam pencatatan piutang adalah:
a. Kartu Piutang
Merupakan kartu yang menunjukkan jumlah piutang, mutasi dan saldo piutang masing-masing debitur. Pencatatan piutang dilakukan pada saat timbulnya hak pemerintah atau adanya kewajiban pihak lain kepada pemerintah. Pencatatan didasarkan atas dokumen sumber yang berasal dari surat ketetapan piutang, bukti setor dan surat penghapusan piutang. Kartu Piutang diisi setiap terjadi transaksi. Bentuk Kartu Piutang dan petunjuk pengisiannya dapat dilihat pada halaman 13 Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
b. Daftar Rekapitulasi Piutang
Merupakan daftar yang menunjukkan total mutasi dan saldo piutang menurut jenis piutangnya. Pencatatan ke dalam Daftar Rekapitulasi Piutang dilakukan setiap semester berdasarkan mutasi dalam kartu piutang. Bentuk Daftar Rekapitulasi Piutang dan petunjuk pengisiannya dapat dilihat pada halaman 16 Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
c. Daftar Saldo Piutang
Merupakan daftar yang menunjukkan saldo piutang berdasarkan rekapitulasi masing-masing jenis piutang dan disajikan setiap semester. Bentuk Daftar Saldo Piutang dan petunjuk pengisiannya dapat dilihat pada halaman 18 Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
d. Daftar Umur Piutang
Merupakan daftar yang menunjukkan pengelompokan piutang yang menunggak (sudah melebihi jangka waktu kredit) berdasarkan lamanya waktu tunggakannya dan disajikan setiap akhir tahun. Bentuk Daftar Umur Piutang dan petunjuk pengisiannya dapat dilihat pada halaman 20 Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
e. Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang
Untuk memudahkan reklasifikasi piutang dapat dibuatkan Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang yang menunjukkan jumlah bagian lancar dan jumlah bagian tidak lancar. Reklasifikasi aset non lancar ke dalam aset lancar dikarenakan jumlah yang direklasifikasi tersebut akan jatuh tempo dalam kurun waktu 12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca. Bentuk Daftar Reklasifikasi dan petunjuk pengisiannya dapat dilihat pada halaman 22 Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
f. Formulir Jurnal Aset (FJA)
Merupakan formulir yang digunakan untuk mencatat penambahan, pengurangan, dan penghapusan nilai aset pada neraca. Dalam hal ini adalah nilai aset piutang pada neraca. Bentuk FJA dan petunjuk pengisiannya dapat dilihat di halaman 24 Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan ini.
Bentuk Kartu Piutang adalah sebagai berikut:
Kementerian Negara/Lembaga : (1)
Eselon I : (2)
Wilayah : (3)
Satuan Kerja : (4) Jenis Piutang : (5)
Nomor : (6)
KARTU PIUTANG
Identitas Debitur Data Piutang
Nama : (7) Jumlah Piutang : (12)
NIP/NPWP : (8) Tgl Jatuh tempo : (13)
Alamat : (9) Angsuran per bln : (14)
Unit Kerja : (10) Mulai mengangsur : (15)
Departemen/Lembaga : (11) Dasar Penetapan Piutang
No. SK : (16)
Tgl. SK : (17)
Tgl Keterangan Debet Kredit Saldo
(18) (19) (20) (21) (22)
Dicatat, (23) Disetujui, (24)
(.............................................) (...........................................)
Tata cara pengisian Kartu Piutang adalah sebagai berikut:
No Uraian Pengisian
1. Kementerian Negara/Lembaga Diisi dengan kode dan uraian kementerian negara/lembaga
2. Eselon I Diisi dengan kode dan uraian unit eselon I
3. Wilayah Diisi dengan kode dan uraian kantor wilayah
4. Satuan Kerja Diisi dengan kode dan uraian satuan kerja
5. Jenis Piutang Diisi dengan kode (2 digit) dan uraian jenis piutang.
Jenis piutang adalah sebagai berikut:
11 : Piutang dari Pendapatan Minyak Bumi
12 : Piutang dari Pendapatan Gas Alam
13 : Piutang dari Pendapatan Pertambangan Umum
14 : Piutang dari Pendapatan Kehutanan
15 : Piutang dari Pendapatan Perikanan
22 : Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah Pemerintah atas Laba BUMN
31 : Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa
32 : Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan
33 : Piutang dari Pendapatan Pendidikan
34 : Piutang dari Pendapatan Lain-Lain
41 : Tagihan Penjualan Angsuran
42 : Tagihan Tuntutan Ganti Rugi
6. Nomor Diisi dengan nomor urut per jenis piutang (5 digit)
7. Nama Diisi dengan nama debitur
8. NIP/NPWP Diisi dengan NIP/NPWP, NIP untuk debitur PNS
9. Alamat Diisi dengan alamat debitur
10. Unit Kerja Diisi dengan unit kerja debitur (UAKPA)
11. Departemen/Lembaga Diisi dengan nama departemen/lembaga (debitur)
12. Jumlah Piutang Diisi dengan jumlah rupiah piutang PNBP
13. Tgl Jatuh Tempo Diisi dengan tanggal jatuh tempo piutang
14. Angsuran per bln Diisi dengan jumlah rupiah angsuran per bulan apabila pembayaran piutang dilakukan dengan mengangsur
15. Mulai Mengangsur (*) Diisi dengan tanggal mulai mengangsur
16. No. SK Diisi dengan nomor SK Penetapan Piutang
17. Tgl. SK Diisi dengan tanggal SK Penetapan Piutang
18. Tgl (*) Diisi dengan tanggal pencatatan
19. Keterangan (*) Diisi dengan uraian transaksi, misalnya penandatanganan surat ketetapan hutang, pembayaran angsuran, dll
20. Debit Diisi dengan rupiah penambahan piutang PNBP
21. Kredit Diisi dengan rupiah pengurangan piutang PNBP
22. Saldo Diisi dengan selisih antara kolom (20) dan kolom (21)
23. Dicatat Diisi dengan nama petugas yang mencatat Kartu Piutang
24. Disetujui Diisi dengan nama penanggungjawab satuan kerja
* Hanya diisi pada akhir semester (Khusus Kartu Piutang untuk Piutang kode 20,21, atau 22)
Bentuk Daftar Rekapitulasi Piutang adalah sebagai berikut:
Kementerian Negara/Lembaga : (1)
Eselon I : (2)
Wilayah : (3)
Satuan Kerja : (4)
DAFTAR REKAPITULASI PIUTANG
Jenis Piutang PNBP: (5)
semester : (6)
Yang berakhir pada tanggal …..…(7)
No.
Kartu Piutang Keterangan Jumlah Piutang s/d Semester Lalu Penambahan Pengurangan Jumlah Piutang
s/d Semester ini
(8) (9) (10) (11) (12) (13)
Dicatat, (14) Disetujui, (15)
(.............................................) (...........................................)
Tata cara pengisian Daftar Rekapitulasi Piutang adalah sebagai berikut:
No Uraian Pengisian
1. Kementerian Negara/Lembaga Diisi dengan kode dan uraian kementerian negara/ lembaga
2. Eselon I Diisi dengan kode dan uraian unit eselon I
3. Wilayah Diisi dengan kode dan uraian kantor wilayah
4. Satuan Kerja Diisi dengan kode dan uraian satuan kerja
5. Jenis Piutang PNBP Diisi dengan kode (2 digit) dan uraian jenis piutang PNBP
6. Semester Diisi dengan semester mutasi piutang
7. Yang berakhir pada tanggal - Cukup jelas -
8. No. Kartu Piutang Diisi dengan nomor Kartu Piutang
9. Keterangan Diisi dengan uraian transaksi misalnya Nama Debitur A, Debitur B, dst
10. Jumlah Piutang s/d Semester Lalu Diisi dengan jumlah piutang sampai dengan semester sebelumnya
11. Penambahan Diisi dengan jumlah penambahan piutang pada semester yang bersangkutan
12. Pengurangan Diisi dengan jumlah pengurangan piutang pada semester yang bersangkutan
13. Jumlah Piutang s/d Semester ini Diisi dengan hasil penambahan kolom (10) dan (11) dikurang (12)
14. Dicatat Diisi dengan nama dan tanda tangan petugas yang mencatat kartu piutang
15. Disetujui Diisi dengan nama dan tanda tangan penanggungjawab satuan kerja
Bentuk Daftar Saldo Piutang adalah sebagai berikut:
Kementerian Negara/Lembaga : (1)
Eselon I : (2)
Wilayah : (3)
Satuan Kerja : (4)
DAFTAR SALDO PIUTANG
Semester: (5)
Yang berakhir tanggal: (6)
Kode
(7) Jenis Piutang
(8) Saldo (Rp)
(9)
11 Piutang dari Pendapatan Minyak Bumi
12 Piutang dari Pendapatan Gas Alam
13 Piutang dari Pendapatan Pertambangan Umum
14 Piutang dari Pendapatan Kehutanan
15 Piutang dari Pendapatan Perikanan
22 Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah Pemerintah atas Laba BUMN
31 Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa
32 Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan
33 Piutang dari Pendapatan Pendidikan
34 Piutang dari Pendapatan Lain-Lain
41 Tagihan Penjualan Angsuran
42 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi
Jumlah (10)
Disetujui, (11)
(.....................................)
Tata cara pengisian Daftar Saldo Piutang adalah sebagai berikut:
No. Uraian Pengisian
1. Kementerian Negara/Lembaga Diisi dengan kode dan uraian kementerian negara/lembaga
2. Eselon I Diisi dengan kode dan uraian unit eselon1
3. Wilayah Diisi dengan kode dan uraian kantor wilayah
4. Satuan Kerja Diisi dengan kode dan uraian satuan kerja
5. Semester - Cukup jelas -
6. Yang berakhir tanggal - Cukup jelas -
7. Kode Diisi dengan kode jenis piutang
8. Jenis Piutang Diisi dengan uraian jenis piutang
9. Saldo Diisi dengan saldo piutang
10. Jumlah Diisi dengan jumlah saldo dari seluruh jenis piutang
11. Disetujui Diisi dengan nama dan tanda tangan penanggungjawab satuan kerja
Bentuk Daftar Umur Piutang adalah sebagai berikut:
Kementerian Negara/Lembaga : (1)
Eselon I : (2)
Wilayah : (3)
Satuan Kerja : (4)
DAFTAR UMUR PIUTANG
Jenis Piutang PNBP: (5)
Yang berakhir pada tanggal …..…(6)
No. Identitas Debitur So. Awal Pelunasan So. Akhir Tagihan yang belum dilunasi pada tahun berjalan
A=ada/T=tidak Jumlah tagihan yang belum dilunasi pada tahun berjalan Jangka waktu piutang yang belum dilunasi
<12 bulan >12 bulan
No. SK
Tgl. SK
Tgl. Jatuh Tempo
Jumlah Piutang 1-30 hari 1-3 bulan 3-6 bulan 6-12 bulan Jumlah Lebih dari
1 tahun
(7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)
Jumlah (20) (21)
Dicatat, (22) Disetujui, (23)
(.............................................) (...........................................)
Tata cara pengisian Daftar Umur Piutang adalah sebagai berikut:
No. Uraian Pengisian
1. Kementerian Negara/Lembaga Diisi dengan kode dan uraian kementerian negara/lembaga
2. Eselon I Diisi dengan kode dan uraian unit eselon I
3. Wilayah Diisi dengan kode dan uraian kantor wilayah
4. Satuan Kerja Diisi dengan kode dan uraian satuan kerja
5. Jenis Piutang Diisi dengan kode (2 digit) dan uraian jenis piutang PNBP
6. Yang Berakhir Pada Tanggal - Cukup jelas -
7. No. - Cukup jelas -
8. Identitas Debitur Diisi dengan nama debitur, nomor SK Penetapan Piutang, tanggal SK Penetapan Piutang, tanggal jatuh tempo piutang, jumlah rupiah piutang.
9. So. Awal Diisi dengan jumlah saldo awal piutang pada tahun berjalan.
10. Pelunasan Diisi dengan jumlah pelunasan piutang pada tahun berjalan.
11. So. Akhir Diisi dengan jumlah saldo akhir piutang pada tahun berjalan.
12. Tagihan belum dilunasi pada tahun berjalan A=ada/T=tidak Diisi dengan huruf A, jika ada tagihan yang belum dilunasi pada tahun berjalan dan huruf T, jika tidak ada.
13. Jumlah tagihan yang belum dilunasi pada tahun berjalan Diisi dengan jumlah tagihan yang belum dilunasi pada tahun berjalan.
14 – 17 Jangka waktu piutang yang belum dilunasi (<12bulan) Di setiap kolom umur, diisi dengan jumlah sisa rupiah piutang yang belum dilunasi pada tahun berikutnya.
18. Jumlah Diisi dengan jumlah rupiah (kolom 14 sampai dengan kolom 17)
19. Jangka waktu piutang yang belum dilunasi (>12bulan) Diisi dengan jumlah sisa rupiah piutang yang belum dilunasi pada periode berikutnya.
20 – 21 Jumlah Cukup Jelas
22. Dicatat Diisi dengan nama petugas yang mencatat kartu piutang
23. Disetujui Diisi dengan nama dan tanda tangan penanggungjawab satuan kerja
Bentuk Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang adalah sebagai berikut:
Kementerian Negara/Lembaga : (1)
Eselon I : (2)
Wilayah : (3)
Satuan Kerja : (4)
DAFTAR REKLASIFIKASI SALDO PIUTANG
Yang berakhir tanggal: (5)
Kode
(6) Jenis Piutang
(7) Saldo
(8) Aset Lancar
(9) Aset Nonlancar
(10)
11 Piutang dari Pendapatan Minyak Bumi
12 Piutang dari Pendapatan Gas Alam
13 Piutang dari Pendapatan Pertambangan Umum
14 Piutang dari Pendapatan Kehutanan
15 Piutang dari Pendapatan Perikanan
22 Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah Pemerintah atas Laba BUMN
31 Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa
32 Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan
33 Piutang dari Pendapatan Pendidikan
34 Piutang dari Pendapatan Lain-Lain
41 Tagihan Penjualan Angsuran
42 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi
Jumlah (11) (12) (13)
Disetujui, (14)
(.....................................)
Tata cara pengisian Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang adalah sebagai berikut:
No. Uraian Pengisian
1. Kementerian Negara/Lembaga Diisi dengan kode dan uraian kementerian negara/lembaga
2. Eselon I Diisi dengan kode dan uraian unit eselon I
3. Wilayah Diisi dengan kode dan uraian kantor wilayah
4. Satuan Kerja Diisi dengan kode dan uraian satuan kerja
5. Yang berakhir tanggal - Cukup jelas -
6. Kode Diisi dengan kode jenis piutang
7. Jenis Piutang Diisi dengan uraian jenis piutang
8. Saldo Diisi dengan saldo piutang
9. Aset Lancar Diisi dengan jumlah yang menjadi aset lancar
10. Aset Nonlancar Diisi dengan jumlah yang menjadi aset nonlancar
11. Jumlah Diisi dengan jumlah saldo dari seluruh jenis piutang
12. Jumlah Diisi dengan jumlah aset lancar dari seluruh jenis piutang
13. Jumlah Diisi dengan jumlah aset non lancar dari seluruh jenis piutang
14. Disetujui Diisi dengan nama dan tanda tangan penanggungjawab satuan kerja
Bentuk Formulir Jurnal Aset adalah sebagai berikut:
FORMULIR JURNAL ASET
Kementerian Negara/Lembaga : (1)___________________________
Eselon I : (2)___________________________
Wilayah : (3)___________________________
Satuan Kerja : (4)___________________________ No. Dokumen : (5)__________________________
Tanggal : (6)___________________________
Tahun Anggaran : (7)___________________________
Periode/Bulan : (8)___________________
Keterangan : (9)__________________________________
__________________________________ Jenis Jurnal Aset (10)
• Kas di Bendahara Penerima
• Kas di Bendahara Pembayar
• Piutang
• Persediaan
• Aset Tetap
• Aset Lainnya
No. Urut
(11) Kode Perkiraan
(12) Uraian Nama Perkiraan
(13) Rupiah
(14)
Dibuat oleh : (15) Disetujui oleh : (16) Direkam oleh : (17)
Tanggal : Tanggal : Tanggal :
Petunjuk Pengisian Formulir Jurnal Aset:
No. URAIAN PENGISIAN
1. Kementerian Negara/ Lembaga Diisi dengan kode dan uraian kementerian negara/lembaga.
2. Eselon I Diisi dengan kode dan uraian unit eselon I
3. Wilayah Diisi dengan kode dan uraian kantor wilayah/propinsi.
4. Satuan Kerja Diisi dengan kode/uraian satuan kerja.
5. No. Dokumen
Diisi dengan no. dokumen yang ditetapkan untuk Formulir Jurnal Aset. Nomor Formulir Jurnal Aset ditetapkan oleh setiap unit akuntansi pembuat Formulir Jurnal Aset dengan menggunakan format “BABT00000” dimana BA = kode 3 digit Kementerian Negara/Lembaga, B = bulan, T = tahun, dan 00000 = no. urut.
6. Tanggal Diisi dengan tanggal pembuatan laporan sbb :
HH – BB -TTTT
7. Tahun Anggaran Diisi dengan periode tahun anggaran yang dilaporkan.
8. Periode/Bulan Diisi dengan periode transaksi yang dilaporkan.
Contoh : 01-01-2001 s.d 31-01-2001/Januari
9. Keterangan Diisi dengan penjelasan mengenai sifat dari transaksi yang dibuat Formulir Jurnal Aset.
10. Jenis Jurnal Aset Diisi dengan 6 pilihan jenis jurnal aset yang sesuai
11. No. Urut Diisi dengan nomor urut transaksi dengan rincian debet atau kredit
12. Kode Perkiraan Diisi dengan 6 (enam) digit untuk kode perkiraan
13. Uraian Nama Perkiraan Diisi dengan nama perkiraan sesuai dengan kode perkiraan pada kolom 13
14. Rupiah Diisi dengan jumlah rupiah yang didebet atau dikredit. Jumlah kredit dibedakan dari jumlah debet dengan memasukkan tanda minus (-) didepan jumlah kredit untuk memungkinkan pengambilan jumlah.
15. Dibuat oleh: Tanggal: Diisi dengan nama jelas dan tanda tangan staf yang membuat Formulir Jurnal Aset. Tanggal pembuatan Formulir Jurnal Aset ditulis pada tempat yang disediakan.
16. Disetujui oleh:
Tanggal: Diisi dengan nama jelas dan tanda tangan penanggungjawab yang meneliti dan menyetujui Formulir Jurnal Aset. Tanggal penandatanganan Formulir Jurnal Aset ditulis pada tempat yang disediakan.
17. Direkam oleh :
Tanggal Diisi dengan nama jelas dan tanda tangan staf yang merekam Formulir Jurnal Aset. Tanggal perekaman Formulir Jurnal Aset ditulis pada tempat yang disediakan.
Bagan Alir Penatausahaan Piutang PNBP pada UAKPA
Keterangan Bagan Alir:
1-2 Petugas Penatausahaan Piutang – Pembukuan menerima dan melakukan pencatatan dokumen sumber ke dalam Kartu Piutang.
3a-3b Petugas Penatausahaan Piutang – Pembukuan melakukan pencatatan ke dalam Daftar Umur Piutang dan melakukan rekapitulasi piutang berdasarkan Kartu Piutang.
4-6 Petugas Penatausahaan Piutang – Pembukuan membuat Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang berdasarkan Daftar Umur Piutang.
7-9 Petugas Penatausahaan Piutang – Pembukuan membuat Daftar Saldo Piutang berdasarkan Daftar Rekapitulasi Piutang.
10-11 Petugas Akuntansi Piutang membuat Formulir Jurnal Aset berdasar Daftar Reklasifikasi Piutang dan Daftar Saldo Piutang yang diperoleh dari Petugas Penatausahaan Piutang – Pembukuan.
4. Kebijakan Akuntansi
Akuntansi Piutang adalah serangkaian kegiatan yang meliputi proses pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran transaksi dan kejadian keuangan, penginterpretasian atas hasilnya, serta penyajian piutang dalam neraca.
a. Pengakuan Piutang PNBP
Pada dasarnya piutang PNBP diakui pada saat terjadinya hak untuk menagih piutang PNBP, atau pada saat terbit surat keputusan tentang Piutang PNBP. Misalnya Piutang Bukan Pajak yang sampai pada tanggal neraca belum dibayar oleh wajib bayar harus dicatat sebagai Piutang PNBP dalam neraca. Contohnya tagihan atas sewa gedung pemerintah oleh pihak ketiga dan pada saat terbitnya Surat Ketetapan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) yang merupakan dokumen untuk mengakui TGR untuk pegawai negeri sipil (PNS).
Pengakuan untuk Bagian Lancar TPA, Bagian Lancar TGR, Piutang Bukan Pajak Lainnya, dan Bagian Lancar Pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah, dan lembaga asing adalah sebagai berikut:
1) Bagian Lancar TPA diakui pada setiap akhir tahun dengan cara melakukan reklasifikasi TPA yang akan jatuh tempo pada satu tahun berikutnya setelah tanggal neraca. Reklasifikasi tersebut akan mengurangi akun TPA di neraca;
2) Bagian Lancar TGR diakui pada setiap akhir tahun dengan cara melakukan reklasifikasi TGR jangka panjang yang akan jatuh tempo pada satu tahun berikutnya setelah tanggal neraca. Reklasifikasi tersebut akan mengurangi akun TGR di neraca;
3) Piutang Bukan Pajak Lainnya diakui pada saat terbitnya surat pernyataan Piutang PNBP;
4) Bagian Lancar Pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah, dan lembaga asing diakui pada setiap akhir tahun dengan cara melakukan reklasifikasi piutang pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah, dan lembaga asing yang akan jatuh tempo pada satu tahun berikutnya setelah tanggal neraca. Reklasifikasi tersebut akan mengurangi akun Piutang Pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah, dan lembaga asing di neraca.
b. Pengukuran Piutang PNBP
Pada dasarnya Piutang PNBP dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sebesar nilai rupiah yang belum dilunasi. Misalnya Piutang Bukan Pajak dicatat sebesar nilai nominal seluruh tagihan yang belum dibayar oleh wajib bayar pada tanggal neraca. Contohnya adalah tagihan sewa gedung pemerintah yang belum dibayar oleh pihak ketiga.
Sedangkan pencatatan untuk Bagian Lancar TPA, Bagian Lancar TGR, Bagian Lancar Pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah dan lembaga asing, dan Piutang Bukan Pajak Lainnya adalah sebagai berikut:
a. Bagian Lancar TPA dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sejumlah rupiah TPA yang akan diterima dalam waktu satu tahun;
b. Bagian Lancar TGR dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sejumlah rupiah TGR yang akan diterima dalam waktu satu tahun;
c. Bagian Lancar Pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah, dan lembaga asing dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sebesar nilai rupiah jumlah bagian lancar piutang;
d. Piutang Bukan Pajak Lainnya dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sebesar nilai rupiah yang belum dilunasi.
c. Pengungkapan Piutang PNBP
Piutang PNBP disajikan di neraca sebagai Aset Lancar dan diungkapkan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK), berupa:
a. Perincian jenis-jenis piutang;
b. Penjelasan atas penyelesaian piutang, masih di kementerian negara/lembaga atau sudah diserahkan pengurusannya kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara;
c. Penjelasan atas piutang yang merupakan hasil reklasifikasi TPA dan/atau TGR;
d. Penjelasan atas piutang yang merupakan hasil reklasifikasi Piutang Pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah, dan lembaga asing;
e. Penjelasan atas Piutang Bukan Pajak Lainnya;
f. Daftar Umur Piutang PNBP.
d. Jurnal Piutang
Pencatatan piutang dilakukan oleh Petugas Akuntansi Piutang pada tingkat Kuasa Pengguna Anggaran. Petugas Akuntansi Piutang menyelenggarakan pencatatan piutang PNBP yang dimiliki oleh Kuasa Pengguna Anggaran secara periodik dengan menggunakan Kartu Piutang.
Berdasarkan Kartu Piutang, Petugas Akuntansi Piutang menyusun Daftar Umur Piutang dan kemudian menyusun Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang. Selain itu, Petugas Akuntansi Piutang juga menyusun Daftar Rekapitulasi Piutang dan Daftar Saldo Piutang.
Setiap akhir semester, berdasarkan Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang dan Daftar Saldo Piutang, Petugas Akuntansi Piutang mencatat jurnal aset melalui Formulir Jurnal Aset. Formulir Jurnal aset selanjutnya direkam dengan menggunakan Aplikasi Sistem Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran.
Pencatatan piutang hanya dilakukan pada saat pencatatan saldo awal piutang pertama kali dan penambahan atau pengurangan nilai piutang pada akhir semester. Pada akhir tahun dilakukan reklasifikasi Piutang PNBP. Reklasifikasi piutang PNBP dicatat pada akhir tahun serta pada awal tahun berikutnya dibuatkan jurnal balik.
Pencatatan piutang dilakukan sesuai dengan kelompok piutang, yaitu:
1. Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak
Jurnal untuk mencatat saldo awal Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah:
Dr 113211 Piutang PNBP XXXXXX
Cr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Jurnal untuk penambahan nilai Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah:
Dr 113211 Piutang PNBP XXXXXX
Cr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Jurnal untuk pengurangan nilai Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah:
Dr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Cr 113211 Piutang PNBP XXXXXX
2. Piutang Bukan Pajak Lainnya
Jurnal untuk mencatat saldo awal Piutang Bukan Pajak Lainnya adalah:
Dr 113811 Piutang PNBP XXXXXX
Cr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Jurnal untuk penambahan nilai Piutang Bukan Pajak Lainnya adalah:
Dr 113811 Piutang PNBP XXXXXX
Cr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Jurnal untuk pengurangan nilai Piutang Bukan Pajak Lainnya adalah:
Dr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Cr 113811 Piutang PNBP XXXXXX
e. Pelaporan Piutang
Piutang disajikan dalam kelompok Aset Lancar. Jika terdapat aset lainnya berupa tagihan kepada pihak ketiga seperti TGR yang akan jatuh tempo dalam 12 bulan, maka perlu dilakukan reklasifikasi atas bagian lancar yang akan jatuh tempo.
Dengan reklasifikasi tersebut akan dipisahkan:
a. Aset Lancar : Tagihan yang diharapkan akan dilunasi dalam waktu 12(dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan
b. Aset Non Lancar : Tagihan yang diharapkan akan dilunasi dalam waktu lebih dari 12(dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan
Sebagai contoh Tuntutan Ganti Rugi yang akan jatuh tempo dalam kurun waktu 12 bulan mendatang harus direklasifikasikan ke dalam Aset Lancar pada perkiraan Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi, sedangkan sisanya yang jatuh tempo lebih dari 12 bulan tetap disajikan dalam Aset Lainnya pada perkiraan Tuntutan Ganti Rugi.
Jurnal untuk mencatat saldo awal Tuntutan Ganti Rugi adalah:
Dr 151211 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi XXXXXX
Cr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya XXXXXX
Jurnal untuk mencatat saldo awal Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi adalah:
Dr 113411 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi XXXXXX
Cr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Jurnal untuk penambahan nilai Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi adalah:
Dr 113411 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi XXXXXX
Cr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Kedua jurnal di atas dicatat setiap akhir tahun. Pada awal tahun berikutnya, dibuat jurnal balik untuk membalik ketiga jurnal di atas. Jurnal tersebut adalah:
Dr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya XXXXXX
Cr 151211 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi XXXXXX
Dr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Cr 113411 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi XXXXXX
Tagihan Penjualan Angsuran berasal dari penjualan rumah dinas atau kendaraan dinas secara angsuran. Tagihan yang akan dilunasi dalam satu periode akuntansi dimasukkan dalam Aset Lancar dengan perkiraan Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran. Sedangkan sisanya ke Aset Lainnya dengan akun Tagihan Penjualan Angsuran.
Jurnal untuk mencatat saldo awal Tagihan Penjualan Angsuran adalah:
Dr 151111 Tagihan Penjualan Angsuran XXXXXX
Cr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya XXXXXX
Jurnal untuk mencatat saldo awal Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran adalah:
Dr 113311 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran
XXXXXX
Cr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Jurnal untuk penambahan nilai Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran adalah:
Dr 113311 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran
XXXXXX
Cr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Kedua jurnal di atas dicatat setiap akhir tahun.
Pada awal tahun berikutnya, dibuat jurnal balik untuk membalik ketiga jurnal di atas.
Jurnal tersebut adalah:
Dr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya XXXXXX
Cr 151111 Tagihan Penjualan Angsuran XXXXXX
Dr 311311 Cadangan Piutang XXXXXX
Cr 113311 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran XXXXXX
1) Penyajian Akun Piutang dalam Neraca
Setelah mencatat piutang berdasarkan Daftar Saldo Piutang dan Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang per semester, UAKPA melakukan posting sehingga terbentuk akun piutang di dalam neraca.
Contoh penyajian akun piutang dalam neraca :
ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Penerimaan
Bagian Lancar TPA
Bagian Lancar TGR
Piutang PNBP
Piutang Bukan Pajak Lainnya KEWAJIBAN LANCAR
Uang Muka dari KPPN
Pendapatan yang ditangguhkan
ASET LAINNYA
TGR
TPA EKUITAS LANCAR
Cadangan Piutang
EKUITAS DIINVESTASIKAN
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
2) Penjelasan Piutang dalam CALK
Selain disajikan di dalam neraca, informasi mengenai akun piutang harus diungkapkan di dalam CALK per jenis piutang sesuai Daftar Saldo Piutang dan Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang, termasuk:
a. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penilaian piutang;
b. Perincian Saldo Piutang per umur piutang;
c. Reklasifikasi Piutang untuk menentukan Bagian Lancar Piutang;
d. Informasi piutang yang penagihannya diserahkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
3) Jenjang Pelaporan Piutang
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, maka pelaporan piutang didasarkan pada mekanisme pelaksanaan Sistem Akuntansi Instansi.
Akuntansi Piutang dilaksanakan oleh organisasi terkait, yaitu:
1. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran;
2. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran – Wilayah (UAPPA-W);
3. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran – Eselon 1 (UAPPA-E1);
4. Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA).
Dasar yang digunakan dalam pelaksanaan akuntansi piutang adalah sebagai berikut:
1. Daftar Saldo Piutang;
2. Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang.
Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang dan Daftar Saldo Piutang setiap semester dilaporkan oleh UAKPA kepada Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah (UAPPA-W) untuk disusun menjadi Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang dan Daftar Saldo Piutang tingkat UAPPA-W/Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1 (UAPPA-E1), dan sampai dengan tingkat Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA).
BAGAN ALIR PELAPORAN PIUTANG
`Debitur UAKPA UAPPA- W UAPPA-E 1 UAPA
Petugas Akuntansi Petugas Penatausahaan Piutang
Administrasi Operasional Pembukuan
Keterangan Bagan Alir Pelaporan Piutang PNBP adalah:
1. Berdasarkan dokumen sumber yang diterima Petugas Penatausahaan Piutang – Operasional menerbitkan surat tagihan. Surat tagihan tersebut, melalui Petugas Penatausahaan Piutang – Administrasi dikirimkan kepada Debitur.
2. Petugas Penatausahaan Piutang – Administrasi memberikan salinan surat tagihan kepada Petugas Penatausahaan Piutang – Pembukuan untuk dicatat dalam Kartu Piutang.
3. Jika Debitur telah melakukan setoran, maka Petugas Penatausahaan Piutang – Administrasi menerima surat setoran dari debitur dan menyerahkan surat setoran tersebut kepada Petugas Penatausahaan Piutang – Pembukuan untuk dicatat dalam Kartu Piutang.
4. Berdasarkan Kartu Piutang, Petugas Penatausahaan Piutang – Pembukuan menyusun Daftar Umur Piutang dan kemudian menyusun Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang. Berdasarkan Kartu Piutang, Petugas Penatausahaan Piutang – Pembukuan menyusun Daftar Rekapitulasi Piutang dan kemudian menyusun Daftar Saldo Piutang.
Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang dan Daftar Saldo Piutang diserahkan kepada Petugas Penatausahaan Piutang – Administrasi.
5. Petugas Penatausahaan Piutang – Administrasi mengirimkan Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang dan Daftar Saldo Piutang kepada UAPPA-W/UAPPA-E1/UAPA.
6. Petugas Penatausahaan Piutang – Administrasi mengirimkan Salinan Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang dan Daftar Saldo Piutang kepada Petugas Akuntansi Piutang.
7. Berdasarkan Salinan Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang dan Daftar Saldo Piutang, Petugas Akuntansi Piutang membuat Formulir Jurnal Aset (FJA). FJA tersebut diinput dan diposting melalui proses Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) sehingga tercetak laporan keuangan yang menyajikan akun Piutang.
8. Laporan keuangan beserta Arsip Data Komputer (ADK) disampaikan kepada UAPPA-W/UAPPA-E1/UAPA
Bagan Alir Piutang Tidak Tertagih
Keterangan Bagan Alir Piutang Tak Tertagih adalah:
1. Instansi melakukan penagihan piutang kepada Debitur
2. Jika terdapat pembayaran, maka di tingkat UAKPA melaksanakan penatausahaan piutang sebagaimana bagan alir pelaporan piutang.
3. Jika tidak terdapat pembayaran, maka instansi harus menunggu sampai tanggal jatuh tempo.
4. Apabila belum sampai tanggal jatuh tempo, maka instansi masih harus menunggu sampai dengan tanggal jatuh tempo.
5. Tetapi apabila telah lewat tanggal jatuh tempo, maka instansi melakukan penagihan sendiri kepada Debitur.
6. Jika Debitur menyatakan kesanggupannya untuk melakukan pembayaran, maka instansi harus menunggu sampai pembayaran dilakukan.
7. Sedangkan jika Debitur menyatakan ketidaksanggupannya dalam melakukan pembayaran, maka kasus tersebut dapat dilimpahkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
ILUSTRASI PIUTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
A. Pencatatan dalam Kartu Piutang
Ariyanto Husodo adalah pegawai pada sebuah kantor pemerintah yang memiliki kode satker 411231, dikenakan Tuntutan Ganti Rugi atas kehilangan sepeda motor pada tanggal 28 Juli 2005. Berdasarkan SKTJM, ganti rugi ditetapkan sebesar Rp. 12.000.000,- dan akan dibayar selama 2 tahun secara angsuran @ 500.000 per bulan. Pembayaran dilakukan dengan pemotongan gaji secara langsung. (asumsi pembayaran secara lancar).
Tabel Pembayaran dapat dilihat di bawah:
Kementerian Negara/Lembaga: (015) Departemen Keuangan
Eselon I: (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah: (0100) Jakarta Pusat
Satuan Kerja: (411231) KPPN Budi Utomo Jenis Piutang : 02
Nomor : 00003
KARTU PIUTANG
Identitas Debitur Data Piutang
Nama : Ariyanto Husodo Jumlah Piutang : 12.000.000
NIP/NPWP : 060099999 Tgl Jatuh tempo : 31 Agustus 2007
Alamat : Jl. Budi Utomo 6 Jakarta Pusat Angsuran per bln : 500.000
Mulai mengangsur
: 1 Agustus 2005
Unit Kerja/Kode Satker : KPPN Budi Utomo 411231 Dasar Penetapan Piutang
No. SK
: BA-0108/05
Departemen/Lembaga : Departemen Keuangan Tgl. SK : 30 Juli 2005
Tgl Keterangan Debet Kredit Saldo
(14) (15) (16) (17) (18)
01/08/05 Saldo awal 12.000.000 0 12.000.000
01/08/05 Angsuran 1 0 500.000 11.500.000
01/09/05 Angsuran 2 0 500.000 11.000.000
01/10/05 Angsuran 3 0 500.000 10.500.000
01/11/05 Angsuran 4 0 500.000 10.000.000
01/12/05 Angsuran 5 0 500.000 9.500.000
So. Semester II Thn 2005 9.500.000
01/01/06 Angsuran 6 0 500.000 9.000.000
01/02/06 Angsuran 7 0 500.000 8.500.000
01/03/06 Angsuran 8 0 500.000 8.000.000
01/04/06 Angsuran 9 0 500.000 7.500.000
01/05/06 Angsuran 10 0 500.000 7.000.000
01/06/06 Angsuran 11 0 500.000 6.500.000
So. Semester Thn 2006 6.500.000
01/07/06 Angsuran 12 0 500.000 6.000.000
01/08/06 Angsuran 13 0 500.000 5.500.000
01/09/06 Angsuran 14 0 500.000 5.000.000
01/10/06 Angsuran 15 0 500.000 4.500.000
01/11/06 Angsuran 16 0 500.000 4.000.000
01/12/06 Angsuran 17 0 500.000 3.500.000
So. Semester II Thn 2006 3.500.000
01/01/07 Angsuran 18 0 500.000 3.000.000
01/02/07 Angsuran 19 0 500.000 2.500.000
01/03/07 Angsuran 20 0 500.000 2.000.000
01/04/07 Angsuran 21 0 500.000 1.500.000
01/05/07 Angsuran 22 0 500.000 1.000.000
01/06/07 Angsuran 23 0 500.000 500.000
So. Semester I Thn 2007 500.000
01/07/07 Angsuran 24 0 500.000 0
Dicatat, Disetujui,
(Suliswaty) (Sambudi)
NIP........................ NIP...........................
B. Pembuatan Daftar Rekapitulasi Piutang
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR REKAPITULASI PIUTANG
Jenis Piutang PNBP: 02 – Tagihan Tuntutan ganti Rugi
semester : II
Yang berakhir pada tanggal 31 Des 2005
No.
Kartu Piutang Keterangan Jumlah Piutang s/d Semester Lalu Penambahan Pengurangan Jumlah Piutang
s/d Semester ini
(4) (5) (6) (7) (8) (9)
00003 Ariyanto Husodo
NIP. 060099999 0 12.000.000 2.500.000 9.500.000
Dicatat, Disetujui,
(Suliswaty) (Sambudi)
NIP........................ NIP...........................
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR REKAPITULASI PIUTANG
Jenis Piutang PNBP: 02 – Tagihan Tuntutan ganti Rugi
semester : I
Yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2006
No.
Kartu Piutang Keterangan Jumlah Piutang s/d Semester Lalu Penambahan Pengurangan Jumlah Piutang
s/d Semester ini
(4) (5) (6) (7) (8) (9)
00003 Ariyanto Husodo
NIP 060099999 9.500.000 0 3.000.000 6.500.000
Dicatat, Disetujui,
(Suliswaty) (Sambudi)
NIP........................ NIP...........................
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR REKAPITULASI PIUTANG
Jenis Piutang PNBP: 02 – Tagihan Tuntutan ganti Rugi
semester : II
Yang berakhir pada tanggal 31 Des 2006
No.
Kartu Piutang Keterangan Jumlah Piutang s/d Semester Lalu Penambahan Pengurangan Jumlah Piutang
s/d Semester ini
(4) (5) (6) (7) (8) (9)
00003 Ariyanto Husodo
NIP 060099999 6.500.000 0 3.000.000 3.500.000
Dicatat, Disetujui,
(Suliswaty) (Sambudi)
NIP........................ NIP...........................
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR REKAPITULASI PIUTANG
Jenis Piutang PNBP: 02 – Tagihan Tuntutan ganti Rugi
semester : I
Yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2007
No.
Kartu Piutang Keterangan Jumlah Piutang s/d Semester Lalu Penambahan Pengurangan Jumlah Piutang
s/d Semester ini
(4) (5) (6) (7) (8) (9)
00003 Ariyanto Husodo
NIP 060099999 3.500.000 0 3.000.000 500.000
Dicatat, Disetujui,
(Suliswaty) (Sambudi)
NIP........................ NIP...........................
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR REKAPITULASI PIUTANG
Jenis Piutang PNBP: 02 – Tagihan Tuntutan ganti Rugi
semester : II
Yang berakhir pada tanggal 31 Des 2007
No.
Kartu Piutang Keterangan Jumlah Piutang s/d Semester Lalu Penambahan Pengurangan Jumlah Piutang
s/d Semester ini
(4) (5) (6) (7) (8) (9)
00003 Ariyanto Husodo
NIP. 060099999 500.000 0 500.000 0
Dicatat, Disetujui,
(Suliswaty) (Sambudi)
NIP........................ NIP...........................
C. Membuat Daftar Saldo Piutang
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR SALDO PIUTANG
Semester: II
Yang berakhir tanggal 31 Des 2005
Kode Jenis Piutang Saldo (Rp)
22 Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah Pemerintah atas Laba BUMN
31 Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa
32 Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan
33 Piutang dari Pendapatan Pendidikan
34 Piutang dari Pendapatan Lain-Lain
41 Tagihan Penjualan Angsuran
42 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 9.500.000
Jumlah 9.500.000
Disetujui,
(Sambudi)
NIP...........................
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR SALDO PIUTANG
Semester: I
Yang berakhir tanggal 30 Juni 2006
Kode Jenis Piutang Saldo (Rp)
22 Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah Pemerintah atas Laba BUMN
31 Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa
32 Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan
33 Piutang dari Pendapatan Pendidikan
34 Piutang dari Pendapatan Lain-Lain
41 Tagihan Penjualan Angsuran
42 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 6.500.000
Jumlah 6.500.000
Disetujui,
(Sambudi)
NIP...........................
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR SALDO PIUTANG
Semester: II
Yang berakhir tanggal 31 Des 2006
Kode Jenis Piutang Saldo (Rp)
22 Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah Pemerintah atas Laba BUMN
31 Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa
32 Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan
33 Piutang dari Pendapatan Pendidikan
34 Piutang dari Pendapatan Lain-Lain
41 Tagihan Penjualan Angsuran
42 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 3.500.000
Jumlah 3.500.000
Disetujui,
(Sambudi)
NIP...........................
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR SALDO PIUTANG
Semester: I
Yang berakhir tanggal 30 Juni 2007
Kode Jenis Piutang Saldo (Rp)
22 Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah Pemerintah atas Laba BUMN
31 Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa
32 Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan
33 Piutang dari Pendapatan Pendidikan
34 Piutang dari Pendapatan Lain-Lain
41 Tagihan Penjualan Angsuran
42 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 500.000
Jumlah 500.000
Disetujui,
(Sambudi)
NIP...........................
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR SALDO PIUTANG
Semester: I
Yang berakhir tanggal 31 Des 2007
Kode Jenis Piutang Saldo (Rp)
22 Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah Pemerintah atas Laba BUMN
31 Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa
32 Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan
33 Piutang dari Pendapatan Pendidikan
34 Piutang dari Pendapatan Lain-Lain
41 Tagihan Penjualan Angsuran
42 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 0
Jumlah 0
Disetujui,
(Sambudi)
NIP...........................
D. Membuat Daftar Umur Piutang
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR UMUR PIUTANG
Jenis Piutang: 02 – Tagihan Tuntutan Ganti Rugi
Yang Berakhir Pada Tanggal: 31 Des 2005
No Identitas Debitur So. Awal Pelunasan So. Akhir Tagihan yang belum dilunasi pada tahun berjalan
A=ada/T=tidak Jumlah tagihan yang belum dilunasi pada tahun berjalan Jangka waktu piutang yang belum dilunasi (dalam ribuan)
<12 bulan >12 bulan
Nama
No. SK
Tgl. SK
Tgl. Jatuh Tempo
Jumlah Piutang 1-30 hari 1-3 bulan 3-6 bulan 6-12 bulan Jumlah Lebih dari
1 tahun
(7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)
1. Ariyanto Husodo
BA-0108/05
30 Juli 05
31 Agustus 07
Rp.12.000.000,- 12.000.000 2.500.000 9.500.000 T 0 500 1.000 1.500 3.000 6.000 3.500
Jumlah 6.000 3.500
Dicatat, (22) Disetujui, (23)
(Maelawati) (Sambudi)
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR UMUR PIUTANG
Jenis Piutang: 02 – Tagihan Tuntutan Ganti Rugi
Yang Berakhir Pada Tanggal: 31 Des 2006
No Identitas Debitur So. Awal Pelunasan So. Akhir Tagihan yang belum dilunasi pada tahun berjalan
A=ada/T=tidak Jumlah tagihan yang belum dilunasi pada tahun berjalan Jangka waktu piutang yang belum dilunasi (dalam ribuan)
<12 bulan >12 bulan
Nama
No. SK
Tgl. SK
Tgl. Jatuh Tempo
Jumlah Piutang 1-30 hari 1-3 bulan 3-6 bulan 6-12 bulan Jumlah Lebih dari
1 tahun
(7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)
1. Ariyanto Husodo
BA-0108/05
30 Juli 05
31 Agustus 07
Rp.12.000.000,- 9.500.000 6.000.000 3.500.000 T 0 500 1.000 1.500 500 3.500 0
Jumlah 3.500 0
Dicatat, (22) Disetujui, (23)
(Maelawati) (Sambudi)
E. Membuat Daftar Reklasifikasi Saldo Piutang
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR REKLASIFIKASI SALDO PIUTANG
Yang berakhir tanggal 31 Des 2005
Kode Jenis Piutang Saldo Aset Lancar Aset lainnya
22 Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah Pemerintah atas Laba BUMN 0 0
31 Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa 0 0
32 Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan 0 0
33 Piutang dari Pendapatan Pendidikan 0 0
34 Piutang dari Pendapatan Lain-Lain 0 0
41 Tagihan Penjualan Angsuran 0 0
42 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 9.500.000 6.000.000 3.500.000
Jumlah 9.500.000 6.000.000 3.500.000
Disetujui,
(Sambudi)
NIP..................................
Kementerian Negara/Lembaga : (015) Departemen Keuangan
Eselon I : (08) Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Wilayah : (0100) Jakarta
Satuan Kerja : (411231) KPPN Budi Utomo
DAFTAR REKLASIFIKASI SALDO PIUTANG
Yang berakhir tanggal 31 Des 2006
Kode Jenis Piutang Saldo Aset Lancar Aset lainnya
22 Piutang dari Pendapatan Bagian Pemerintah Pemerintah atas Laba BUMN 0 0
31 Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa 0 0
32 Piutang dari Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan 0 0
33 Piutang dari Pendapatan Pendidikan 0 0
34 Piutang dari Pendapatan Lain-Lain 0 0
41 Tagihan Penjualan Angsuran 0 0
42 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 3.500.000 3.500.000 0
Jumlah 3.500.000 3.500.000 0
Disetujui,
(Sambudi)
NIP………………..
Tanggal 1 Agustus 2005
Jurnal untuk mencatat Tuntutan Ganti Rugi adalah:
Dr 151211 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 12.000.000
Cr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
12.000.000
Karena sebagian TGR telah dilunasi sejumlah Rp. 2.500.000,- maka pada tanggal 31 Desember 2005 dicatat jurnal penyesuain, sebagai berikut:
Dr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya 2.500.000
Cr 151211 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 2.500.000
Selain jurnal penyesuaian tersebut di atas, dibuat pula jurnal penyesuaian untuk reklasifikasi bagian lancar TGR yang akan jatuh tempo tahun 2006. Jurnal penyesuaiannya adalah:
Dr 113411 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi 6.000.000
Cr 311311 Cadangan Piutang 6.000.000
Dr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya 6.000.000
Cr 151211 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 6.000.000
Setelah mencatat jurnal di atas dalam Formulir Jurnal Aset (FJA), dilakukan perekaman melalui aplikasi SAK serta posting sehingga terbentuk akun-akun tersebut di dalam neraca.
Contoh penyajian dalam neraca yang berakhir tanggal 31 Desember 2005 adalah:
ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Penerimaan
Bagian Lancar TPA
Bagian Lancar TGR
Piutang Lainnya
0
0
0
6.000.000
0 KEWAJIBAN LANCAR
Uang Muka dari KPPN
Pendapatan yang ditangguhkan
EKUITAS LANCAR
Cadangan Piutang
0
0
6.000.000
ASET LAINNYA
TGR
TPA
3.500.000
0 EKUITAS DIINVESTASIKAN
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
3.500.000
Tanggal 1 Januari 2006
Pada awal tahun dilakukan dicatat jurnal balik atas reklasifikasi tersebut di atas. Jurnal tersebut adalah:
Dr 311311 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi 6.000.000
Cr 113411 Cadangan Piutang 6.000.000
Dr 321311 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 6.000.000
Cr 151211 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
6.000.000
Setelah mencatat jurnal di atas dalam Formulir Jurnal Aset (FJA), dilakukan perekaman melalui aplikasi SAK serta posting sehingga terbentuk akun-akun tersebut di dalam neraca.
Contoh penyajian dalam neraca yang berakhir tanggal 1 Januari 2006 adalah:
ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Penerimaan
Bagian Lancar TPA
Bagian Lancar TGR
Piutang Lainnya
0
0
0
0
0 KEWAJIBAN LANCAR
Uang Muka dari KPPN
Pendapatan yang ditangguhkan
EKUITAS LANCAR
Cadangan Piutang
0
0
0
ASET LAINNYA
TGR
TPA
9.500.000
0 EKUITAS DIINVESTASIKAN
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
9.500.000
Tanggal 30 Juni 2006
Karena sebagian TGR telah dilunasi sejumlah Rp. 3.000.000,- maka pada tanggal 30 Juni 2006 dicatat jurnal penyesuain, sebagai berikut:
Dr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya 3.000.000
Cr 151211 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 3.000.000
Setelah mencatat jurnal di atas dalam Formulir Jurnal Aset (FJA), dilakukan perekaman melalui aplikasi SAK serta posting sehingga terbentuk akun-akun tersebut di dalam neraca.
Contoh penyajian dalam neraca yang berakhir tanggal 30 Juni 2006 adalah:
ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Penerimaan
Bagian Lancar TPA
Bagian Lancar TGR
Piutang Lainnya
0
0
0
0
0
0 KEWAJIBAN LANCAR
Uang Muka dari KPPN
Pendapatan yang ditangguhkan
EKUITAS LANCAR
Cadangan Piutang
0
0
0
ASET LAINNYA
TGR
TPA
6.500.000
0 EKUITAS DIINVESTASIKAN
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
6.500.000
Karena sebagian TGR telah dilunasi sejumlah Rp. 3.000.000,- maka pada tanggal 31 Desember 2006 dicatat jurnal penyesuain, sebagai berikut:
Dr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya 3.000.000
Cr 151211 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 3.000.000
Selain jurnal penyesuaian tersebut di atas, dibuat pula jurnal penyesuaian untuk reklasifikasi bagian lancar TGR yang akan jatuh tempo tahun 2007. Jurnal penyesuaiannya adalah:
Dr 113411 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi 3.500.000
Cr 311311 Cadangan Piutang 3.500.000
Dr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya 3.500.000
Cr 151211 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 3.500.000
Setelah mencatat jurnal di atas dalam Formulir Jurnal Aset (FJA), dilakukan perekaman melalui aplikasi SAK serta posting sehingga terbentuk akun-akun tersebut di dalam neraca.
Contoh penyajian dalam neraca yang berakhir tanggal 31 Desember 2005 adalah:
ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Penerimaan
Bagian Lancar TPA
Bagian Lancar TGR
Piutang Lainnya
0
0
0
3.500.000
0 KEWAJIBAN LANCAR
Uang Muka dari KPPN
Pendapatan yang ditangguhkan
EKUITAS LANCAR
Cadangan Piutang
0
0
3.500.000
ASET LAINNYA
TGR
TPA
0
0 EKUITAS DIINVESTASIKAN
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
0
Tanggal 1 Januari 2007
Pada awal tahun dilakukan dicatat jurnal balik atas reklasifikasi tersebut di atas. Jurnal tersebut adalah:
Dr 311311 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi 3.500.000
Cr 113411 Cadangan Piutang 3.500.000
Dr 321311 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 3.500.000
Cr 151211 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
3.500.000
Setelah mencatat jurnal di atas dalam Formulir Jurnal Aset (FJA), dilakukan perekaman melalui aplikasi SAK serta posting sehingga terbentuk akun-akun tersebut di dalam neraca.
Contoh penyajian dalam neraca yang berakhir tanggal 1 Januari 2007 adalah:
ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Penerimaan
Bagian Lancar TPA
Bagian Lancar TGR
Piutang Lainnya
0
0
0
0
0 KEWAJIBAN LANCAR
Uang Muka dari KPPN
Pendapatan yang ditangguhkan
EKUITAS LANCAR
Cadangan Piutang
0
0
0
ASET LAINNYA
TGR
TPA
3.500.000
0 EKUITAS DIINVESTASIKAN
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
3.500.000
Tanggal 30 Juni 2007
Karena sebagian TGR telah dilunasi sejumlah Rp. 3.000.000,- maka pada tanggal 30 Juni 2007 dicatat jurnal penyesuain, sebagai berikut:
Dr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya 3.000.000
Cr 151211 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 3.000.000
Setelah mencatat jurnal di atas dalam Formulir Jurnal Aset (FJA), dilakukan perekaman melalui aplikasi SAK serta posting sehingga terbentuk akun-akun tersebut di dalam neraca.
Contoh penyajian dalam neraca yang berakhir tanggal 30 Juni 2007 adalah:
ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Penerimaan
Bagian Lancar TPA
Bagian Lancar TGR
Piutang Lainnya
0
0
0
0
0 KEWAJIBAN LANCAR
Uang Muka dari KPPN
Pendapatan yang ditangguhkan
EKUITAS LANCAR
Cadangan Piutang
0
0
0
ASET LAINNYA
TGR
TPA
500.000
0 EKUITAS DIINVESTASIKAN
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
500.000
Karena sisa TGR telah dilunasi sejumlah Rp. 500.000,- maka pada tanggal 31 Desember 2007 dicatat jurnal penyesuain, sebagai berikut:
Dr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya 500.000
Cr 151211 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 500.000
Setelah mencatat jurnal di atas dalam Formulir Jurnal Aset (FJA), dilakukan perekaman melalui aplikasi SAK serta posting sehingga terbentuk akun-akun tersebut di dalam neraca.
Contoh penyajian dalam neraca yang berakhir tanggal 30 Juni 2007 adalah:
ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Penerimaan
Bagian Lancar TPA
Bagian Lancar TGR
Piutang Lainnya
0
0
0
0
0 KEWAJIBAN LANCAR
Uang Muka dari KPPN
Pendapatan yang ditangguhkan
EKUITAS LANCAR
Cadangan Piutang
0
0
0
ASET LAINNYA
TGR
TPA
0
0 EKUITAS DIINVESTASIKAN
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
0
Ilustrasi lainnya, sebagai berikut:
Berdasarkan catatan, saldo awal Piutang dari Pendapatan Ongkos Perkara per 31 Juli 2005 Kantor Kejaksaan Negeri Surabaya adalah sebesar Rp. 14.600.000,-
Jurnal untuk mencatat saldo awal Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya adalah:
Dr 113211 Piutang PNBP Lainnya 14.600.000
Cr 311311 Cadangan Piutang 14.600.000
Berdasarkan Daftar Saldo Piutang, saldo Piutang PNBP Lainnya pada tanggal 31 Desember 2005 adalah Rp. 17.000.000,-. Berarti ada kenaikan jumlah piutang sebesar Rp. 2.400.000,-.Jurnal untuk penambahan nilai piutang penerimaan negara bukan pajak lainnya adalah:
Dr 113211 Piutang PNBP 2.400.000
Cr 311311 Cadangan Piutang 2.400.000
Setelah mencatat jurnal di atas dalam Formulir Jurnal Aset (FJA), dilakukan perekaman melalui aplikasi SAK serta posting sehingga terbentuk akun-akun tersebut di dalam neraca.
Contoh penyajian dalam neraca yang berakhir tanggal 31 Desember 2005 adalah:
ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Kas di Bendahara Penerimaan
Bagian Lancar TPA
Bagian Lancar TGR
Piutang PNBP Lainnya
0
0
0
6.000.000
17.000.000 KEWAJIBAN LANCAR
Uang Muka dari KPPN
Pendapatan yang ditangguhkan
EKUITAS LANCAR
Cadangan Piutang
0
0
23.000.000
ASET LAINNYA
TGR
TPA
3.500.000
0 EKUITAS DIINVESTASIKAN
Diinvestasikan dalam aset lainnya
3.500.000
Jika sampai dengan tanggal jatuh tempo tidak ada pembayaran dan Debitur menyatakan ketidaksanggupannya untuk melakukan pembayaran, maka piutang tidak tertagih tersebut dapat dilimpahkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara sesuai dengan parturan perundang-undangan dan selama itu akun piutang PNBP lainnya di dalam neraca akan tetap seperti di dalam neraca di atas.
BAB VI
AKUNTANSI BELANJA YANG HARUS DIBAYAR
A. Pengertian Belanja Yang Masih Harus Dibayar
Pengertian Belanja Yang Masih Harus Dibayar dalam pedoman ini mencakup:
1. Kewajiban yang timbul akibat hak atas barang/jasa yang telah diterima kementerian negara/lembaga, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/pelunasan atas hak tersebut kepada pegawai dan/atau pihak ketiga selaku penyedia barang/jasa. Termasuk dalam hal ini adalah kewajiban kepada pegawai dan barang dalam perjalanan yang telah menjadi haknya.
2. Kewajiban yang timbul akibat perjanjian/komitmen yang dilakukan oleh pemerintah berdasarkan peraturan yang ada, seperti belanja subsidi, bantuan sosial dan hibah, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan realisasi atas perjanjian/komitmen tersebut kepada pihak ketiga. Dalam hal ini mengatur kewajiban satu arah dari pemerintah tanpa ada hak atas barang/jasa yang diterima.
Belanja Yang Masih Harus Dibayar diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya ekonomi akan dilakukan, dan mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal dan dibukukan sebesar nilai nominal. Belanja Yang Masih Harus Dibayar dalam valuta asing dikonversikan ke rupiah berdasarkan nilai tukar (kurs tengah BI) pada tanggal transaksi.
Transaksi ini pada umumnya muncul di satuan kerja pengguna anggaran dan satuan kerja BUN. Satker kerja pengguna anggaran dan satuan kerja BUN melaksanakan kegiatan inventarisasi atas seluruh utang yang ada pada tanggal neraca, sehingga perkiraan-perkiraan Belanja Yang Masih Harus Dibayar dapat disajikan pada neraca tahunan dan semester satuan kerja kementerian negara/lembaga/BUN. Selain itu. utang kementerian negara/lembaga/BUN harus diungkapkan secara rinci dalam bentuk daftar skedul utang untuk memberikan informasi yang lebih baik mengenai kewajiban kementerian negara/lembaga/BUN. Pengakuan Belanja Yang Masih Harus Dibayar hanya dapat dilakukan selama belanja telah dianggarkan.
B. Jenis-Jenis Belanja Yang Masih Harus Dibayar
Sesuai dengan bagan perkiraan standar, Belanja Yang Masih Harus Dibayar dapat dibagi menjadi:
1. Belanja Pemerintah Pusat Yang Masih Harus Dibayar (MA 21122); dan
2. Belanja Daerah Yang Masih Harus Dibayar (MA 21123).
Belanja Pemerintah Pusat Yang Masih Harus Dibayar dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Belanja Pegawai Yang Masih Harus Dibayar.
Belanja Pegawai Yang Masih Harus Dibayar yaitu kewajiban yang timbul akibat hak atas pegawai, baik dalam bentuk uang maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang diberikan kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI/Polri dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan sampai dengan saat penyusunan laporan kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/ pelunasan/realisasi atas hak/perjanjian/komitmen tersebut.
Sesuai dengan BPS, yang termasuk kelompok belanja pegawai adalah kode perkiraan 511, 512, dan 513.
Contoh belanja :
SK Kenaikan pangkat pegawai sudah ada, tetapi belum dicantumkan dalam Daftar Gaji/Tunjangan sampai dengan bulan Desember.
Honorarium Tim bulan Desember yang dibayar pada bulan Januari.
Lembur, kontribusi sosial dan lain-lain yang berhubungan dengan pegawai bulan Desember yang dibayar pada bulan Januari.
b. Belanja Barang Yang Masih Harus Dibayar.
Belanja Barang Yang Masih Harus Dibayar terdiri dari:
1. Belanja Barang/Jasa Yang Masih Harus Dibayar yaitu kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran anggaran yang dilakukan oleh kementerian negara/lembaga/pemerintah untuk membiayai keperluan kantor sehari-hari, pengadaan barang yang habis pakai seperti alat tulis kantor, pengadaan/penggantian inventaris kantor, langganan daya dan jasa, lain-lain pengeluaran untuk membiayai pekerjaan yang sifatnya non fisik dan secara langsung menunjang tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga, pengadaan inventaris kantor yang nilainya tidak memenuhi syarat nilai kapitalisasi minimum yang diatur oleh pemerintah pusat/daerah dan pengeluaran jasa non fisik seperti pengeluaran untuk biaya pelatihan dan penelitian, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/ pelunasan/realisasi atas hak /perjanjian/komitmen tersebut.
Sesuai dengan BPS, yang termasuk kelompok belanja barang/jasa adalah kode perkiraan 521, 522.
Contoh:
Tagihan atas pemakaian telepon, listrik, yang belum dibayar sampai dengan tanggal penyusunan laporan. (refer ke SE)
Tagihan atas pemberian makanan bagi para tahanan/narapidana.
2. Belanja Pemeliharaan Yang Masih Harus Dibayar yaitu kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran anggaran yang dilakukan oleh kementerian negara/lembaga/pemerintah yang dimaksudkan untuk mempertahankan aset tetap atau aset lainnya yang sudah ada ke dalam kondisi normal tanpa memperhatikan besar kecilnya, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/ pelunasan/realisasi atas hak /perjanjian/komitmen tersebut.
Sesuai dengan BPS, yang termasuk kelompok belanja pemeliharaan adalah kode perkiraan 523.
Contoh:
Tagihan biaya pemeliharaan tanah, pemeliharaan gedung dan bangunan kantor, rumah dinas, kendaraan bermotor dinas, perbaikan peralatan dan sarana gedung, jalan, jaringan irigasi, peralatan mesin, dan lain-lain sarana yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan yang belum dibayar sampai dengan tanggal penyusunan laporan.
3. Belanja Perjalanan Dinas Yang Masih Harus Dibayar yaitu kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran anggaran yang dilakukan oleh kementerian negara/lembaga/pemerintah yang dilakukan untuk membiayai perjalanan dinas dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi, dan jabatan, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/ pelunasan/realisasi atas hak /perjanjian/komitmen tersebut.
Sesuai dengan BPS, yang termasuk kelompok belanja perjalanan dinas adalah kode perkiraan 524.
c. Belanja Modal Yang Masih Harus Dibayar.
Belanja Modal Yang Masih Harus Dibayar yaitu kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran anggaran yang dilakukan oleh kementerian negara/lembaga/pemerintah untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/ pelunasan/realisasi atas hak/perjanjian/komitmen tersebut.
Sesuai dengan BPS, yang termasuk kelompok belanja modal adalah kode perkiraan 531, 532, 533, 534, dan 535.
Contoh:
1. Pihak ketiga/kontraktor membangun fasilitas atau peralatan sesuai dengan spesifikasi yang ada pada kontrak perjanjian dengan pemerintah, atas fasilitas/peralatan tersebut yang telah dilakukan serah terima tetapi belum dibayar penuh oleh pemerintah sampai tanggal pelaporan. Nilai yang dicantumkan dalam neraca sebagai Utang kepada Pihak Ketiga adalah sebesar jumlah yang belum dibayar untuk barang tersebut pada tanggal neraca.
2. Pembayaran atas kontrak pengadaan barang/jasa ditunda sampai dengan masa penjaminan pekerjaan selesai (Retensi).
d. Belanja Subsidi Yang Masih Harus Dibayar.
Belanja Subsidi Yang Masih Harus Dibayar yaitu kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran pemerintah untuk diberikan kepada perusahaan/lembaga tertentu yang bertujuan membantu biaya produksi agar harga jual produk/jasa yang dihasilkan dapat dijangkau oleh masyarakat, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/pelunasan/realisasi atas hak/perjanjian/komitmen tersebut
Sesuai dengan BPS, yang termasuk kelompok belanja subsidi adalah kode perkiraan 551,dan 552.
e. Belanja Hibah Yang Masih Harus Dibayar.
Belanja Hibah Yang Masih Harus Dibayar adalah kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran anggaran yang dilakukan oleh kementerian negara/lembaga/pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/ pelunasan/realisasi atas hak/perjanjian/komitmen tersebut
Sesuai dengan BPS, yang termasuk kelompok belanja hibah adalah kode perkiraan 561, 562, dan 563.
f. Belanja Bantuan Sosial Yang Masih Harus Dibayar.
Belanja Bantuan Sosial Yang Masih Harus Dibayar adalah kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran anggaran yang dilakukan oleh kementerian negara/lembaga/pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa kepada masyarakatyang diberikan kepada lembaga sosial dan kompensasi sosial kepada penduduk guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/ pelunasan/realisasi atas hak/perjanjian/komitmen tersebut.
Belanja bantuan sosial dapat berupa: belanja bantuan konpensasi sosial, belanja bantuan sosial lembaga pendidikan peribadatan dan belanja lembaga sosial lainnya.
Sesuai dengan BPS, yang termasuk kelompok belanja bantuan sosial adalah kode perkiraan 571, 572, dan 573.
g. Belanja Lain-lain Yang Masih Harus Dibayar.
Belanja Lain-Lain Yang Masih Harus Dibayar adalah kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran/belanja yang dilakukan oleh pemerintah pusat untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang serta sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/pelunasan/realisasi atas hak/perjanjian/komitmen tersebut.
Contoh: pengeluaran untuk penanggulangan bencana alam, belanja pemilu, belanja tanggap darurat.
Belanja Daerah Yang Masih Harus Dibayar dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Belanja Dana Perimbangan Yang Masih Harus Dibayar
Belanja Dana Perimbangan Yang Masih Harus Dibayar adalah kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran/alokasi anggaran untuk pemerintah daerah berupa dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus yang ditujukan untuk keperluan pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/ pelunasan/realisasi atas hak tersebut.
b. Belanja Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian Yang Masih Harus Dibayar
Belanja Dana Otonomi Khusus Dan Penyesuaian Yang Masih Harus Dibayar adalah kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran/alokasi anggaran untuk pemerintah daerah berupa dana otonomi khusus dan dana penyesuaian yang ditujukan untuk keperluan pemerintah daerah sesuai dengan pemerintah, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/ pelunasan/realisasi atas hak tersebut ke rekening pemerintah daerah.
C. Prosedur Akuntansi Belanja Yang Masih Harus Dibayar
Prosedur Akuntansi Belanja Yang Masih Harus Dibayar terdiri dari:
1. Pembuatan Daftar Rekapitulasi.
Pembuatan Daftar Rekapitulasi dilakukan oleh pegawai pada bagian akuntansi dan pelaporan keuangan di satuan kerja (UAKPA). Daftar Rekapitulasi dibuat berdasarkan daftar belanja pemerintah pusat dan belanja daerah yang masih harus dibayar.
Daftar Rekapitulasi merupakan hasil penjumlahan dari daftar rekap belanja pegawai yang masih harus dibayar, non belanja pegawai yang masih harus dibayar dan belanja daerah yang masih harus dibayar.
Daftar Rekapitulasi Belanja terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu:
a. Daftar Rekapitulasi belanja Pusat Yang Masih Harus Dibayar, daftar ini mencatat belanja pemerintah pusat yang masih harus dibayar.
b. Daftar Rekapitulasi Belanja Daerah Yang Masih Harus Dibayar, daftar ini mencatat belanja pemerintah daerah yang masih harus dibayar.
Contoh Daftar Rekapitulasi Belanja Pusat dan Belanja Daerah Yang Masih Harus Dibayar adalah:
DAFTAR REKAPITULASI
BELANJA PUSAT YANG MASIH HARUS DIBAYAR
Kode Kode Uraian Jenis Belanja Yang Masih Harus Dibayar Jumlah
(1) (2) (3) (4)
1. 211221 Belanja Pegawai Yang Masih Harus Dibayar Rp
2. 211222 Belanja Barang Yang Masih Harus Dibayar Rp
3. 211223 Belanja Modal Yang Masih Harus Dibayar Rp.
4. 211225 Belanja Subsidi Yang Masih Harus Dibayar Rp
5. 211226 Belanja Hibah Yang Masih Harus Dibayar Rp.
6. 211227 Belanja Bantuan Sosial Yang Masih Harus Dibayar Rp
7. 211228 Belanja Lain-Lain Yang Masih Harus Dibayar Rp
21122 Jumlah Belanja Pusat Yang Masih Harus Dibayar (5)
..............(6).....,..............................
Jabatan Penanda tangan (7)
Nama penanda tangan (8)
NIP Penanda tangan
Adapun petunjuk pengisian Daftar Rekapitulasi Belanja Pusat Yang Masih Harus Dibayar adalah sebagai berikut:
No. URAIAN PENGISIAN
1. No Diisi dengan nomor
2. Kode Diisi dengan kode akun jenis belanja pusat yang masih harus dibayar
3. Uraian Jenis Belanja Yang Masih Harus Dibayar Diisi dengan uraian jenis belanja pusat yang masih harus dibayar
4. Jumlah Diisi berdasarkan hasil penjumlahan per jenis belanja pusat yang masih harus dibayar
5. Jumlah Belanja Pusat Yang Masih Harus Dibayar Diisi berdasarkan hasil penjumlahan semua jenis belanja pusat yang masih harus dibayar
6. Tempat dan Tanggal Diisi dengan nama tempat dan tanggal pembuatan daftar
7. Nama jabatan Diisi dengan jabatan penanda tangan daftar..
8. Nama dan NIP Diisi dengan nama dan NIP pegawai yang menanda tangani daftar.
DAFTAR REKAPITULASI
BELANJA DAERAH YANG MASIH HARUS DIBAYAR
Kode Kode Uraian Jenis Belanja Jumlah
(1) (2) (3) (4)
1. 211231
Belanja Dana Perimbangan yang masih harus Dibayar Rp
2. 211232
Belanja Dana Otonomi Khusus yang masih harus dibayar Rp
Jumlah Rp (5)
..............(6).....,..............................
Jabatan Penanda tangan (7)
Nama penanda tangan (8)
NIP Penanda tangan
Adapun petunjuk pengisian Daftar Rekapitulasi Belanja Daerah Yang Masih Harus Dibayar adalah sebagai berikut:
No. URAIAN PENGISIAN
1. No Diisi dengan nomor
2. Kode Diisi dengan kode akun jenis belanja daerah yang masih harus dibayar
3. Uraian Jenis Belanja Yang Masih Harus Dibayar Diisi dengan uraian jenis belanja daerah yang masih harus dibayar
4. Jumlah Diisi berdasarkan hasil penjumlahan per jenis belanja daerah yang masih harus dibayar
5. Jumlah Belanja Daerah Yang Masih Harus Dibayar Diisi berdasarkan hasil penjumlahan semua jenis belanja daerah yang masih harus dibayar
6. Tempat dan Tanggal Diisi dengan nama tempat dan tanggal pembuatan daftar
7. Nama jabatan Diisi dengan jabatan penanda tangan daftar.
8. Nama dan NIP Diisi dengan nama dan NIP pegawai yang menanda tangani daftar.
2. Pembuatan Jurnal Penyesuaian
UAKPA membuat jurnal penyesuaian dengan mengisi formulir jurnal. Jurnal dibuat untuk membukukan saldo Belanja Yang Masih Harus Dibayar oleh kementerian negara/lembaga per tanggal 31 Desember.
Jurnal untuk mencatat saldo Belanja Yang Masih Harus Dibayar adalah sebagai berikut:
Dr. Dana yang harus disediakan utk pembayaran utang jangka pendek *) Xxxxx
Cr. Jenis Belanja Yang Masih Harus Dibayar Xxxxx
*) Ket: Dana yang harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek merupakan bagian dari Ekuitas Dana Lancar (pengurang ekuitas dana lancar).
Bentuk Formulir Jurnal Penyesuaian dan petunjuk pengisian Formulir Jurnal sebagai berikut:
Kementerian Negara/Lembaga/BUN : (1) _______________
Eselon : (2) _______________
Wilayah : (3) _______________
Satuan Kerja * : (4) ________________ No. Dokumen : (5) ___________
Tanggal : (6) ___________
Tahun Anggaran : (7)_ __________
Periode/Bulan : (8)________________
Keterangan : (9)________________ Jenis Jurnal Penyesuaian (10)
Aset
Kewajiban
Ekuitas Pendapatan
Belanja
No. Urut Jenis, No, dan tanggal dokumen referensi Kegiatan/ Sub Kegiatan Kode Perkiraan Uraian Nama Perkiraan Debet (Rupiah) Kredit (Rupiah)
1 2 3 4 5 6 7
(11) (12) (13) (14) (15) (16) (17)
Dibuat oleh : (18) Disetujui oleh : (19) Direkam oleh : (20)
Tanggal : Tanggal : Tanggal :
PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR JURNAL PENYESUAIAN
No. URAIAN PENGISIAN
1. Kementerian Negara/ Lembaga Diisi dengan kode dan uraian Kementerian Negara/Lembaga.
2. Eselon I Diisi dengan kode dan uraian Eselon I
3. Wilayah Disi dengan kode dan uraian wilayah (wajib diisi jika ada)
4. Satuan Kerja Diisi dengan kode dan uraian satuan kerja (wajib diisi jika ada).
5. No. Dokumen Diisi dengan no. dokumen yang ditetapkan untuk formulir jurnal. Nomor formulir jurnal ditetapkan oleh setiap unit akuntansi pembuat formulir jurnal dengan menggunakan format BA-E1-S/BT/00000 dimana:
BA = kode Kementerian Negara/Lembaga (3 digit),
E1 = kode Eselon 1 (2 digit). Bila tidak ada diisi dengan 00,
S= kode Satuan Kerja (6 digit). Bila tidak ada diisi dengan 000000,
B = bulan (2 digit),
T = tahun (2 digit),
No urut = 5 digit.
6. Tanggal Diisi dengan tanggal pembuatan laporan dengan format HH-BB-TT dimana:
HH = Tanggal
BB = Bulan
TT = Tahun
7. Tahun Anggaran Diisi dengan periode tahun anggaran yang dilaporkan.
8. Periode/Bulan Diisi dengan periode transaksi yang dilaporkan.
Contoh : 01-01-2006 s.d 31-01-2006
9. Keterangan Diisi dengan penjelasan mengenai sifat dari transaksi yang dibuat.
10. Jenis Jurnal Penyesuaian Dipilih sesuai dengan jenis penyesuaian yang dilakukan (Aset, Kewajiban, Ekuitas, Pendapatan dan Belanja).
11. No. Urut Diisi dengan nomor urut transaksi dengan rincian debet atau kredit.
12. Jenis, Nomor dan Tanggal Dokumen Referensi Diisi dengan jenis, nomor dan tanggal dokumen referensi, contoh: SPM No. 000001 tanggal 1 Juli 2006.
13 Kegiatan Diisi dengan 4 (empat) digit kode kegiatan
14. Kode Perkiraan Diisi dengan kode perkiraan.
15. Uraian Nama Perkiraan Diisi dengan nama perkiraan sesuai dengan kode perkiraan pada kolom 14. Uraian nama perkiraan yang dikredit ditulis agak ke kanan untuk membedakan dengan uraian nama perkiraan yang didebet
16. Debet (Rupiah) Diisi dengan jumlah rupiah yang didebet. Jika jumlah rupiah yang didebet telah diisi maka jumlah rupiah yang dikredit yang ada di kolom (18) pada baris tersebut tidak perlu diisi.
17. Kredit (Rupiah) Diisi dengan jumlah rupiah yang dikredit. Jika jumlah rupiah yang dikredit telah diisi maka jumlah rupiah yang didebet yang ada di kolom (17) pada baris tersebut tidak perlu diisi.
18. Dibuat oleh Tanggal Diisi dengan nama jelas dan tanda tangan staf yang membuat Formulir Jurnal Penyesuaian. Tanggal pembuatan Formulir Jurnal Penyesuaian ditulis pada tempat yang disediakan.
19. Disetujui oleh
Tanggal Diisi dengan nama jelas dan tanda tangan penanggungjawab yang meneliti dan menyetujui Formulir Jurnal Penyesuaian. Tanggal penandatanganan Formulir Jurnal Penyesuaian ditulis pada tempat yang disediakan.
20. Direkam oleh :
Tanggal Diisi dengan nama jelas dan tanda tangan staf yang merekam Formulir Jurnal Penyesuaian. Tanggal perekaman Formulir Jurnal Penyesuaian ditulis pada tempat yang disediakan.
3. Penyajian Dalam Neraca
Setelah merekam data jurnal penyesuaian, UAKPA melakukan posting data sehingga terbentuk perkiraan Belanja Yang Masih Harus Dibayar di dalam neraca pemerintah/kementerian negara/lembaga.
Akun Belanja Yang Masih Harus Dibayar disajikan di neraca sebagai utang jangka pendek. Dana yang harus disediakan utk pembayaran utang jangka pendek adalah akun lawan dari perkiraan utang jangka pendek dan disajikan dalam kelompok ekuitas dana (debet).
Hal-hal yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan yaitu rincian dari masing-masing jenis hutang (apabila rinciannya banyak atau lebih dari satu halaman sebaiknya dibuat lampiran), selisih kurs hutang dalam valuta asing yang terjadi antara kurs transaksi dan kurs tanggal neraca, serta adanya aset atau lainnya yang dijadikan jaminan hutang.
Contoh Neraca Kementerian Negara/Lembaga adalah sebagai berikut:
NERACA
Per 31 Desember 200X
ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Bagian Lancar TGR
Persediaan
ASET TETAP
Peralatan dan Mesin
Gedung dan Bangunan
Rp xxx
Rp xxx
Rp xxx
Rp xxx
Rp xxx
KEWAJIBAN LANCAR
Uang Muka dari KPPN
Belanja Yang Masih Harus Dibayar
EKUITAS DANA LANCAR
Cadangan Persediaan
Cadangan Piutang
(Dana yang harus disediakan- pembayaran utang jangka pendek)
EKUITAS DANA INVESTASI
Diinvestasikan pada aset tetap
Rp xxx
Rp xxx
Rp xxx
Rp xxx
(Rp xxx)
Rp xxx
Total Aset Rp xxx Total Kewajiban dan Ekuitas Dana Rp xxx
4. Pembuatan Jurnal Balik
Setelah penyusunan laporan keuangan dan proses tutup buku akhir periode akuntansi, maka UAKPA pada awal tahun anggaran berikutnya (bulan januari) membuat jurnal balik dengan mengisi formulir jurnal. Jurnal dibuat untuk menghapuskan perkiraan saldo Belanja Yang Masih Harus Dibayar oleh kementerian negara/lembaga.
Jurnal yang dibuat sebagai berikut:
Dr. Jenis Belanja Yang Masih Harus Dibayar xxxxx
Cr. Dana yang harus disediakan utk pembayaran utang jangka pendek xxxxx
D. Contoh Kasus
Belanja Modal Yang Masih Harus Dibayar
Pada bulan Desember 2003, Pemerintah meminta PT Inti Karya untuk melakukan pemeliharaan gedung Sekretariat Negara dengan Surat Perintah Kerja No. 250/12/SETNEG/2003 tanggal 1 Desember 2003 dengan nilai pekerjaan Rp 10.000. Pekerjaan tersebut telah diselesaikan oleh PT Inti Karya dalam bulan Desember 2003 dan telah diserahterimakan ke Sekretariat Negara pada tanggal 28 Desember 2003 dengan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan No. 260/12/SETNEG/2003. Terhadap pekerjaan yang telah diselesaikan tersebut sampai dengan 31 Desember 2003 belum dibayar oleh Pemerintah.
Berhubung pekerjaan pemeliharaan gedung telah selesai dan telah diserahterimakan ke pemerintah namun sampai dengan 31 Desember 2003 belum dibayar, berarti bahwa pemerintah mempunyai utang kepada PT Inti Karya sejumlah Rp 10.000. Utang kepada Pihak Ketiga pada umumnya merupakan utang jangka pendek yang harus segera dibayar setelah barang/jasa diterima.
Oleh karena itu terhadap utang biaya semacam ini disajikan di neraca dengan klasifikasi Kewajiban Jangka Pendek. Berdasarkan dokumen sumber yang berupa Surat Perintah Kerja, Berita Acara Serah Terima Pekerjaan, dan bukti pendukung lainnya.
Daftar Non Belanja Pegawai Yang Masih Harus Dibayar
Per 30 Desember 2003
MA Uraian Jenis Belanja Nama Pihak Ketiga No/Tgl Kontrak Jumlah Mapping
53 Belanja Modal
531 Belanja Modal Tanah
532 Belanja Modal Peralatan dan Mesin
533 Belanja Modal Gedung dan Bangunan PT Inti Karya No.250/12/SET NEG/2003 Rp 10.000
534 Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
535 Belanja Modal Fisik Lainnya
Jumlah Belanja Modal Rp. 10.000 211223
Jumlah Total Rp. 10.000
Kepala Satker
H Amir
NIP. 060099999
Jakarta, 31 Desember 2003
Bendahara
Amir Yusuf
060056796
DAFTAR REKAPITULASI
BELANJA PUSAT YANG MASIH HARUS DIBAYAR
Kode Kode Uraian Jenis Belanja Yang Masih Harus Dibayar Jumlah
(1) (2) (3) (4)
1. 211221 Belanja Pegawai Yang Masih Harus Dibayar Rp
2. 211222 Belanja Barang Yang Masih Harus Dibayar Rp
3. 211223 Belanja Modal Yang Masih Harus Dibayar Rp. 10.000
4. 211225 Belanja Subsidi Yang Masih Harus Dibayar Rp
5. 211226 Belanja Hibah Yang Masih Harus Dibayar Rp.
6. 211227 Belanja Bantuan Sosial Yang Masih Harus Dibayar Rp
7. 211228 Belanja Lain-Lain Yang Masih Harus Dibayar Rp
21122 Jumlah Belanja Pusat Yang Masih Harus Dibayar Rp. 10.000
Jurnal dibuat dalam formulir jurnal penyesuaian sebagaimana terlampir dalam halaman berikutnya. Setelah jurnal diposting, perkiraan Belanja Yang Masih Harus Dibayar muncul di neraca pemerintah/kementerian negara/lembaga, sebagaimana berikut:
NERACA
Per 31 Desember 2003
ASET LANCAR
Kas di Bendahara Pengeluaran
Bagian Lancar TGR
Persediaan
ASET TETAP
Peralatan dan Mesin
Gedung dan Bangunan
Rp 1.000
Rp 3.000
Rp 2.000
Rp 9.000
Rp 10.000
KEWAJIBAN LANCAR
Uang Muka dari KPPN
Utang-kepada Pihak Ketiga
EKUITAS DANA LANCAR
Cadangan Persediaan
Cadangan Piutang
(Dana yang harus disediakan-pembayaran utang jangka pendek)
EKUITAS DANA INVESTASI
Diinvestasikan pada aset tetap
Rp 1.000
Rp 10.000
Rp 2.000
Rp 3.000
(Rp10.000)
Rp 19.000
Total Aset Rp 25.000 Total Kewajiban dan Ekuitas Dana Rp 25.000
Kementerian Negara/Lembaga/BUN : (1) Kepresidenan
Eselon : (2) Sekretariat Negara
Wilayah : (3) Kantor Pusat
Satuan Kerja * : (4) Sekretariat Negara No. Dokumen : (5) 99 99 99 001
Tanggal : (6) 30 Des 2003
Tahun Anggaran : (7)_ 2003
Periode/Bulan : (8)__Desember 2003
Keterangan : (9)___Mencatat Belanja Modal Yang Masih Harus Dibayar Jenis Jurnal Penyesuaian (10)
Aset
Kewajiban
Ekuitas Pendapatan
Belanja
No. Urut Jenis, No, dan tanggal dokumen referensi Kegiatan/ Sub Kegiatan Kode Perkiraan Uraian Nama Perkiraan Debet (Rupiah) Kredit (Rupiah)
1 2 3 4 5 6 7
1 SPK No.250 /1 Des 2006 311611 Dana yang harus disediakan utk pembayaran utang jangka pendek 10.000
2 SPK No.250 /1 Des 2006 211223 Utang jangka pendek-jenis belanja 10.000
Dibuat oleh : Disetujui oleh : Direkam oleh :
Tanggal : Tanggal : Tanggal :
BAB VII
AKUNTANSI PERSEDIAAN
T
ujuan penyusunan pembahasan Akuntansi Persediaan adalah memberi petunjuk kepada organisasi yang terkait dalam pelaksanaan pencatatan dan pelaporan Persediaan agar organisasi tersebut memiliki persepsi yang sama sehingga tercapai keseragaman dalam akuntansi Persediaan.
A. Kebijakan Akuntansi
Kebijakan akuntansi mencakup pengertian, pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan pos persediaan dalam Laporan Keuangan.
1. Pengertian Persediaan
Secara umum Persediaan adalah merupakan aset yang berwujud yang meliputi:
a. Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan operasional pemerintah;
b. Bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses produksi;
c. Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat;
d. Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam rangka kegiatan pemerintahan.
Persediaan juga mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk digunakan, misalnya barang habis pakai seperti alat tulis kantor, barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti komponen bekas.
Persediaan dapat meliputi:
a. Barang konsumsi;
b. Amunisi;
c. Bahan untuk pemeliharaan;
d. Suku cadang;
e. Persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga;
f. Pita cukai dan leges;
g. Bahan baku;
h. Barang dalam proses/setengah jadi;
i. Tanah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.
j. Hewan dan tanaman, untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat
Persediaan untuk tujuan strategis seperti cadangan energi (misalnya minyak) atau untuk tujuan berjaga-jaga seperti cadangan pangan (misalnya beras), barang-barang dimaksud diakui sebagai persediaan. Hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat antara lain berupa sapi, kuda, ikan, benih padi, dan bibit tanaman. Persediaan dengan kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam neraca, tetapi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
2. Pengakuan Persediaan
Persediaan diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal. Persediaan diakui pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah. Pada akhir periode akuntansi, persediaan dicatat berdasarkan hasil inventarisasi fisik.
Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki proyek swakelola dan dibebankan ke suatu perkiraan aset untuk kontruksi dalam pengerjaan, tidak dimasukkan sebagai persediaan.
3. Pengukuran Persediaan
Persediaan disajikan sebesar:
a. Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian
Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang serupa mengurangi biaya perolehan. Nilai pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan yang terakhir diperoleh. Barang persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan untuk dijual, seperti pita cukai, dinilai dengan biaya perolehan terakhir.
b. Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri
Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya overhead tetap dan variabel yang dialokasikan secara sistematis, yang terjadi dalam proses konversi bahan menjadi persediaan.
c. Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan
Harga/nilai wajar persediaan meliputi nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan melakukan transaksi wajar. Persediaan hewan dan tanaman yang dikembangbiakkan serta persediaan yang diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan dinilai dengan menggunakan nilai wajar.
4. Pengungkapan Persediaan
Persediaan disajikan di neraca sebesar nilai moneternya dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK), berupa:
a. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan;
b. Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan yang digunakan dalam pelayanan masyarakat, barang atau perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang masih dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat;
c. Kondisi persediaan;
d. Hal-hal lain yang perlu diungkapkan berkaitan dengan persediaan, misalnya persediaan yang diperoleh melalui hibah atau rampasan.
Sedangkan untuk persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki proyek swakelola dan dibebankan ke suatu perkiraan aset untuk kontruksi dalam pengerjaan, tidak dimasukkan sebagai persediaan.
B. Siklus Akuntansi Persediaan (Flowchart)
Akuntansi persediaan oleh UAKPB dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi persediaan, maksudnya:
1. Apabila akuntansi persediaan sudah dilakukan dengan menggunakan aplikasi persediaan maka jurnal penyesuaian persediaan akan terbentuk secara otomatis dari sistem aplikasi persediaan. UAKPB mengirimkan file data jurnal penyesuaian kepada UAKPA.
2. Apabila akuntansi persediaan belum menggunakan aplikasi persediaan, maka jurnal penyesuaian persediaan dibuat dengan menggunakan formulir jurnal aset (FJA) oleh UAKPA. Selanjutnya UAKPA merekam data persediaan menggunakan aplikasi SAI tingkat Satuan Kerja.
Untuk UAKPA yang belum menggunakan aplikasi persediaan, pada setiap akhir semester harus membuat jurnal aset untuk mencatat nilai persediaan berdasarkan Laporan Persediaaan dan Laporan Hasil Mapping yang diterima dari UAKPB. Nilai rupiah yang dicantumkan dalam jurnal adalah nilai rupiah persediaan hasil mapping. Jurnal tersebut direkam melalui Aplikasi SAK untuk menyusun Laporan Keuangan berupa Neraca. Hasil mapping disajikan dalam CaLK.
Setiap semester neraca beserta CaLK dikirimkan kepada unit akuntansi keuangan level atasnya. Siklus Akuntansi Persediaan (flowchat) dapat dilihat di halaman berikut:
C. Proses Akuntansi
1. PMK Nomor 97/KMK.06/2007 tentang Kodefikasi Barang Milik Negara
Setelah UAKPB melakukan inventarisasi fisik, hal yang selanjutnya dilakukan adalah menyesuaikan kode barang persediaan berdasarkan PMK nomor 97/KMK.06/2007 tentang Kodefikasi Barang Milik Negara. Kode barang persediaan yang tercantum dalam PMK nomor PMK nomor 97/KMK.06/2007 dimulai dengan kode golongan, kode bidang, kode kelompok, kode sub kelompok, dan kode sub-sub kelompok. Kode barang persediaan dimulai dengan kode golongan 4 (empat), seperti kode barang persediaan yang tercantum pada halaman 20.
2. Mapping BAS
Setelah kode barang persediaan disesuaikan dengan KMK nomor PMK nomor 97/KMK.06/2007, UAKPB melakukan mapping atas kode barang persediaan terhadap kode barang sesuai PMK nomor 91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun Standar.
MAPPING KLASIFIKASI PERSEDIAAN KE PERKIRAAN BUKU BESAR ASET
Klasifikasi Menurut
PMK No.97/05/2007 Bagan Akun Standar
Kode
Barang Uraian Kode Nama Perkiraan
4
4.01.03.01
4.01.03.02
4.01.03.03
4.01.03.04
4.01.03.06
4.01.01.03
4.01.03.05
4.01.02.00
4.01.01.01
4.01.01.02
4.01.01.04
4.01.01.05
4.01.01.06
4.02.01.00
4.02.02.00
4.03.01.00
Persediaan
Alat Tulis Kantor
Kertas dan Cover
Bahan Cetak
Bahan Komputer
Alat Listrik
Bahan Peledak
Perabot Kantor
Suku Cadang
Belum diatur dalam SK Menkeu No.18/KMK.018/1999
Bahan Bangunan dan Konstruksi
Bahan Kimia
Bahan Bakar dan Pelumas
Bahan Baku
Bahan Kimia Nuklir
Belum diatur dalam SK Menkeu No.18/KMK.018/1999
Belum diatur dalam SK Menkeu No.18/KMK.018/1999
Komponen
Pipa
Komponen Bekas dan Pipa Bekas
1151
11511
115111
115112
115113
115114
11512
115121
115122
115123
11513
115131
115132
11519
115191
115192
Persediaan
Persediaan untuk Bahan Operasional
Barang Konsumsi
Amunisi
Bahan untuk Pemeliharaan
Suku Cadang
Persediaan untuk dijual/ diserahkan kepada Masyarakat
Pita Cukai, Meterai dan leges
Tanah dan Bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada Masyarakat
Hewan dan Tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada Masyarakat
Persediaan Bahan untuk Proses Produksi
Bahan Baku
Barang dalam Proses
Persediaan Bahan Lainnya
Persediaan untuk tujuan trategis/ berjaga-jaga
Persediaan Lainnya
3. Jurnal Persediaan
Jurnal adalah pencatatan transaksi pertama kali dimana satu transaksi akan mempengaruhi dua atau lebih perkiraan, satu sisi sebagai debet dan sisi lainnya sebagai kredit. Satuan kerja membuat jurnal persediaan agar dapat menyajikan nilai persediaan dalam neraca.
Bentuk jurnal persediaan sebagai berikut :
No Uraian Debet Kredit
1. Mencatat Nilai awal persediaan
Jenis Persediaan
Cadangan Persediaan Xxx
Xxx
2 Mencatat penambahan nilai persediaan
Jenis Persediaan
Cadangan Persediaan Xxx
Xxx
3 Mencatat pengurangan nilai persediaan
Cadangan Persediaan
Jenis Persediaan xxx
xxx
Jenis-jenis persediaan dalam jurnal standar mengacu kepada klasifikasi persediaan sesuai dengan BPS.
Nilai per jenis persediaan dihitung sebagai berikut :
NP = QP x HP
Dimana:
NP : Nilai per jenis persediaan pada tanggal Neraca
QP : kuantitas/jumlah persediaan pada tanggal pelaporan ( dalam unit) berdasarkan Laporan Persediaan
HP : harga pembelian terakhir persediaan ( dalam rupiah per unit), berdasarkan faktur pembelian
Jurnal persediaan selanjutnya dituangkan dalam formulir jurnal aset (FJA) sebagai dokumen sumber perekaman data. Bentuk format jurnal aset (FJA) dan petunjuknya dapat dilihat di halaman berikut.
FORMULIR JURNAL ASET
Kementerian Negara/Lembaga : (1)___________________________
Eselon I : (2)___________________________
Wilayah : (3)___________________________
Satuan Kerja : (4)___________________________ No. Dokumen : (5)___________________________
Tanggal : (6)___________________________
Tahun Anggaran : (7)___________________________
Periode/Bulan : (8)___________________
Keterangan : (9)_______________________________________
_______________________________________ Jenis Jurnal Aset (10)
• Kas di Bendahara Penerima
• Kas di Bendahara Pembayar
• Piutang
• Persediaan
• Aset Tetap
• Aset Lainnya
No. Urut
(11) Kode Perkiraan
(12) Uraian Nama Perkiraan
(13) Rupiah
(14)
Dibuat oleh : (15) Disetujui oleh : (16) Direkam oleh : (17)
Tanggal : Tanggal : Tanggal :
PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR JURNAL ASET
No. URAIAN
PENGISIAN
1. Kementerian Negara/ Lembaga Diisi dengan kode dan uraian Kementerian Negara/Lembaga.
2. Eselon I Diisi dengan kode dan uraian Eselon I
3. Wilayah Disi dengan kode dan uraian wilayah/propinsi.
4. Satuan Kerja
Diisi dengan kode/uraian satuan kerja.
5. No. Dokumen
Diisi dengan no. dokumen yang ditetapkan untuk Formulir Jurnal Aset. Nomor Formulir Jurnal Aset ditetapkan oleh setiap unit akuntansi pembuat Formulir Jurnal Aset dengan menggunakan format “BABT00000” dimana BA = kode 2 digit Kementerian Negara/Lembaga, B = bulan, T = tahun, dan 00000 = no. urut.
6. Tanggal Diisi dengan tanggal pembuatan laporan sbb :
HH – BB -TTTT
7. Tahun Anggaran Diisi dengan periode tahun anggaran yang dilaporkan.
8. Periode/Bulan Diisi dengan periode transaksi yang dilaporkan.
Contoh : 01-01-2001 s.d 31-01-2001/Januari
9. Keterangan Diisi dengan penjelasan mengenai sifat dari transaksi yang dibuat Formulir Jurnal Aset.
10. Jenis Jurnal Aset Diisi dengan 6 pilihan jenis jurnal aset yang sesuai
11. No. Urut Diisi dengan no. urut transaksi dengan rincian debet atau kredit
12. Kode Perkiraan
Diisi dengan 6 (enam) digit untuk kode perkiraan
No. URAIAN
PENGISIAN
13. Uraian Nama Perkiraan
Diisi dengan nama perkiraan sesuai dengan kode perkiraan pada kolom 13
14. Rupiah Diisi dengan jumlah rupiah yang di-debet atau di-kredit. Jumlah kredit dibedakan dari jumlah debet dengan memasukkan tanda minus (-) di-depan jumlah kredit untuk memungkinkan pengambilan jumlah.
15. Dibuat oleh : Tanggal Diisi dengan nama jelas dan tanda tangan staf yang membuat Formulir Jurnal Aset. Tanggal pembuatan Formulir Jurnal Aset ditulis pada tempat yang disediakan.
16. Disetujui oleh :
Tanggal : Diisi dengan nama jelas dan tanda tangan penanggungjawab yang meneliti dan menyetujui Formulir Jurnal Aset. Tanggal penandatanganan Formulir Jurnal Aset ditulis pada tempat yang disediakan.
17. Direkam oleh :
Tanggal : Diisi dengan nama jelas dan tanda tangan staf yang merekam Formulir Jurnal Aset. Tanggal perekaman Formulir Jurnal Aset ditulis pada tempat yang disediakan.
BAB VIII
AKUNTANSI KONTRUKSI DALAM PENGERJAAN
T
ujuan penyusunan pembahasan Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah memberi petunjuk kepada organisasi yang terkait dalam pelaksanaan pencatatan dan pelaporan KDP agar organisasi tersebut memiliki persepsi yang sama sehingga tercapai keseragaman dalam akuntansi KDP. Sedangkan tujuan akuntansi KDP adalah:
1. menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang KDP;
2. mengamankan transaksi KDP melalui pencatatan, pemrosesan, dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten;
3. mendukung penyelenggaraan SAPP yang menghasilkan informasi KDP sebagai dasar pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan.
A. Kebijakan Akuntansi
1. Kontrak Konstruksi
Perolehan KDP melalui kontrak konstruksi berkaitan, berhubungan erat atau saling tergantung satu sama lain dalam hal rancangan, teknologi, fungsi atau tujuan, dan penggunaan utama. Kontrak konstruksi meliputi:
a. kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan perencanaan konstruksi aset, seperti jasa arsitektur;
b. kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset;
c. kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung pengawasan konstruksi aset yang meliputi manajemen konstruksi dan value engineering;
d. kontrak untuk membongkar atau merestorasi aset dan restorasi lingkungan.
2. Pengakuan KDP
KDP mencakup tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu periode waktu tertentu dan belum selesai.
Jika suatu kontrak konstruksi mencakup sejumlah aset, maka konstruksi dari setiap aset diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi yang terpisah apabila semua syarat di bawah ini terpenuhi:
a. proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset;
b. setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor serta pemberi kerja dapat menerima atau menolak bagian kontrak yang berhubungan dengan masing-masing aset tersebut;
c. biaya masing-masing aset dapat diidentifikasikan.
Suatu kontrak dapat berisi klausul yang memungkinkan konstruksi aset tambahan atas permintaan pemberi kerja dan dapat diubah sehingga konstruksi aset tambahan diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi terpisah jika:
a. aset tambahan tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan, teknologi, atau fungsi dengan aset yang tercakup dalam kontrak semula; atau
b. harga aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga kontrak semula.
Suatu benda berwujud diakui sebagai KDP jika:
a. besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh;
b. biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal; dan
c. aset tersebut masih dalam proses pengerjaan.
KDP biasanya merupakan aset yang dimaksudkan digunakan untuk operasional pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat dalam jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan dalam aset tetap.
KDP dipindahkan ke pos aset tetap yang bersangkutan jika kriteria berikut ini terpenuhi:
a. konstruksi yang secara substansi telah selesai dikerjakan; dan
b. dapat memberikan manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan.
3. Pengukuran
KDP dicatat dengan biaya perolehan.
4. Biaya Konstruksi
Perolehan aset dapat dilakukan dengan membangun sendiri (swakelola) atau melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi.
Biaya-biaya yang dapat dikapitalisasikan untuk KDP adalah sebagai berikut:
a. Nilai KDP yang dikerjakan secara swakelola antara lain:
1) biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi;
2) biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut; dan
3) biaya lain yang secara khusus dibayarkan sehubungan konstruksi yang bersangkutan.
Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan suatu kegiatan konstruksi antara lain meliputi:
- biaya pekerja lapangan termasuk penyelia;
- biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi;
- biaya pemindahan sarana, peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke lokasi pelaksanaan konstruksi;
- biaya penyewaan sarana dan peralatan;
- biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan dengan konstruksi.
Biaya-biaya yang dapat diatribusikan ke kegiatan konstruksi pada umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tertentu meliputi:
- asuransi;
- biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung berhubungan dengan konstruksi tertentu;
- biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi yang bersangkutan seperti biaya inspeksi.
b. Nilai KDP yang dikerjakan oleh kontraktor melalui kontrak konstruksi meliputi:
1) termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan tingkat penyelesaian pekerjaan;
2) kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor berhubung dengan pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada tanggal pelaporan;
3) pembayaran klaim pada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan dengan pelaksanaan kontrak konstruksi.
Perlakuan Akuntansi dari KDP yang dibiayai dari pinjaman:
1 Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman yang timbul selama masa konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya konstruksi, sepanjang biaya tersebut dapat diidentifikasikan dan ditetapkan secara andal;
2 Jumlah biaya pinjaman yang dapat dikapitalisasi tidak boleh melebihi jumlah biaya bunga yang dibayarkan pada periode bersangkutan;
3 Apabila pinjaman digunakan untuk membiayai beberapa jenis aset yang diperoleh dalam suatu periode tertentu, biaya pinjaman periode yang bersangkutan dialokasikan ke masing-masing konstruksi dengan metode rata-rata tertimbang atas total pengeluaran biaya konstruksi;
4 Apabila pembangunan konstruksi dihentikan sementara tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat force majeur maka biaya pinjaman yang dibayarkan selama masa pemberhentian sementara, pembangunan konstruksi dikapitalisasi;
5 Kontrak konstruksi yang mencakup beberapa jenis pekerjaan yang penyelesaiannya jatuh pada waktu yang berbeda-beda, maka jenis pekerjaan yang sudah selesai tidak diperhitungkan biaya pinjaman. Biaya pinjaman hanya dikapitalisasi untuk jenis pekerjaan yang masih dalam proses pengerjaan.
Biaya pinjaman yang dimaksud di atas adalah biaya bunga dan biaya lainnya yang timbul dalam kaitan dengan pinjaman dana. Biaya pinjaman yang secara langsung dapat diatribusikan dengan perolehan atau produksi suatu aset tertentu (qualifying asset) harus dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset tertentu tersebut.
Dalam keadaan tertentu sulit untuk mengidentifikasikan adanya hubungan langsung antara pinjaman tertentu dengan perolehan suatu aset tertentu dan untuk menentukan bahwa pinjaman tertentu tidak perlu ada apabila perolehan aset tertentu tidak terjadi. Kesulitan juga dapat terjadi bila suatu entitas menggunakan beberapa jenis sumber pembiayaan dengan tingkat bunga yang berbeda-beda. Dalam hal ini, sulit untuk menentukan jumlah biaya pinjaman yang dapat secara langsung diatribusikan, sehingga diperlukan pertimbangan profesional (professional judgement) untuk menentukan hal tersebut.
5. Pengungkapan
Entitas harus mengungkapkan informasi mengenai KDP pada akhir periode akuntansi:
a. rincian Kontrak Konstruksi Dalam Pengerjaan berikut tingkat penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiaanya;
b. nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaannya;
c. jumlah biaya yang telah dikeluarkan;
d. uang muka kerja yang diberikan;
e. retensi.B. Akuntansi dan Pelaporan KDP
Akuntansi KDP adalah melakukan serangkaian kegiatan yang meliputi proses pencatatan, pemgukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran transaksi dan kejadiankeuangan, penginterprestasian atas hasilnya, serta penyajian KDP dalam neraca.
Akuntansi KDP dilaksanakan oleh organisasi terkait, yaitu:
1. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran;
2. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran – Wilayah (UAPPA-W);
3. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran – Eselon 1 (UAPPA-E1;
4. Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA).
Dasar yang digunakan dalam pelaksanaan akuntansi KDP adalah sebagai berikut:
3. L-KDP;
4. Lap.BMN dan ADK.
1. AKUNTANSI KDP OLEH UAKPA
a. Penambahan dalam aset KDP
Berdasarkan L-KDP yang diterima dari UAKPB, UAKPA membuat Formulir Jurnal Aset (F-JA) untuk mencatat penambahan nilai aset KDP.
Jurnal untuk penambahan nilai aset KDP adalah:
Dr 132111 Konstruksi Dalam Pengerjaan XXXXXX
Cr 321211 Diinvestasikan dlm Aset Tetap XXXXXX
Jurnal untuk membatalkan jurnal korolari adalah:
Dr 321211 Diinvestasikan dlm Aset Tetap XXXXXX
Cr 131811 Aset tetap sblm Disesuaikan XXXXXX
Nilai rupiah yang dicantumkan dalam F-JA adalah dari kolom (12) pada L-KDP. F-JA tersebut direkam melalui Aplikasi SAKPA untuk menyusun Laporan Keuangan berupa Neraca.
UAKPA mengirimkan Neraca beserta CALK kepada unit akuntansi keuangan level atasnya yaitu UAPPA-W s/d UAPA. Mekanisme Akuntansi Aset KDP oleh UAKPA dapat dilihat dalam flow chart di halaman 28.
b. Pengurangan dalam aset KDP
Setelah KDP selesai dibangun dan menjadi aset definitif sebagai barang milik negara, UAKPB melakukan perekaman aset definitif melalui aplikasi SABMN.
Jurnal untuk mencatat aset tetap definitif adalah:
Dr 131711 Aset tetap definitf XXXXXX
Cr 321211 Diinvestasikan dlm Aset Tetap XXXXXX
Jurnal korolari melalui program SABMN adalah:
Dr 321211 Diinvestasikan dlm Aset Tetap XXXXXX
Cr 131811 Aset tetap sebelum Disesuaikan XXXXXX
UAKPB menghasilkan Laporan BMN dan ADK melalui aplikasi SABMN. Laporan BMN dan ADK dikirm ke UAKPA. Berdasarkan Lap.BMN, UAKPA mengurangi/menghapus nilai aset KDP dari Neraca dengan cara membuat jurnal pengurangan/penghapusan KDP.
Jurnal untuk mengurangi/menghapus nilai aset KDP adalah:
Dr 321211 Diinvestasikan dlm Aset Tetap XXXXXX
Cr 132111 Konstruksi Dalam Pengerjaan XXXXXX
Jurnal untuk menghapus jurnal korolari di atas adalah:
Dr 131811 Aset tetap sebelum Disesuaikan XXXXXX
Cr 321211 Diinvestasikan dlm Aset Tetap XXXXXX
Selanjutnya UAKPA melakukan posting, sehingga pada neraca muncul akun Aset Tetap definitif yang sesuai yaitu:
a. Tanah; atau
b. Peralatan dan mesin; atau
c. Gedung dan Bangunan; atau
d. Jalan, Irigasi dan Jaringan; atau
e. Aset Tetap Lainnya.
UAKPA mengirimkan Neraca beserta CALK kepada unit akuntansi keuangan level atasnya yaitu UAPPA-W s.d. UAPA.
2. PELAPORAN KDP OLEH UAKPA
a. Penyajian KDP dalam Neraca
KDP dilaporkan dan disajikan di neraca secara periodik yaitu semesteran/tahunan sebagai akun terpisah dari masing-masing aset tetap. Contoh penyajian akun KDP dalam neraca:
ASET TETAP
Tanah
Peralatan dan Mesin
Gedung dan Bangunan
Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Aset Tetap Lainnya
Konstruksi Dalam Pengerjaan
b. Penyusunan CALK
Setiap satuan kerja mengungkapkan informasi mengenai konstruksi dalam pengerjaan dalam CALK per jenis KDP sesuai laporan KDP, termasuk:
a. rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiaanya;
b. nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaannya;
c. jumlah biaya yang telah dikeluarkan;
d. uang muka kerja yang diberikan;
e. retensi.
BAB IX
MODUL PENERIMAAN NEGARA
U
ntuk meningkatkan pelayanan kepada wajib setor dalam melakukan pembayaran ke kas negara atas semua jenis setoran sejak tahun 2006 pemerintah telah menyiapkan modul penerimaan negara (MPN) yang menggantikan sistem penerimaan yang lama (SISPEN, MP3 ,dan EDI).
MPN adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan ang berhubungan dengan penerimaan negaradan merupakan bagian dari sistem perbendaharaan negara dan Anggaran Negara. Dengan diimplementasikannya MPN ini diharapkan :
peningkatan validitas nilai penerimaan negara ;
Peningkatan akuntabilitas penerimaan negara;
A. Dokumen Sumber
Dokumen sumber yang telah diproses melalui MPN akan memperoleh Bukti Penerimaan Negara (BPN) yaitu dokumen yang diterbitkan oleh Bank/Pos atsa transaki penerimaan negara dengan teraan NTPN dan NTB/NTP dan dokumen yang diterbitkan oleh KPPN atas transaksi penerimaan negara yang berasal dari potongan SPM dengan teraan NTPP dan NPP.
Dokumen sumber pendukung NTB berupa formulir - formulir setoran sebagai berikut ini :
SSP adalah surat setoran atas pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang
SSPBB adalah setoran atas pembayaran atau penyetoran pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dari tempat pembayaran ke Bank Persepsi PBB
SSB adalah surat setoran atas pembayaran atau penyetoran BPHTB dari tempat pembayaran ke Bank Persepsi BPHTB.
SSPCP adalah surat setoran atas penerimaan negara dalam rangka impor berupa bea masuk, bea masuk berasal dari SPM Hibah , denda administrasi penerimaan pabean lainnya, cukai, peneriaan cukai lainnya, jasa pekerjaan, bunga, PPH pasal 22 impor, PPN Impor, serta PPnBM Impor
SSCP adalah surat setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri.
SSBP adalah adalah surat setoran bukan pajak
SSPB adalah Surat Setoran atas penerimaan Pengembalian belanja tahun anggaran berjalan.
STBS (Surat Tanda Bukti Setoran) adalah surat setoran atas pembayaran pungutan ekspor, kekurangan pungutan elspor, dan/atau denda administrasi ats transaksi pungutan ekspor
B. Pengesahan Penerimaan Negara
Setiap transaksi penerimaan negara harus mendapat Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). Penerimaan negara yang disetor oleh wajib pajak/Wajib Bayar/wajib setor/Bendahara Penerima melalui Bank/Pos diakui pada saat masuk Rekening Kas Negara dan mendapat NTPN.
NTPN ini adalah nomor transaksi yang diberikan oleh database Kantor Pusat Direktur Jenderal Perbendaharaan atas penerimaan yang disetor melalui Bank/Kantor Pos.
Untuk penyetoran melalui Bank selain mendapatkan nomor NTPN, wajib setor juga mendapatkan Nomor Transaksi Bank (NTB), sedangkan bila melalui pos mendapatkan Nomor Transaksi Pos (NTP).
Penerimaan melalui potongan SPM, maka KPPN akan menerbitkan Nomor Penerimaan Potongan (NPP).
C. Rekonsiliasi Data Penerimaan Negara
Dengan telah ditetapkannya NTB sebagai bukti penerimaan negara, dimana dalam NTB terdapat NTPN, maka secara data penerimaan sudah dapat dilakukan rekonsiliasi antara data penerimaan yang dibukukan oleh KPPN dengan satker. Satker sebagai UAKPA dalam melakukan perekaman penerimaan dalam SAI nya menggunakan NTPN sebagai nomor dokumen yang unik. Sehigga ketika dilakukan rekonsiliasi dengan KPPN dapat diidentifikasi data yang ada dengan mempergunkan NTPN tersebut.
Terdapat beberapa hal yang mungkin memerlukan pengaturan lebih lanjut terhadap proses rekonsiliasi penerimaan dikarekan sifat waktu dan tempat melakukan penyetoran yang dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Sehingga apabila wajib setor melakukan penyetoran diluar bank persepsi KPPN wajib setor, maka data penerimaan tersebut tidak akan masuk dalam KPPN bersangkutan. Untuk keperluan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, sampai dengan saat ini laporan penerimaan negara dibukukan berdasarkan data yang diperoleh dari Bendahara Umum Negara.
BAB X
AKUNTANSI PADA KUASA PENGGUNA ANGGARAN
K
uasa Pengguna Anggaran (KPA) adalah unit akuntansi pada tingkat Satuan Kerja sebagai entitas akuntansi. Secara definisi, satuan kerja adalah kuasa pengguna anggaran/pengguna barang yang merupakan bagian dari suatu unit organisasi pada kementerian Negara/lembaga yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program. Entitas akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
Secara garis besar, terdapat 4 (empat) jenis KPA dalam Sistem Akuntansi Instansi (SAI), yatu :
1. KPA-Kantor Pusat (KP). KPA ini merupakan bagian dari Kementerian Negara/Lembaga yang secara langsung berada di bawah salah satu eselon 1 pada Kementerian Negara/Lembaga. Penetapan sebagai kantor pusat ditandakan dengan pencantuman kode KP pada Dokumen Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) satuan kerja yang bersangkutan.
2. KPA-Kantor Daerah (KD). KPA ini merupakan bagian dari Kementerian Negara/Lembaga yang secara langsung maupun tidak langsung (berada di bawah suatu Kantor Wilayah) berada di bawah salah satu eselon 1 pada Kementerian Negara/Lembaga dan berkedudukan di daerah. Penetapan sebagai kantor daerah ditandakan dengan pencantuman kode KD pada Dokumen Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) satuan kerja yang bersangkutan.
3. KPA-Dekonsentrasi (DK). KPA ini merupakan satuan kerja perangkat daerah yang ditetapkan sebagai pengguna APBN atas usulan Gubernur dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi. Penetapan sebagai KPA dekonsentrasi berdasarkan surat keputusan Gubernur sebagai pelaksana dekonsentrasi dan ditandakan dengan pencantuman kode DK pada Dokumen Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) satuan kerja yang bersangkutan.
4. KPA-Tugas Pembantuan (TP). KPA ini merupakan unit pemerintah daerah yang ditetapkan sebagai pengguna APBN dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. Penetapan sebagai KPA tugas pembantuan berdasarkan surat keputusan Gubernur/Walikota/Bupati/Kepala Desa sebagai pelaksana tugas pembantuan dan ditandakan dengan pencantuman kode TP pada Dokumen Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) satuan kerja yang bersangkutan.
A. Sistem Akuntansi Keuangan pada Satuan Kerja
Sebagai KPA, satuan kerja melaksanakan sistem akuntansi keuangan dalam rangka menghasilkan laporan keuangan lingkup satuan kerja yang bersangkutan sehubungan dengan alokasi anggaran yang diamanatkan kepada satuan kerja yang bersangkutan.
1. Dokumen Sumber
Dokumen sumber adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan yang digunakan sebagai sumber atau bukti untuk menghasilkan data akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan. Dokumen sumber dalam sistem akuntansi keuangan tingkat KPA meliputi:
1. Dokumen pagu anggaran: Dokumen Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), Revisi DIPA, Petunjuk Operasional Kegiatan (POK— RKAK/L Form 1.5 dan Form 4.2), Revisi POK, Surat Keputusan Otorisasi (SKO), Revisi SKO, Surat Kuasa Pengguna Anggaran (SKPA), dan dokumen lain yang dipersamakan.
2. Dokumen realisasi anggaran: Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), Surat Perintah Membayar (SPM) yang telah di-SP2D-kan, Bukti Penerimaan Negara (BPN) yang didukung oleh formulir seperti Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP), Surat Setoran Pengembalian Belanja (SSPB), Surat Setoran Pajak (SSP), Surat Setoran Bea dan Cukai (SSBC), Surat Perintah Pembukuan dan Pengesahan (SP3) dan dokumen lain yang dipersamakan.
3. Dokumen Persediaan
4. Dokumen Piutang.
5. Dokumen Aset Tetap (bagi Satuan Kerja yang belum menggunakan aplikasi SABMN)
6. Dokumen Konstruksi Dalam Pengerjaan
7. Dokumen lainnya.
2. Proses
Akuntansi keuangan pada tingkat Unit Akuntansi KPA (UAKPA) diselenggarakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 59/PMK.06/2005. Proses yang dilakukan oleh petugas akuntansi keuangan meliputi:
1. Menerima dan memverifikasi dokumen sumber. Tugas ini dilaksanakan guna menjamin bahwa dokumen sumber yang digunakan sebagai dasar pencatatan adalah dokumen yang sah dan memiliki elemen-elemen data yang jelas sehingga tidak menimbulkan interpretasi ganda sebagai dasar perekaman.
2. Merekam dokumen sumber. Perekaman dokumen sumber harus sesuai dengan data yang sebelumnya telah diverifikasi.
3. Mencetak dan memverifikasi register transaksi harian (RTH). RTH adalah register yang berisi jejak rekam data yang diinput ke dalam aplikasi SAK. Untuk memastikan bahwa dokumen sumber telah direkam dengan benar, maka RTH dicetak untuk kemudian diverifikasi (dicocokkan ulang) dengan dokumen sumbernya. Langkah ini sangat penting agar laporan keuangan yang dihasilkan konsisten dengan elemen-elemen data dalam dokumen sumber yang direkam.
4. Menerima arsip data komputer (ADK) barang milik negara (BMN) dan register pengirimannya.
5. Memproses ADK BMN dan mencocokkan register pengiriman dengan register penerimaannya.
6. Melakukan posting terhadap data transaksi yang telah lengkap dan benar. Posting data dilakukan agar rekaman data tercatat dalam buku besar dan tersaji dalam laporan keuangan. Karenanya, langkah ini harus selalu dilakukan setiap kali selesai melakukan perkaman data. Tanpa posting, maka buku besar dan laporan keuangan akan menunjukkan posisi sebelum dilakukan proses perekaman.
7. Mencetak dan memverifikasi buku besar. Verifikasi buku besar dilakukan untuk memastikan bahwa transaksi yang direkam telah diproses oleh sistem secara benar. Selain itu, kemungkinan kesalahan rekam dalam proses verifikasi RTH bisa diketahui pada tahap ini.
8. Mencetak dan mengirim laporan keuangan beserta ADK ke KPPN, melakukan rekonsiliasi, menuangkan hasil rekonsiliasi dalam berita acara rekonsiliasi (BAR), dan melakukan perbaikan data jika diperlukan.
9. Mencetak Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran.
10. UAKPA-
a. Kantor Pusat menyampaikan Neraca, Laporan Realisasi Anggaran dan ADK ke Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Eselon 1,
b. Kantor Daerah menyampaikan Neraca, Laporan Realisasi Anggaran dan ADK ke Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Wilayah,
c. Dekonsentrasi menyampaikan Neraca, Laporan Realisasi Anggaran dan ADK ke Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Wilayah Dekonsentrasi dan Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Eselon 1,
d. Tugas Pembantuan menyampaikan Neraca, Laporan Realisasi Anggaran dan ADK ke Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Wilayah TP dan Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Eselon 1.
11. Menyampaikan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) setiap semester,
12. UAKPA-
a. Kantor Pusat menyampaikan CaLK ke Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Eselon 1,
b. Kantor Daerah menyampaikan CaLK ke Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Wilayah,
c. Dekonsentrasi menyampaikan CaLK ke Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Wilayah Dekonsentrasi dan Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Eselon 1,
d. Tugas Pembantuan menyampaikan CaLK ke Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Wilayah TP dan Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran-Eselon 1.
13. Melakukan back-up data.
3. Keluaran
Laporan keuangan pada UAKPA terdiri dari neraca, laporan realisasi anggaran dan catatan atas laporan keunagan. Aplikasi SAK pada tingkat satuan kerja menghasilkan laporan keuangan utama—Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran—dan informasi manajerial yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan.
Catatan atas Laporan Keuangan merupakan unsur laporan keuangan yang disusun secara manual yang menjelaskan elemen-elemen informasi yang ada di Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran.
B. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan disusun dan dilaporkan pada setiap akhir semester, dan disampaikan dalam satu kesatuan dengan laporan keuangan lainnya ke Unit Akuntansi di atasnya.
Catatan atas Laporan Keuangan dibuat dengan tujuan:
1. Laporan keuangan mudah difahami
2. Menghindari salah paham (misleading)
3. Pemahaman mendalam melalui pengungkapan setiap pos penting
4. Mampu menjawab bagaimana perkembangan kondisi keuangan entitas
5. Pengungkapan paripurna (full disclosure)
Berikut adalah contoh bagan materi yang dimuat dalam Catatan atas Laporan Keuangan:
BAB XI
AKUNTANSI PADA PEMBANTU PENGGUNA ANGGARAN WILAYAH
P
embantu Pengguna Anggaran Wilayah (PPAW) bertindak sebagai entitas akuntansi yang menggabungkan laporan keuangan dari Satuan Kerja yang ada di bawahnya. Secara definisi, entitas akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
Secara garis besar, terdapat 4 (empat) jenis Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah (UAPPAW) dalam Sistem Instansi (SAI).
5. UAPPAW-Kantor Wilayah. Entitas pelaporan ini secara formal adalah organ Kementerian Negara/Lembaga, berkedudukan sebagai Kantor Wilayah yang membawahi satu atau lebih Satuan Kerja-Kantor Daerah.
6. UAPPAW-Koordinator Wilayah. Entitas pelaporan ini secara formal adalah organ Kementerian Negara/Lembaga, berkedudukan sebagai Satuan Kerja- Kantor Daerah, ditunjuk sebagai entitas pelaporan tingkat wilayah yang bertanggung jawab melakukan penggabungan laporan keuangan dari satu atau beberapa Satker-Kantor Daerah yang berada dalam lingkup Kementerian Negara/Lembaga yang sama.
7. UAPPAW-Dekonsentrasi. Berdasarkan PMK No. 59/PMK.06/2005 Penanggung jawab UAPPAW-Dekonsentrasi adalah Gubernur yang di wilayahnya terdapat satuan kerja pengguna dana dekonsentrasi. Sebagai UAPPAW-Dekonsentrasi, Gubernur bertanggung jawab terhadap penggabungan laporan keuangan dari satu atau beberapa Satuan Kerja-Dekonsentrasi yang berada dalam wilayah provinsi yang sama.
Usulan penanggungjawab UAPPAW-Dekonsentrasi pada revisi PMK. No. 59/PMK.06/2005 adalah Kepala Dinas Pemerintah Provinsi. Sedangkan Gubernur bertindak sebagai Koordinator untuk seluruh UAPPAW-Dekonsentrasi dalam wilayah kerjanya.
8. UAPPAW-Tugas Pembantuan. Penanggung jawab UAPPAW-Tugas Pembantuan adalah Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) yang di wilayahnya terdapat satuan kerja pengguna dana tugas pembantuan. Sebagai UAPPAW-Tugas Pembantuan, Gubernur/Bupati/Walikota bertanggung jawab terhadap penggabungan laporan keuangan dari satu atau beberapa Satuan Kerja-Tugas Pembantuan yang berada dalam wilayah pemerintah daerah yang dipimpinnya.
Usulan penanggungjawab UAPPAW-Tugas Pembantuan pada revisi PMK. No. 59/PMK.06/2005 adalah Kepala Dinas Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota). Sedangkan Kepala Daerah (Gubernur/Bupati) bertindak sebagai Koordinator untuk seluruh UAPPAW-Tugas Pembantuan dalam wilayah kerjanya.
A. Sistem Akuntansi Keuangan pada Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah
Sebagai Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah (PPAW), UAPPAW melaksanakan sistem akuntansi keuangan dalam rangka menghasilkan laporan keuangan tingkat wilayah yang merupakan gabungan laporan keuangan satuan kerja di bawahnya yang menggunakan dana APBN.
1. Input
Input akuntansi pada tingkat UAPPAW adalah laporan keuangan dan arsip data komputer yang diterima dari UAKPA.
2. Proses
Akuntansi keuangan pada tingkat UAPPAW diselenggarakan dengan aplikasi yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Proses yang dilakukan oleh petugas akuntansi keuangan meliputi:
14. Menerima dan memverifikasi laporan keuangan yang diterima dari UAKPA. Tugas ini dilaksanakan guna menjamin bahwa data dalam ADK memiliki isi yang sama dengan data pada cetakan laporan yang diterima dari UAKPA.
15. Melakukan penggabungan data laporan keuangan.
16. UAPPAW-
• Kantor Wilayah mencocokkan data aset tetap yang ada di Neraca tingkat wilayah dengan data aset tetap yang ada di Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah (UAPPBW)-Kantor Wilayah.
• Koordinator Wilayah mencocokkan data aset tetap yang ada di Neraca tingkat wilayah dengan data aset tetap yang ada di Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah (UAPPBW)-Koordinator Wilayah.
• Dekonsentrasi mencocokkan data aset tetap yang ada di Neraca tingkat wilayah dekonsentrasi dengan data aset tetap yang ada di Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah (UAPPBW)-Dekonsentrasi.
• Tugas Pembantuan mencocokkan data aset tetap yang ada di Neraca tingkat wilayah tugas pembantuan dengan data aset tetap yang ada di Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah (UAPPBW)-Tugas Pembantuan.
17. Menyampaikan data laporan keuangan ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan-Departemen Keuangan sebagai bahan rekonsiliasi.
18. Melakukan rekonsiliasi data dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan-Departemen Keuangan dan menandatangani berita acara rekonsiliasi, serta menindaklanjuti jika terjadi perbedaan.
19. UAPPAW-
• Kantor Wilayah mencetak Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran serta menyampaikannya ke Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1 (UAPPAE1) beserta ADK sesuai dengan jadwal penyampaian.
• Koordinator Wilayah mencetak Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran serta menyampaikannya ke Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1 (UAPPAE1) beserta ADK sesuai dengan jadwal penyampaian.
• Dekonsentrasi mencetak Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran serta menyampaikannya ke Gubernur selaku Koordinator UAPPA-W Dekonsentrasi dan Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1 (UAPPAE1) sesuai dengan jadwal penyampaian.
• Tugas Pembantuan mencetak Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran serta menyampaikannya ke Kepala Daerah selaku Koordinator UAPPA-W Tugas Pembantuan dan Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1 (UAPPAE1) sesuai dengan jadwal penyampaian.
20. Menyusun Catatan atas Laporan Keuangan dan menyampaikannya ke UAPPAE1 setiap semester.
21. Melakukan back-up data.
3. Keluaran
Laporan keuangan pada UAPPAW terdiri dari neraca, laporan realisasi anggaran dan catatan atas laporan keunagan. Aplikasi SAK pada tingkat UAPPAW menghasilkan laporan keuangan utama—Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran—dan informasi manajerial yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan.
Catatan atas Laporan Keuangan merupakan unsur laporan keuangan yang disusun secara manual yang menjelaskan elemen-elemen informasi yang ada di Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran.
B. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan disusun dan dilaporkan pada setiap akhir semester, dan disampaikan dalam satu kesatuan dengan laporan keuangan lainnya ke Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1.
Catatan atas Laporan Keuangan dibuat dengan tujuan:
6. Laporan keuangan mudah difahami
7. Menghindari salah paham (misleading)
8. Pemahaman mendalam melalui pengungkapan setiap pos penting
9. Mampu menjawab bagaimana perkembangan kondisi keuangan entitas
10. Pengungkapan paripurna (full disclosure).
BAB XII
AKUNTANSI PADA PEMBANTU PENGGUNA ANGGARAN ESELON 1
P
embantu Pengguna Anggaran Eselon 1 (PPA-E1) bertindak sebagai entitas akuntansi yang menggabungkan laporan keuangan dari UAKPA-Kantor Pusat, Satker Badan Layanan Umum dan UAPPAW (baik UAPPAW-Kantor Wilayah, Koordinator Wilayah, Dekonsentrasi, maupun Tugas Pembantuan). Secara definisi, entitas akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
A. Sistem Akuntansi Keuangan pada Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1
Sebagai Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1 (PPAE1), UAPPA-E1 melaksanakan sistem akuntansi keuangan dalam rangka menghasilkan laporan keuangan tingkat eselon 1 yang merupakan gabungan laporan keuangan Satuan Kerja-Kantor Pusat, Satker BLU dan UAPPAW di bawahnya.
1. Input
Input akuntansi pada tingkat UAPPAE1 adalah laporan keuangan dan arsip data komputer (ADK) yang diterima dari UAKPA-Kantor Pusat, Satker BLU dan UAPPAW.
2.Proses
Akuntansi keuangan pada tingkat UAPPAE1 diselenggarakan dengan aplikasi yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Proses yang dilakukan oleh petugas akuntansi keuangan meliputi:
22. Menerima dan memverifikasi laporan keuangan yang diterima dari UAKPA-Kantor Pusat, Satker BLU, dan UAPPAW. Tugas ini dilaksanakan guna menjamin bahwa data dalam ADK memiliki isi yang sama dengan data pada cetakan laporan yang diterima dari UAKPA-Kantor Pusat, Satker BLU dan UAPPAW.
23. Melakukan penggabungan data laporan keuangan.
24. Membuat ringkasan Laporan Keuangan Badan Layanan Umum yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan.
25. Melakukan mencocokkan data aset tetap yang ada di Neraca tingkat Eselon 1 dengan data aset tetap yang ada di Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Eselon 1 (UAPPB-E1).
26. Menyampaikan ADK Laporan Keuangan ke Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagai bahan rekonsiliasi.
27. Melakukan rekonsiliasi data dengan Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan menandatangani berita acara rekonsiliasi, serta menindaklanjuti jika terjadi perbedaan.
28. Mencetak Neraca, Laporan Realisasi Anggaran, dan menyampaikannya ke Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA) beserta ADK sesuai jadwal penyampaian.
29. Menyusun Catatan atas Laporan Keuangan dan menyampaikannya ke UAPA setiap semester.
30. Melakukan back-up data.
3. Keluaran
Laporan keuangan pada UAPPAE1 terdiri dari neraca, laporan realisasi anggaran dan catatan atas laporan keunagan. Aplikasi SAK pada tingkat UAPPA-E1 menghasilkan laporan keuangan utama—Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran—dan informasi manajerial yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan.
Catatan atas Laporan Keuangan merupakan unsur laporan keuangan yang disusun secara manual yang menjelaskan elemen-elemen informasi yang ada di Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran.
B. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan disusun dan dilaporkan pada setiap akhir semester, dan disampaikan dalam satu kesatuan dengan laporan keuangan lainnya ke Unit Akuntansi Pengguna Anggaran.
Catatan atas Laporan Keuangan dibuat dengan tujuan:
11. Laporan keuangan mudah difahami
12. Menghindari salah paham (misleading)
13. Pemahaman mendalam melalui pengungkapan setiap pos penting
14. Mampu menjawab bagaimana perkembangan kondisi keuangan entitas
15. Pengungkapan paripurna (full disclosure)
BAB XIII
AKUNTANSI PADA PENGGUNA ANGGARAN
P
engguna Anggaran (PA) bertindak sebagai entitas pelaporan yang menggabungkan laporan keuangan dari UAPPA-E1 yang ada di bawahnya. Secara definisi, entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.
A. Sistem Akuntansi Keuangan pada Pengguna Anggaran
Sebagai Pengguna Anggaran (PA), UAPA melaksanakan sistem akuntansi keuangan dalam rangka menghasilkan laporan keuangan tingkat Kementerian Negara/Lembaga yang merupakan gabungan laporan keuangan UAPPA-E1 yang ada di bawahnya.
1. Input
Input akuntansi pada tingkat UAPA adalah laporan keuangan dan arsip data komputer (ADK) yang diterima dari UAPPA-E1.
2. Proses
Akuntansi keuangan pada tingkat UAPA diselenggarakan dengan aplikasi yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Proses yang dilakukan oleh petugas akuntansi keuangan meliputi:
31. Menerima dan memverifikasi laporan keuangan yang diterima dari UAPPA-E1. Tugas ini dilaksanakan guna menjamin bahwa data dalam ADK memiliki isi yang sama dengan data pada cetakan laporan yang diterima dari UAPPA-E1.
32. Melakukan penggabungan data laporan keuangan dari seluruh UAPPA-E1.
33. Membuat ringkasan Laporan Keuangan Badan Layanan Umum yang berada dalam wilayah kerjanya.
34. Melakukan mencocokkan data aset tetap yang ada di Neraca tingkat Kementerian Negara/Lembaga dengan data aset tetap yang ada di Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAPB).
35. Menyampaikan ADK Laporan Keuangan ke Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan-Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagai bahan rekonsiliasi dalam periode semesteran.
36. Melakukan rekonsiliasi data dengan Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan-Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan menandatangai berita acara rekonsiliasi, serta menindaklanjuti jika terjadi perbedaan.
37. Mencetak Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran.
38. Menyusun Catatan atas Laporan Keuangan.
39. Membuat Surat Pernyataan Bertanggung Jawab (Statement of Responsibility—SOR).
40. Menyampaikan laporan keuangan beserta ADK ke Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan-Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
41. Melakukan back-up data.
3. Keluaran
Laporan keuangan pada UAPA terdiri dari neraca, laporan realisasi anggaran dan catatan atas laporan keunagan. Aplikasi SAK pada tingkat UAPA menghasilkan laporan keuangan utama—Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran—dan informasi manajerial yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan.
Catatan atas Laporan Keuangan merupakan unsur laporan keuangan yang disusun secara manual yang menjelaskan elemen-elemen informasi yang ada di Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran.
B. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan disusun dan dilaporkan pada setiap akhir semester, dan disampaikan dalam satu kesatuan dengan laporan keuangan lainnya ke Direktorat Informasi dan Akuntansi-Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Catatan atas Laporan Keuangan dibuat dengan tujuan:
16. Laporan keuangan mudah difahami
17. Menghindari salah paham (misleading)
18. Pemahaman mendalam melalui pengungkapan setiap pos penting
19. Mampu menjawab bagaimana perkembangan kondisi keuangan entitas
20. Pengungkapan paripurna (full disclosure)
BAB XV
KOREKSI LAPORAN KEUANGAN
L
Aporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Laporan Keuangan tersebut disajikan secra berjenjang dari entitas akuntansi kepada entitas akuntansi/pelaporan yang lebih tinggi. Dalam proses penyusunan dan penyampaian laporan tersebut keungkinan masih ditemukan adanya kesalahan dalam laporan keuangan seperti salah klasifikasi, salah angka, dan salah penerapan standar akuntansi.
Ketidaksesuaian laporan keuangan dapat disebabkan oleh kesalahan dan/atau perbedaan waktu dalam pengakuan transaksi. Secara umum, kesalahan dapat dikelompokan menurut jenis, sifat, dan waktu ditemukannya kesalahan.
A. Jenis Kesalahan
Kesalahan yang terjadi dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Kesalahan karena perhitungan matematis dan kelalaian dalam penyiapan dokumen;
2. Kesalahan karena belum memproses dokumen sumber/bukti transaksi;
3. Kesalahan dalam penerapan kebijakan dan/atau Standar Akuntansi Pemerintahan;
4. Kesalahan klasifikasi dalam pelaporan.
B. Sifat Kesalahan
Kesalahan berdasarkan sifat dapat dibedakan menjadi
1. Kesalahan tidak berulang.
Kesalahan yang diharapkan tidak terjadi kembali, yang dikategorikan ke dalam 2 kelompok, yaitu :
a. Kesalahan yang terjadi pada periode berjalan
b. Kesalahan yang terjadi pada periode sebelumnya
2. Kesalahan berulang dan sistematik
Kesalahan yang sifatnya berulang dan sistematik tidak memerlukan koreksi, tetapi dicatat pada saat terjadi kesalahan yang bersangkutan.
C. Waktu Ditemukan Kesalahan
Berdasarkan waktu ditemukannya, kesalahan atas laporan keuangan dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Kesalahan yang ditemukan berdasarkan pengecekan/analisis intern dan pengujian oleh unit akuntansi diatasnya
2. Kesalahan ditemukan pada saat rekonsiliasi dilakukan oleh Kementerian Negara/Lembaga dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
3. Kesalahan ditemukan berdasarkan hasil analisis laporan keuangan.
4. Kesalahan ditemukan pada saat reviu/audit laporan keuangan.
D. Prosedur Koreksi Kesalahan
Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi, perlu dilakukan koreksi terhadap kesalahan tersebut agar pos-pos laporan keuangan benar, sesuai dengan seharusnya. Untuk koreksi kesalahan dapat dilalukan dengan dua cara, yaitu
1. Koreksi data
Dilakukan apabila Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga belum disampaikan kepada Menteri Keuangan dan/atau belum tutup buku. Apabila kesalahan ditemukan pada tingkat UAKPA, maka UAKPA melakukan perbaikan data melalui aplikasi SAI dan mengirimkan kembali laporan keuangan setelah koreksi ke unit akuntani di atasnya.
2. Koreksi melalui jurnal.
Koreksi ini dilakukan apabila laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga telah disampaikan kepada Menteri Keuangan dan/atau telah dilakukan tutup buku. Adapun yang dimaksud dengan tutup buku adalah setelah LKPP disahkan menjadi Undang-Undang.
Untuk mempercepat penyampaian laporan keuangan, entitas pelaporan Kementerian Negara/Lembaga selaku penggabung Laporan Keuangan Entitas Akuntasi di bawahnya berwenang melakukan koreksi atas kesalahan yang ditemukan tanpa menunggu perbaikan dari entitas akuntnasi.
Untuk mempercepat penyampaian Laporan Keuangan Pemerintah Pusat , Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku entitas pelaporan Pemerintah Pusat berwenang melakukan koreksi atas kesalahan yang ditemukan tanpa menunggu perbaikan dari entitas akuntansi/entitas pelaporan yang ada dibawahnya.
E. Unsur Kesalahan yang Perlu Dikoreksi
Unsur kesalahan yang ditemukan pada Laporan Keuangan dapat dijelaskan sebagai berikut :
Unsur Laporan Keuangan Unsur yang perlu dikoreksi
Estimasi Pendapatan, Realisasi Pendapatan, dan Realisasi Pengembalian Pendapatan Bagian Anggaran, Eselon I, Satker, Mata Anggaran dan Jumlah Rupiah
Pagu Belanja, Realisasi Belanja, dan Realisasi Pengembalian Belanja
Bagian Anggaran, Eselon I, Satker, Fungsi, Sub Fungsi, Program, Kegiatan, Sub Kegiatan, Mata Anggaran dan Jumlah Rupiah
Pembiayaan Unit Organisasi, Mata Anggaran Penerimaan Pembiayaan, Mata Anggaran Pengeluaran Pembiayaan dan Jumlah Rupiah
Aset, Kewajiban, dan Ekuitas Akun Neraca dan Jumlah Rupiah
Laporan Arus Kas Mata Anggaran Penerimaan, Mata Anggaran Pengeluaran, dan Jumlah Rupiah.
BAB XVI
REVIU LAPORAN KEUANGAN
T
ujuan reviu berbeda dengan tujuan audit atas laporan keuangan. Tujuan audit adalah untuk memberikan dasar yang memadai untuk menyatakan suatu pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan. Tujuan reviu adalah untuk memberikan keyakinan akurasi, keandalan, keabsahan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan sebelum disampaikan oleh menteri/pimpinan lembaga kepada Presiden melalui Menteri Keuangan.
Reviu oleh aparat pengawasan intern pada kementerian negara/lembaga tidak membatasi tugas pemeriksaan/pengawasan oleh lembaga pemeriksa/pengawas lainnya sesuai dengan tugas kewenangannya. Reviu tidak memberikan dasar untuk menyatakan pendapat seperti dalam audit, karena dalam reviu tidak mencakup suatu pemahaman atas pengendalian intern, penetapan resiko pengendalian, pengujian catatan akuntansi dan pengujian atas respon terhadap permintaan keterangan dengan cara pemerolehan bahan bukti yang menguatkan melalui inspeksi, pengamatan atau konfirmasi dan prosedur tertentu lainnya yang biasa dilakukan dalam suatu audit. Dalam hal sistem pengendalian intern, reviu hanya mengumpulkan keterangan yang dapat menjadi bahan untuk penyusunan Statement of Responsibility (Pernyataan Tanggung Jawab) oleh Menteri/Pimpinan Lembaga. Reviu dapat mengarahkan perhatian aparat pengawasan intern kepada hal-hal penting yang mempengaruhi laporan keuangan, namun tidak memberikan keyakinan bahwa aparat pengawasan intern akan mengetahui semua hal penting yang akan terungkap melalui suatu audit.
Dalam melakukan reviu atas laporan keuangan, aparat pengawasan intern harus memahami secara garis besar sifat transaksi entitas, sistem dan prosedur akuntansi, bentuk catatan akuntansi dan basis akuntansi yang digunakan untuk menyajikan laporan keuangan.
Ruang lingkup reviu adalah sebatas penelaahan laporan keuangan dan catatan akuntansi. Hal ini diperlukan dalam rangka menguji kesesuaian antara angka-angka yang disajikan dalam laporan keuangan terhadap catatan, buku, laporan yang digunakan dalam sistem akuntansi di lingkungan kementerian negara/lembaga yang bersangkutan. Sasaran reviu adalah untuk memperoleh keyakinan bahwa laporan keuangan entitas pelaporan telah disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.
Pelaksanaan reviu dilakukan secara paralel dengan pelaksanaan anggaran dan penyusunan laporan keuangan kementerian negara/lembaga. Aparat pengawasan intern membuat Pernyataan Telah Direviu atas laporan keuangan kementerian negara/lembaga dan dilampirkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan yang disampaikan ke Menteri Keuangan. Pernyataan Telah Direviu diterbitkan setidak-tidaknya sekali dalam setahun terhadap laporan keuangan tahunan kementerian negara/lembaga.
A. Tahapan Reviu
1. Persiapan Reviu
Sebelum pelaksanaan reviu, aparat pengawasan intern perlu melakukan persiapan-persiapan agar reviu dapat dilaksanakan secara efektif dan terpadu. Adapun persiapan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan reviu adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan informasi keuangan
Aparat pengawasan intern perlu mengumpulkan informasi keuangan seperti laporan bulanan, triwulanan, semester dan tahunan serta kebijakan akuntansi dan keuangan yang telah ditetapkan. Informasi ini diperlukan untuk memperoleh informasi awal tentang laporan keuangan entitas yang bersangkutan serta ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam akuntansi dan pelaporan keuangan.
b. Persiapan penugasan
Penugasan reviu perlu persiapan yang memadai antara lain penyusunan tim reviu. Tim reviu secara kolektif harus mempunyai kemampuan teknis yang memadai di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah. Jadwal dan jangka waktu pelaksanaan reviu disesuaikan dengan kebutuhan dan batas waktu penyelesaian dan penyampaian laporan keuangan di masing-masing kementerian negara/lembaga.
c. Penyiapan program kerja reviu
Tim yang ditugasi untuk melakukan reviu perlu menyusun program kerja reviu yang berisi langkah-langkah dan teknik reviu yang akan dilakukan selama proses reviu.
2. Pelaksanaan Reviu
Pelaksanaan reviu atas laporan keuangan dilaksanakan dengan teknik reviu sebagai berikut:
a. Penelusuran angka-angka dalam laporan keuangan
Dalam melaksanakan reviu, aparat pengawasan intern perlu menelusuri angka-angka yang disajikan dalam laporan keuangan ke buku atau catatan-catatan yang digunakan untuk meyakini bahwa angka-angka tersebut benar. Penelusuran ini dapat dilakukan dengan:
1. Membandingkan angka pos laporan keuangan terhadap saldo buku besar,
2. Membandingkan saldo buku besar terhadap buku pembantu,
3. Membandingkan angka-angka pos laporan keuangan terhadap laporan pendukung, misalnya Aset Tetap terhadap Laporan Mutasi Aset Tetap dan Laporan Posisi Aset Tetap.
b. Permintaan keterangan
Permintaan keterangan yang dilakukan dalam reviu atas laporan keuangan tergantung pada pertimbangan aparat pengawasan intern. Dalam menentukan permintaan keterangan, aparat pengawasan intern dapat mempertimbangkan:
1. Sifat dan materialitas suatu pos
2. Kemungkinan salah saji;
3. Pengetahuan yang diperoleh selama persiapan reviu;
4. Pernyataan tentang kualifikasi para personel bagian akuntansi entitas tersebut;
5. Seberapa jauh pos tertentu dipengaruhi oleh pertimbangan manajemen;
6. Ketidakcukupan data keuangan entitas yang mendasari;
7. Ketidaklengkapan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
Permintaan keterangan dapat meliputi:
1. Kesesuaian antara sistem akuntansi dan pelaporan keuangan yang diterapkan oleh entitas tersebut dengan peraturan yang berlaku.
2. Kebijakan dan metode akuntansi yang diterapkan oleh entitas yang bersangkutan.
3. Prosedur pencatatan, pengklasifikasian dan pengikhtisaran transaksi serta penghimpunan informasi untuk diungkapkan dalam laporan keuangan
4. Keputusan yang diambil oleh pimpinan entitas pelaporan/pejabat keuangan yang mungkin dapat mempengaruhi laporan keuangan
5. Memperoleh informasi dari audit atau reviu atas laporan keuangan periode sebelumnya.
6. Personel yang bertanggung jawab terhadap akuntansi dan pelaporan keuangan, mengenai:
- Apakah pelaksanaan anggaran telah dilaksanakan sesuai dengan sistem pengendalian intern yang memadai.
- Apakah laporan keuangan telah disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
- Apakah terdapat perubahan kebijakan akuntansi pada entitas pelaporan tersebut.
- Apakah ada masalah yang timbul dalam implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan dan pelaksanaan sistem akuntansi.
- Apakah terdapat peristiwa setelah tanggal neraca yang berpengaruh secara material terhadap laporan keuangan.
3. Prosedur analitik
Prosedur analitik dilakukan pada akhir reviu. Prosedur analitik dirancang untuk mengidentifikasi adanya hubungan antar pos dan hal-hal yang kelihatannya tidak biasa. Prosedur analitik dapat dilakukan dengan:
1. Mempelajari laporan keuangan untuk menentukan apakah laporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
2. Membandingkan laporan keuangan dalam beberapa periode yang setara.
3. Membandingkan realisasi terhadap anggaran).
4. Mempelajari hubungan antara unsur-unsur dalam laporan keuangan yang diharapkan akan sesuai dengan pola yang dapat diperkirakan atas dasar pengalaman entitas tersebut.
Dalam menerapkan prosedur ini, aparat pengawasan intern harus mempertimbangkan jenis masalah yang membutuhkan penyesuaian, seperti adanya peristiwa luar biasa dan perubahan kebijakan akuntansi. Jumlah-jumlah yang disebabkan karena adanya peristiwa luar biasa atau perubahan kebijakan tersebut harus dieliminasi dari laporan keuangan sebelum dilakukan proses reviu.
B. Pelaporan
Dalam pelaksanaan reviu, aparat pengawasan intern membuat kertas kerja yang seharusnya memuat hal-hal berikut ini:
1. Kertas kerja penelusuran angka-angka pos laporan keuangan
2. Daftar pertanyaan reviu dan kertas kerja permintaan keterangan.
3. Kertas kerja prosedur analitik.
4. Masalah yang tercakup dalam permintaan keterangan dan prosedur analitik.
5. Masalah yang dianggap tidak biasa oleh aparat pengawasan intern selama melaksanakan reviu, termasuk penyelesaiannya.
Kertas kerja ini menjadi dasar untuk pembuatan laporan hasil reviu dan Pernyataan Telah Direviu oleh aparat pengawasan intern. Laporan hasil reviu memuat masalah yang terjadi dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan, rekomendasi untuk pelaksanaan koreksi, dan koreksi yang telah dilakukan oleh entitas yang direviu. Hasil pelaksanaan reviu dituangkan dalam Pernyataan Telah Direviu, yang menyatakan bahwa:
1. Reviu dilaksanakan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan dan peraturan terkait.
2. Semua informasi yang dimasukkan dalam laporan keuangan adalah penyajian manajemen entitas pelaporan tersebut.
3. Reviu terutama mencakup penelusuran angka-angka dalam laporan keuangan, permintaan keterangan kepada para pejabat/petugas yang terkait dan prosedur analitik yang diterapkan terhadap data keuangan.
4. Lingkup reviu jauh lebih sempit dibandingkan dengan lingkup audit yang tujuannya untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan. Dengan demikian, reviu tidak bertujuan untuk menyatakan pendapat seperti dalam audit.
5. Aparat pengawasan intern tidak menemukan adanya suatu modifikasi material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
6. Tanggal penyelesaian permintaan keterangan dan prosedur analitik yang dilakukan oleh akuntansi harus digunakan sebagai tanggal laporannya.
Laporan hasil reviu dan Pernyataan Telah Direviu disampaikan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga terkait dalam rangka penandatanganan Pernyataan Tanggung Jawab (Statement of Responsibility). Laporan Keuangan yang direviu oleh aparat pengawasan intern harus disertai dengan Pernyataan Telah Direviu. Setiap halaman laporan keuangan yang telah direviu oleh aparat pengawasan intern harus memuat pengacuan berupa kalimat “Lihat Pernyataan Telah Direviu Aparat Pengawasan Intern”.
Prosedur lain yang dilaksanakan sebelum atau selama reviu tidak boleh diungkapkan dalam laporan audit. Apabila aparat pengawasan intern tidak dapat melaksanakan penelusuran angka-angka pos dalam laporan keuangan, pengajuan pertanyaan dan prosedur analitik yang dipandang perlu untuk memperoleh keyakinan terbatas yang seharusnya ada dalam suatu reviu, maka reviu dianggap tidak lengkap. Suatu reviu yang tidak lengkap bukanlah dasar yang memadai untuk menerbitkan laporan reviu dan/atau Pernyataan Telah Direviu.
C. Tindak Lanjut
Apabila aparat pengawasan intern yang melakukan reviu menemukan bahwa terdapat kekurangan, kesalahan dan penyimpangan dari Standar Akuntansi Pemerintah dan peraturan lainnya, aparat pengawasan intern memberitahukan hal tersebut kepada entitas yang direviu. Entitas wajib menindaklanjuti hasil reviu dengan segera melakukan koreksi terhadap laporan keuangan dan menyampaikan hasil koreksi kepada aparat pengawasan intern. Dalam hal Entitas tidak melakukan koreksi seperti yang diminta oleh aparat pengawasan intern, baik karena koreksi tidak dapat dilakukan dalam periode terkait atau kelalaian, maka aparat pengawasan intern dapat menerbitkan Pernyataan Telah Direviu dengan paragraf penjelas yang mengungkapkan mengenai penyimpangan dari Standar Akuntansi Pemerintah dan peraturan terkait lainnya. Dengan demikian, laporan keuangan yang disampaikan ke Menteri Keuangan adalah laporan keuangan yang telah dikoreksi berdasarkan hasil reviu.
BAB XVII
Catatan Atas Laporan Keuangan
Setiap Entitas pelaporan diharuskan menyajikan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) sebagai bagian yang terpisahkan dari Laporan Keuangan untuk tujuan Umum. Laporan Keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna akan informasi akuntansi keuangan yang lazim. Yang dimaksud dengan pengguna adalah masyarakat, legislatif , lembaga pengawas, pemeriksa, pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman serta pemerintah.
CaLKdimaksudkan agar laporan keuangan dapat dipahami oleh pembaca secara luas, tidak terbatas hanya pembaca tertentu ataupun manajemen entitas pelaporan. Oleh karena itu, Laporan Keuangan mungkin mengandung informasi yang dapat memiliki potensi kesalahpahaman diantara pembaca. Untuk menghindari kesalahpahaman, laporan keuangan harus dibuat CaLKyang berisi informasi yang memudahkan pengguna dalam memahami Laporan Keuangan.
CaLK harus disajikan secara sistematis. Setiap Pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas mempunyai referensi silang dengan informasi terkait dalam CaLK. CaLK keuangan meliputi penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas Termasuk pula adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan SAP serta pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontijensi dan komitmen-komitmen lainnya.
Catatan atas Laporan Keuangan menyajikan informasi tentang penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai, antara lain:
• Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;
• Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya
• Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan;
• Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas;
• Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan
Untuk memudahkan pembaca laporan, pengungkapan pada Catatan atas Laporan Keuangan dapat disajikan secara narasi, bagan, grafik daftar dan skedul atau bentuk lain yang lazim yang mengikhtisarkan secara ringkas dan padat kondisi dan posisi keuangan entitas pelaporan
Dasar Penyajian Laporan Keuangan dan Pengungkapan Kebijakan Akuntansi Keuangan
Dalam menyajikan Catatan atas Laporan Keuangan, entitas pelaporan harus mengungkapkan dasar penyajian laporan keuangan dan kebijakan akuntansi. Beberapa asumsi dasar akuntansi yang harus dilaksanakan dalam menyusun Calk adalah
Asumsi dasar atau konsep dasar akuntansi tertentu mendasari penyusunan laporan keuangan, biasanya tidak diungkapkan secara spesifik. Pengungkapan diperlukan jika tidak mengikuti asumsi atau konsep tersebut disertai alasan dan penjelasan.
Sesuai dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah adalah anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari:
(a) Asumsi kemandirian entitas;
(b) Asumsi kesinambungan entitas; dan
(c) Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement).
Asumsi kemandirian entitas berarti bahwa setiap unit organisasi dianggap sebagai unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah dalam pelaporan keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah adanya kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya dengan tanggung jawab penuh. Entitas bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan sumber daya di luar neraca untuk kepentingan yurisdiksi tugas pokoknya, termasuk atas kehilangan ataukerusakan aset dan sumber daya dimaksud, utang-piutang yang terjadi akibat keputusan entitas, serta terlaksana tidaknya program yang telah ditetapkan.
Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas pelaporan akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah diasumsikan tidak bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam jangka pendek. Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi.
Dalam menyusun CaLK perlu dijelaskan mengenai Kebijakan Akuntansi yang mendasari pelaporan keuangan yang disusun.
PSAP 04 – 8
Tiga pertimbangan pemilihan untuk penerapan kebijakanakuntansi yang paling tepat dan penyiapan laporan keuangan oleh manajemen:
(a) Pertimbangan Sehat
Ketidakpastian melingkupi banyak transaksi. Hal tersebut seharusnya diakui dalam penyusunan laporan keuangan. Sikap hati-hati tidak membenarkan penciptaan cadangan rahasia atau disembunyikan.
(b) Substansi Mengungguli Bentuk Formal 4
Transaksi dan kejadian lain harus dipertanggungjawabkan dan disajikan sesuai dengan hakekat transaksi dan realita kejadian, tidak semata-mata mengacu bentuk hukum transaksi atau kejadian.
(c) Materialitas
Laporan keuangan harus mengungkapkan semua komponen yang cukup material yang mempengaruhi evaluasi atau keputusan- keputusan.
Pengungkapan kebijakan akuntansi harus mengidentifikasikan dan menjelaskan prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan oleh entitas pelaporan dan metode-metode penerapannya yang secara material mempengaruhi penyajian Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Pengungkapan juga harus meliputi pertimbangan-pertimbangan penting yang diambil dalam memilih prinsip-prinsip yang sesuai. Secara umum, kebijakan akuntansi pada Catatan atasLaporan Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini:
• Entitas pelaporan;
• Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan;
• Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan;
• sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan ketentuan-ketentuan masa transisi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan diterapkan oleh suatu entitas pelaporan;
• setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami laporan keuangan.
SUSUNAN
Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan atas Laporan Keuangan biasanya disajikan dengan susunan sebagai berikut:
i. Kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target Undang- Undang APBN
ii. Ikhtisar pencapaian kinerja keuangan;
iii. Kebijakan akuntansi yang penting:
o Entitas pelaporan;
o Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan;
o Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan;
o Kesesuaian kebijakan-kebijakan akuntansi yang diterapkan dengan ketentuan-ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan oleh suatu entitas pelaporan;
o setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami laporan keuangan.
iv. Penjelasan pos-pos Laporan Keuangan:
v. Rincian dan penjelasan masing-masing pos Laporan Keuangan;
vi. Pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka Laporan Keuangan.
vii. Pengungkapan pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas, untuk entitas pelaporan yang menggunakan basis akrual;
viii. Informasi tambahan lainnya, yang diperlukan seperti gambaran umum daerah.
Untuk mempermudah pemaham mengenai Catatan Atas Laporan Keuangan, dibawah ini diberikan contoh Catatan atas Laporan Keuangan untuk seluruh tingkat Unit Akuntasi.
Pernyataan TanggungJawab (Statement of Responsibility)
Surat Pernyataan Tanggungjawab (Statement of Responsibility - SOR) adalah surat pernyataan bertanggungjawab atas laporan keuangan yang dihasilkan terdiri dari :
• Laporan Realisasi Anggaran;
• Neraca;
• Catatan atas Laporan Keuangan
Yang isinya telah menyajikan informasi mengenai pelaksanaan anggaran menyatakan bahwa semua transaksi keuangan baik belanja maupun pendapatan yang mempengaruhi Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca sudah dibukukan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan dan didukung dengan sistem pengendalian intern yang memadai.
Laporan Keuangan kementerian negara/lembaga semesteran disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q Dirjen Perbendaharaan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah semester berakhir. Sedangkan Laporan Keuangan tahunan disampaikan selambar-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Khusus LRA disampaikan setiap triwulan kepada Dirjen Perbendaharaan c.q. Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan. Laporan Keuangan tahunan harus disertai Pernyataan Telah Direviu yang ditanda tangani oleh aparat pengawas intern dan Pernyataan Tanggung Jawab (Statement of Responsibility) yang ditandatangani oleh Menteri /Pimpinan Lembaga.
Laporan Realisasi Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan yang digunakan oleh kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah disampaikan secara terpisah, disertai dengan Pernyataan Telah Direviu yang ditandatangani oleh aparat pengawas intern dan Pernyataan Tanggung Jawab (Statement of Responsibility) yang ditandatangani oleh Menteri /Ketua Lembaga/Kepala Daerah.
Berdasarkan PMK Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, setiap unit akuntansi wajib membuat SOR ini, akan tetapi substansi dari SOR masing-masing tingkatan terdapat perbendaan, yaitu :
• Tingkat UAKPA dan UAPA bertanggungjawab terhadap seluruh isi laporan keuangan yang disusun.
• Tingkar UAPPA-W dan UAPPA-E1 bertanggungjawab terhadap proses penggabungan laporan keuangan disetiap tingkatan (Tingkat Wilayah atau Tingkat Eselon I) sedangkan yang bertanggungjawab atas isi laporan keuangan adalah UAKPA.
Contoh pernyataan tanggungjawab disetiap tingkatan unit akuntansi
Surat Pernyataan Bertanggung Jawab (Statement of Responsibility—SOR) Tanpa Paragraph Penjelasan
TINGKAT KUASA PENGGUNA ANGGARAN (UAKPA)
Pernyataan Tanggung Jawab
Laporan Keuangan atas penggunaan anggaran Pembiayaan dan Perhitungan yang terdiri dari (a) Laporan Realisasi Anggaran (b) Neraca (c) Catatan atas Laporan Keuangan Tahun Anggaran.... sebagaimana terlampir adalah merupakan tanggung jawab kami.
Laporan Keuangan tersebut telah disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi pelaksanaan anggaran dan posisi keuangan secara layak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
............., .......................
Kepala Satuan Kerja
(.......................................)
TINGKAT PEMBANTU PENGGUNA ANGGARAN – WILAYAH ( UAPPA-W )
Pernyataan Tanggung Jawab
Penggabungan Laporan Keuangan
Laporan Keuangan tersebut telah disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi pelaksanaan anggaran dan posisi keuangan secara layak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
............., .......................
Kepala Kantor Wilayah /Koordinator UPPA-W,
(.......................................)
TINGKAT PEMBANTU PENGGUNA ANGGARAN – ESELON I( UAPPA-E1)
Pernyataan Tanggung Jawab
Penggabungan Laporan Keuangan
Laporan Keuangan tersebut telah disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi pelaksanaan anggaran dan posisi keuangan secara layak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
............., .......................
Kepala Direktorat Jenderal /Kepala Badan/Kepala Pusat
(.......................................)
TINGKAT PENGGUNA ANGGARAN (UAPA)
Pernyataan Tanggung Jawab
Laporan Keuangan atas penggunaan anggaran Pembiayaan dan Perhitungan yang terdiri dari (a) Laporan Realisasi Anggaran (b) Neraca (c) Catatan atas Laporan Keuangan Tahun Anggaran.... sebagaimana terlampir adalah merupakan tanggung jawab kami.
Laporan Keuangan tersebut telah disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi pelaksanaan anggaran dan posisi keuangan secara layak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
............., .......................
Menteri/Pimpinan Lembaga,
(.......................................)
II. Surat Pernyataan Bertanggung Jawab (Statement of Responsibility—SOR) Dengan Paragraph Penjelasan
TINGKAT KUASA PENGGUNA ANGGARAN (UAKPA)
Pernyataan Tanggung Jawab
Laporan Keuangan atas penggunaan anggaran Pembiayaan dan Perhitungan yang terdiri dari (a) Laporan Realisasi Anggaran (b) Neraca (c) Catatan atas Laporan Keuangan Tahun Anggaran.... sebagaimana terlampir adalah merupakan tanggung jawab kami.
Laporan Keuangan tersebut telah disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi pelaksanaan anggaran dan posisi keuangan secara layak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
............., .......................
Kepala Satuan Kerja
(.......................................)
TINGKAT PEMBANTU PENGGUNA ANGGARAN – WILAYAH ( UAPPA-W )
Pernyataan Tanggung Jawab
Penggabungan Laporan Keuangan
Laporan Keuangan tersebut telah disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi pelaksanaan anggaran dan posisi keuangan secara layak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
............., .......................
Kepala Kantor Wilayah /Koordinator UPPA-W,
(.......................................)
TINGKAT PEMBANTU PENGGUNA ANGGARAN – ESELON I( UAPPA-E1)
Pernyataan Tanggung Jawab
Penggabungan Laporan Keuangan
Laporan Keuangan tersebut telah disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi pelaksanaan anggaran dan posisi keuangan secara layak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
............., .......................
Kepala Direktorat Jenderal /Kepala Badan/Kepala Pusat
(.......................................)
TINGKAT PENGGUNA ANGGARAN (UAPA)
Pernyataan Tanggung Jawab
Laporan Keuangan atas penggunaan anggaran Pembiayaan dan Perhitungan yang terdiri dari (a) Laporan Realisasi Anggaran (b) Neraca (c) Catatan atas Laporan Keuangan Tahun Anggaran.... sebagaimana terlampir adalah merupakan tanggung jawab kami.
Laporan Keuangan tersebut telah disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai, dan isinya telah menyajikan informasi pelaksanaan anggaran dan posisi keuangan secara layak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
............., .......................
Menteri/Pimpinan Lembaga,
(.......................................)
B. PENJELASAN ATAS POS-POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN
B.1. PENJELASAN UMUM LAPORAN REALISASI APBN
Menjelaskan realisasi anggaran pada TA 2007 dengan menyebutkan jumlah rupiah realisasi dan prosentase dari anggarannya, yang terdiri dari:
1. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah
a. Penerimaan Perpajakan
b. Penerimaan Negara Bukan Pajak
2. Realisasi Belanja Negara
a. Belanja Rupiah Murni
b. Belanja Pinjaman Luar Negeri
c. Belanja Hibah
B.2. PENJELASAN PER POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN
B.2.1. Pendapatan Negara dan Hibah
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase realisasi dari anggaran Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah TA 2007, beserta grafik komposisi Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah.
Contoh Komposisi realisasi Pendapatan Negara dan Hibah (dalam persentase) TA 2007 dapat dilihat pada Grafik dibawah ini:
Grafik: Komposisi Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah TA 2007
B.2.1.1. Penerimaan Perpajakan
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari target yang direncanakan dalam DIPA realisasi Penerimaan Perpajakan TA 2007. Realisasi Penerimaan perpajakan juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadi kenaikan/penurunan.
Penerimaan Perpajakan ini berasal dari (i) Pajak Dalam Negeri dan (ii) Pajak Perdagangan Internasional.
B.2.1.1.1. Pajak Dalam Negeri
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari target yang direncanakan dalam DIPA realisasi Pajak Dalam Negeri TA 2007. Realisasi Pajak Dalam Negeri juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Besarnya realisasi Pajak Dalam Negeri ini juga dirinci dalam tabel seperti contoh di bawah ini:
Uraian TA 2007 TA 2006
PPh Nonmigas Rp XX.XXX.XXX.XXX Rp XX.XXX.XXX.XXX
PPh Migas XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
PPN dan PPn BM XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
PBB XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
BPHTB XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Cukai XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Pajak Lainnya XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Total RpXX.XXX.XXX.XXX
RpXX.XXX.XXX.XXX
B.2.1.1.2. Pajak Perdagangan Internasional
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari target yang direncanakan dalam DIPA realisasi Pajak Perdagangan Internasional TA 2007. Realisasi Pajak Perdagangan Internasional juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadi kenaikan/penurunan.
Besarnya realisasi Pajak Perdagangan Internasional dirinci dalam tabel seperti contoh di bawah ini:
Uraian TA 2007 TA 2006
Bea Masuk Rp XX.XXX.XXX.XXX Rp XX.XXX.XXX.XXX
Pajak/Pungutan Ekspor XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Total RpXX.XXX.XXX.XXX
RpXX.XXX.XXX.XXX
B.2.1.2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak TA 2007. Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Realisasi PNBP berasal dari (i) Penerimaan Sumber Daya Alam; (ii) Bagian Pemerintah atas Laba BUMN; dan (iii) PNBP Lainnya.
B.2.1.2.1. Penerimaan Sumber Daya Alam
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Penerimaan Sumber Daya Alam TA 2007. Realisasi Penerimaan Sumber Daya Alam juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Besarnya realisasi Penerimaan SDA dirinci dalam tabel dan grafik seperti contoh di bawah ini:
Uraian TA 2007 TA 2006
Pendapatan Minyak Bumi RpXX.XXX.XXX.XXX RpXX.XXX.XXX.XXX
Pendapatan Gas Alam XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Pendapatan Pertambangan Umum XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Pendapatan Kehutanan XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Pendapatan Perikanan XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Total RpXX.XXX.XXX.XXX RpXX.XXX.XXX.XXX
Grafik: Komposisi Realisasi Penerimaan Sumber Daya Alam TA 2007
B.2.1.2.2. Bagian Pemerintah atas Laba BUMN
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Bagian Pemerintah atas Laba BUMN TA 2007. Realisasi Bagian Pemerintah atas Laba BUMN juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
B.2.1.2.3. Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya TA 2007. Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Realisasni PNBP lainnya dirinci dalam tabel seperti contoh di bawah ini:
Uraian TA 2007 TA 2006
Penjualan Hasil Produksi, Sitaan Rp XX.XXX.XXX Rp XX.XXX.XXX
Penjualan Aset XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Sewa XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Jasa I XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Jasa II XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Bukan Pajak Luar Negeri XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Bunga XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pend. Gain on Bond Redemption XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pend. Premium atas Obligasi Negara XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Pendidikan XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan dari Penerimaan Kembali
Belanja TAYL XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Laba Bersih dari Hasil
Penjualan BBM XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Pelunasan Piutang XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pembetulan Pembukuan Belanja
Tahun Anggaran Berjalan XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pembetulan Pembukuan Belanja TAYL XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Lain-lain XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Iuran badan Usaha dari kegiatan
usaha penyediaan dan pendistribusian BBM XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
PNBP Lainnya I XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Total Rp XX.XXX.XXX Rp XX.XXX.XXX
B.2.1.3. Penerimaan Hibah
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Penerimaan Hibah TA 2007. Realisasi Penerimaan Hibah juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Jelaskan juga penerimaan hibah yang belum terdapat di dalam DIPA TA 2007, baik untuk hibah yang berupa uang maupun berupa barang.
Rinciian realisasi pendapatan hibah dapat dilihat pada lampiran ...........
B.2.2. Belanja Negara
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Negara TA 2007. Realisasi Belanja Negara juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Realisasi Belanja terdiri dari (i) Belanja Rupiah Murni dan (ii) Belanja Pinjaman Luar Negeri (iii) Belanja Hibah.
Komposisi alokasi Belanja juga dapat disajikan seperti Grafik di bawah ini:
Grafik : Komposisi Alokasi Belanja TA 2007
B.2.2.1. Belanja
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja TA 2007. Realisasi Belanja juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Komposisi realisasi Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis belanja dapat disajikan seperti Grafik di bawah ini:
Grafik: Komposisi Realisasi Belanja Pemerintah Pusat menurut Jenis Belanja TA 2007
Belanja Pegawai *)
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Pegawai TA 2007. Realisasi Belanja Pegawai juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rincian realisasi Belanja Pegawai adalah sebagai berikut:
Belanja Gaji dan Tunjangan PNS RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Gaji dan Tunjangan TNI/Polri XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Gaji dan Tunjangan Pejabat Negara XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Pegawai Perjan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Gaji Dokter PTT XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Honorarium XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Lembur XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Vakasi XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Tunjangan Khusus dan Belanja Pegawai Transito XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Pensiun dan Uang Tunggu XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Asuransi Kesehatan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Tunjangan Kesehatan Veteran XX.XXX.XXX.XXX
Jumlah RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Barang*)
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Barang TA 2007. Realisasi Belanja Barang juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rincian realisasi Belanja Barang adalah sebagai berikut:
Belanja Barang Operasional RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Barang Non Operasional XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Jasa XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Pemeliharaan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Perjalanan XX.XXX.XXX.XXX
Jumlah RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Moda l*)
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Modal TA 2007. Realisasi Belanja Modal juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rincian realisasi Belanja Modal adalah sebagai berikut:
Belanja Modal Tanah RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Modal Peralatan dan Mesin XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Modal Gedung dan Bangunan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Modal Fisik Lainnya XX.XXX.XXX.XXX
Jumlah RpXX.XXX.XXX.XXX
*) apabila terdapat realisasi belanja dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan agar dibuat rincian realisasi per kegiatan dan per jenis belanja.
Pembayaran Bunga Utang
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Bunga Utang TA 2007. Realisasi Belanja Bunga Utang juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rincian realisasi Pembayaran Bunga Utang adalah sebagai berikut:
Belanja Pembayaran Bunga Utang DN - Jangka Pendek RpXXX.XXX.XXX
Belanja Pembayaran Bunga Utang DN - Jangka Panjang XXX.XXX.XXX
Belanja Pembayaran Bunga Utang LN - Jangka Pendek XXX.XXX.XXX
Belanja Pembayaran Bunga Utang LN - Jangka Panjang XXX.XXX.XXX
Belanja Pembayaran Discount Surat Utang Negara DN XXX.XXX.XXX
Belanja Pembayaran Discount Surat Utang Negara LN XXX.XXX.XXX
Belanja Pembayaran Loss on Bond Redemption atas pembelian Kembali Obligasi Dalam Negeri XXX.XXX.XXX
Jumlah RpXXX.XXX.XXX
Subsidi
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Subsidi TA 2007. Realisasi Belanja Subsidi juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rinciannya adalah sebagai berikut:
Belanja Subsidi Premium RpXXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Minyak Solar XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Minyak Tanah XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Pangan XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Listrik XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Pupuk XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Bunga KPR XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Bunga Ketahanan Pangan XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi PT PELNI XXX.XXX.XXX
Jumlah RpXXX.XXX.XXX
Bantuan Sosial
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Bantuan Sosial TA 2007. Realisasi Bantuan Sosial juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rincian realisasi Bantuan Sosial adalah sebagai berikut:
Belanja Bantuan Kompensasi Kenaikan Harga BBM RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Bantuan Langsung (Block Grant) Sekolah/Lembaga/Guru XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Bantuan Imbal swadaya Sekolah/Lembaga XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Bantuan Beasiswa XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Bantuan Sosial Lembaga Peribadatan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Lembaga Sosial Lainnya XX.XXX.XXX.XXX
Jumlah RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Lain-lain *)
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Lain-lain TA 2007. Realisasi Belanja Lain-lain juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rincian realisasi Belanja lain-lain adalah sebagai berikut:
Belanja Kerjasama Teknis Internasional RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Pengeluaran Tak Tersangka XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Cadangan dana reboisasi XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Bagi hasil Biaya/Upah Pungut PBB untuk DJP XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Jasa Perbendaharaan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Lain-lain II Lainnya XX.XXX.XXX.XXX
Jumlah *) RpXX.XXX.XXX.XXX
Rincian Realisasi Belanja menurut eselon I, menurut Jenis Belanja ,
Fungsi/Subfungsi/Program/Kegiatan dapat dilihat pada lampiran..............
*) khusus Bagian Anggaran 069 Belanja Lain-lain
B.3. CATATAN PENTING LAINNYA
Laporan Realisasi Anggaran harus disertai informasi tambahan yang menjelaskan hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter, sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan realisasinya serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan *)
Contoh :
• Memberikan penjelasan apabila ada pemotongan anggaran belanja perjalanan dinas tidak mengikat sebesar 75%.
• Mencantumkan dan menjelaskan realisasi pendapatan hibah yang belum dicantumkan dalam DIPA baik berupa uang maupun barang, nomor rekening serta perlakuan terhadap sisa anggaran maupun jasa giro yang menampung dana hibah tersebut.
*) agar diungkapkan juga apakah Laporan Realisasi satuan kerja
yang menggunakan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan
Umum sudah/belum diintegrasikan dengan Laporan keuangan.
*) demikian juga agar diungkapkan apakah seluruh satuan kerja
perangkat daerah yang memperoleh alokasi dana dekonsentrasi
dan/ tugas pembantuan sudah seluruhnya menyampaikan laporan
keuangan
B. PENJELASAN ATAS POS-POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN
B.1. PENJELASAN UMUM LAPORAN REALISASI APBN
Menjelaskan realisasi anggaran pada TA 2007 dengan menyebutkan jumlah rupiah realisasi dan prosentase dari anggarannya, yang terdiri dari:
3. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah
a. Penerimaan Perpajakan
b. Penerimaan Negara Bukan Pajak
4. Realisasi Belanja Negara
a. Belanja Rupiah Murni
b. Belanja Pinjaman Luar Negeri
c. Belanja Hibah
B.2. PENJELASAN PER POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN
B.2.1. Pendapatan Negara dan Hibah
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase realisasi dari anggaran Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah TA 2007, beserta grafik komposisi Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah.
Contoh Komposisi realisasi Pendapatan Negara dan Hibah (dalam persentase) TA 2007 dapat dilihat pada Grafik dibawah ini:
Grafik: Komposisi Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah TA 2007
B.2.1.1. Penerimaan Perpajakan
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari target yang direncanakan dalam DIPA realisasi Penerimaan Perpajakan TA 2007. Realisasi Penerimaan perpajakan juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadi kenaikan/penurunan.
Penerimaan Perpajakan ini berasal dari (i) Pajak Dalam Negeri dan (ii) Pajak Perdagangan Internasional.
B.2.1.1.1. Pajak Dalam Negeri
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari target yang direncanakan dalam DIPA realisasi Pajak Dalam Negeri TA 2007. Realisasi Pajak Dalam Negeri juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Besarnya realisasi Pajak Dalam Negeri ini juga dirinci dalam tabel seperti contoh di bawah ini:
Uraian TA 2007 TA 2006
PPh Nonmigas Rp XX.XXX.XXX.XXX Rp XX.XXX.XXX.XXX
PPh Migas XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
PPN dan PPn BM XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
PBB XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
BPHTB XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Cukai XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Pajak Lainnya XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Total RpXX.XXX.XXX.XXX
RpXX.XXX.XXX.XXX
B.2.1.1.2. Pajak Perdagangan Internasional
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari target yang direncanakan dalam DIPA realisasi Pajak Perdagangan Internasional TA 2007. Realisasi Pajak Perdagangan Internasional juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadi kenaikan/penurunan.
Besarnya realisasi Pajak Perdagangan Internasional dirinci dalam tabel seperti contoh di bawah ini:
Uraian TA 2007 TA 2006
Bea Masuk Rp XX.XXX.XXX.XXX Rp XX.XXX.XXX.XXX
Pajak/Pungutan Ekspor XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Total RpXX.XXX.XXX.XXX
RpXX.XXX.XXX.XXX
B.2.1.2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak TA 2007. Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Realisasi PNBP berasal dari (i) Penerimaan Sumber Daya Alam; (ii) Bagian Pemerintah atas Laba BUMN; dan (iii) PNBP Lainnya.
B.2.1.2.1. Penerimaan Sumber Daya Alam
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Penerimaan Sumber Daya Alam TA 2007. Realisasi Penerimaan Sumber Daya Alam juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Besarnya realisasi Penerimaan SDA dirinci dalam tabel dan grafik seperti contoh di bawah ini:
Uraian TA 2007 TA 2006
Pendapatan Minyak Bumi RpXX.XXX.XXX.XXX RpXX.XXX.XXX.XXX
Pendapatan Gas Alam XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Pendapatan Pertambangan Umum XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Pendapatan Kehutanan XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Pendapatan Perikanan XX.XXX.XXX.XXX XX.XXX.XXX.XXX
Total RpXX.XXX.XXX.XXX RpXX.XXX.XXX.XXX
Grafik: Komposisi Realisasi Penerimaan Sumber Daya Alam TA 2007
B.2.1.2.2. Bagian Pemerintah atas Laba BUMN
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Bagian Pemerintah atas Laba BUMN TA 2007. Realisasi Bagian Pemerintah atas Laba BUMN juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
B.2.1.2.3. Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya TA 2007. Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Realisasni PNBP lainnya dirinci dalam tabel seperti contoh di bawah ini:
Uraian TA 2007 TA 2006
Penjualan Hasil Produksi, Sitaan Rp XX.XXX.XXX Rp XX.XXX.XXX
Penjualan Aset XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Sewa XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Jasa I XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Jasa II XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Bukan Pajak Luar Negeri XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Bunga XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pend. Gain on Bond Redemption XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pend. Premium atas Obligasi Negara XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Pendidikan XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan dari Penerimaan Kembali
Belanja TAYL XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Laba Bersih dari Hasil
Penjualan BBM XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Pelunasan Piutang XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pembetulan Pembukuan Belanja
Tahun Anggaran Berjalan XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pembetulan Pembukuan Belanja TAYL XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Lain-lain XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Pendapatan Iuran badan Usaha dari kegiatan
usaha penyediaan dan pendistribusian BBM XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
PNBP Lainnya I XX.XXX.XXX XX.XXX.XXX
Total Rp XX.XXX.XXX Rp XX.XXX.XXX
B.2.1.3. Penerimaan Hibah
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Penerimaan Hibah TA 2007. Realisasi Penerimaan Hibah juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Jelaskan juga penerimaan hibah yang belum terdapat di dalam DIPA TA 2007, baik untuk hibah yang berupa uang maupun berupa barang.
Rinciian realisasi pendapatan hibah dapat dilihat pada lampiran ...........
B.2.2. Belanja Negara
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Negara TA 2007. Realisasi Belanja Negara juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Realisasi Belanja terdiri dari (i) Belanja Rupiah Murni dan (ii) Belanja Pinjaman Luar Negeri (iii) Belanja Hibah.
Komposisi alokasi Belanja juga dapat disajikan seperti Grafik di bawah ini:
Grafik : Komposisi Alokasi Belanja TA 2007
B.2.2.1. Belanja
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja TA 2007. Realisasi Belanja juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Komposisi realisasi Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis belanja dapat disajikan seperti Grafik di bawah ini:
Grafik: Komposisi Realisasi Belanja Pemerintah Pusat menurut Jenis Belanja TA 2007
Belanja Pegawai *)
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Pegawai TA 2007. Realisasi Belanja Pegawai juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rincian realisasi Belanja Pegawai adalah sebagai berikut:
Belanja Gaji dan Tunjangan PNS RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Gaji dan Tunjangan TNI/Polri XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Gaji dan Tunjangan Pejabat Negara XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Pegawai Perjan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Gaji Dokter PTT XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Honorarium XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Lembur XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Vakasi XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Tunjangan Khusus dan Belanja Pegawai Transito XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Pensiun dan Uang Tunggu XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Asuransi Kesehatan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Tunjangan Kesehatan Veteran XX.XXX.XXX.XXX
Jumlah RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Barang*)
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Barang TA 2007. Realisasi Belanja Barang juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rincian realisasi Belanja Barang adalah sebagai berikut:
Belanja Barang Operasional RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Barang Non Operasional XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Jasa XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Pemeliharaan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Perjalanan XX.XXX.XXX.XXX
Jumlah RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Moda l*)
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Modal TA 2007. Realisasi Belanja Modal juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rincian realisasi Belanja Modal adalah sebagai berikut:
Belanja Modal Tanah RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Modal Peralatan dan Mesin XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Modal Gedung dan Bangunan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Modal Fisik Lainnya XX.XXX.XXX.XXX
Jumlah RpXX.XXX.XXX.XXX
*) apabila terdapat realisasi belanja dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan agar dibuat rincian realisasi per kegiatan dan per jenis belanja.
Pembayaran Bunga Utang
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Bunga Utang TA 2007. Realisasi Belanja Bunga Utang juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rincian realisasi Pembayaran Bunga Utang adalah sebagai berikut:
Belanja Pembayaran Bunga Utang DN - Jangka Pendek RpXXX.XXX.XXX
Belanja Pembayaran Bunga Utang DN - Jangka Panjang XXX.XXX.XXX
Belanja Pembayaran Bunga Utang LN - Jangka Pendek XXX.XXX.XXX
Belanja Pembayaran Bunga Utang LN - Jangka Panjang XXX.XXX.XXX
Belanja Pembayaran Discount Surat Utang Negara DN XXX.XXX.XXX
Belanja Pembayaran Discount Surat Utang Negara LN XXX.XXX.XXX
Belanja Pembayaran Loss on Bond Redemption atas pembelian Kembali Obligasi Dalam Negeri XXX.XXX.XXX
Jumlah RpXXX.XXX.XXX
Subsidi
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Subsidi TA 2007. Realisasi Belanja Subsidi juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rinciannya adalah sebagai berikut:
Belanja Subsidi Premium RpXXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Minyak Solar XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Minyak Tanah XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Pangan XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Listrik XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Pupuk XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Bunga KPR XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi Bunga Ketahanan Pangan XXX.XXX.XXX
Belanja Subsidi PT PELNI XXX.XXX.XXX
Jumlah RpXXX.XXX.XXX
Bantuan Sosial
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Bantuan Sosial TA 2007. Realisasi Bantuan Sosial juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rincian realisasi Bantuan Sosial adalah sebagai berikut:
Belanja Bantuan Kompensasi Kenaikan Harga BBM RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Bantuan Langsung (Block Grant) Sekolah/Lembaga/Guru XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Bantuan Imbal swadaya Sekolah/Lembaga XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Bantuan Beasiswa XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Bantuan Sosial Lembaga Peribadatan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Lembaga Sosial Lainnya XX.XXX.XXX.XXX
Jumlah RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Lain-lain *)
Menjelaskan jumlah rupiah dan prosentase dari jumlah yang dianggarkan dalam DIPA realisasi Belanja Lain-lain TA 2007. Realisasi Belanja Lain-lain juga dibandingkan antara TA sekarang dengan TA yang lalu dengan menjelaskan terjadinya kenaikan/penurunan.
Rincian realisasi Belanja lain-lain adalah sebagai berikut:
Belanja Kerjasama Teknis Internasional RpXX.XXX.XXX.XXX
Belanja Pengeluaran Tak Tersangka XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Cadangan dana reboisasi XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Bagi hasil Biaya/Upah Pungut PBB untuk DJP XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Jasa Perbendaharaan XX.XXX.XXX.XXX
Belanja Lain-lain II Lainnya XX.XXX.XXX.XXX
Jumlah *) RpXX.XXX.XXX.XXX
Rincian Realisasi Belanja menurut eselon I, menurut Jenis Belanja ,
Fungsi/Subfungsi/Program/Kegiatan dapat dilihat pada lampiran..............
*) khusus Bagian Anggaran 069 Belanja Lain-lain
B.3. CATATAN PENTING LAINNYA
Laporan Realisasi Anggaran harus disertai informasi tambahan yang menjelaskan hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter, sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan realisasinya serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan *)
Contoh :
• Memberikan penjelasan apabila ada pemotongan anggaran belanja perjalanan dinas tidak mengikat sebesar 75%.
• Mencantumkan dan menjelaskan realisasi pendapatan hibah yang belum dicantumkan dalam DIPA baik berupa uang maupun barang, nomor rekening serta perlakuan terhadap sisa anggaran maupun jasa giro yang menampung dana hibah tersebut.
*) agar diungkapkan juga apakah Laporan Realisasi satuan kerja
yang menggunakan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan
Umum sudah/belum diintegrasikan dengan Laporan keuangan.
*) demikian juga agar diungkapkan apakah seluruh satuan kerja
perangkat daerah yang memperoleh alokasi dana dekonsentrasi
dan/ tugas pembantuan sudah seluruhnya menyampaikan laporan
keuangan
I. RINGKASAN
Berdasarkan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyusun dan menyampaikan laporan keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal. Laporan Keuangan Kementerian ……….. ini telah/belum diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI). ( Sesuai dengan ketentuan pasal 12 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Laporan Keuangan yang telah disesuaikan disampaikan kepada Menteri Keuangan paling lambat 1 (satu ) minggu setelah laporan hasil pemeriksaan diterbitkan BPK RI untuk digunakan sebagai bahan penyesuaian LKPP)
Laporan Keuangan Kementerian.............. Tahun ........ Unaudited/Audited* ini telah disusun dan disajikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Laporan Keuangan Kementerian.............. Tahun ........ Unaudited/Audited* ini disusun dari laporan keuangan seluruh satuan kerja yang berada di bawah Kementerian.............. dan disusun secara berjenjang.
1. LAPORAN REALISASI ANGGARAN
Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan perbandingan antara Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran (TA) 2007 dengan realisasinya, yang mencakup unsur-unsur pendapatan, belanja, selama periode 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2007.
Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah pada TA 2007 terdiri dari Penerimaan Pajak sebesar Rp ................... atau mencapai ...,... persen, Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp ................... atau mencapai ...,... persen dari anggaran serta Penerimaan Hibah sebesar Rp .................. yang tidak dianggarkan dalam DIPA TA 2007.
Realisasi Belanja Negara pada TA 2007 adalah sebesar Rp ................... atau mencapai ..,.. persen dari anggarannya. Jumlah realisasi Belanja tersebut terdiri dari realisasi Belanja Rupiah Murni sebesar Rp ................. atau ...,...persen dari anggarannya, Belanja Pinjaman Luar Negeri sebesar Rp .................... atau ...,...persen dari anggarannya, dan Belanja Hibah sebesar Rp .................. atau ...,...persen dari anggarannya.
Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran TA 2007 dan 2006 dapat disajikan sebagai berikut:
(dalam rupiah)
TA 2007 TA 2006
Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi
Pendapatan Negara dan Hibah
Belanja Rupiah Murni
Belanja Pinjaman Luar Negeri
Belanja Hibah
JUMLAH
*) Untuk Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga Audited
2. NERACA
Neraca menggambarkan posisi keuangan entitas mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal 31 Desember 2007.
Jumlah Aset per 31 Desember 2007 adalah sebesar Rp .................. yang terdiri dari Aset Lancar sebesar Rp ...................; Aset Tetap sebesar Rp ..................; dan Aset Lainnya sebesar Rp ..................
Jumlah Kewajiban per 31 Desember 2007 adalah sebesar Rp .................. yang merupakan Kewajiban Jangka Pendek.
Sementara itu jumlah Ekuitas Dana per 31 Desember 2007 adalah sebesar Rp .................. yang terdiri dari Ekuitas Dana Lancar sebesar Rp .................. dan Ekuitas Dana Investasi sebesar Rp ...................
Ringkasan Neraca per 31 Desember 2007 dan 2006 dapat disajikan sebagai berikut:
(dalam rupiah) Nilai kenaikan/ (penurunan)
31-12- 2007
31-12-2006
Aset
Aset Lancar
Aset Tetap
Aset Lainnya
Kewajiban
Kewajiban Jangka Pendek
Ekuitas Dana
Ekuitas Dana Lancar
Ekuitas Dana Investasi
3. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) menguraikan dasar hukum, metodologi penyusunan Laporan Keuangan, dan kebijakan akuntansi yang diterapkan. Selain itu, dalam CaLK dikemukakan penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai.
Dalam penyajian Laporan Realisasi Anggaran, pendapatan, dan belanja diakui berdasarkan basis kas, yaitu pada saat kas diterima atau dikeluarkan oleh dan dari Kas Umum Negara (KUN). Dalam penyajian Neraca, aset, kewajiban, dan ekuitas dana diakui berdasarkan basis akrual, yaitu pada saat diperolehnya hak atas aset dan timbulnya kewajiban tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dikeluarkan oleh dan dari KUN.
Dalam CaLK ini diungkapkan pula kejadian penting setelah tanggal pelaporan keuangan serta informasi tambahan yang diperlukan.